Bab 13

2.2K 100 13
                                        

♤♤♤
Aku masih marah pada Jodha....tapi aku juga sangat merindukannya, walau baru beberapa jam aku sudah ingin bertemu dengannya. Setelah pagi ini memberi keterangan di kantor polisi aku kembali ke kantor, semalam aku tidak tidur di rumah tapi di apartemenku, bahuku masih perih akibat diserempet peluru Manojeksa tapi aku tetap memaksa untuk mengurus diriku sendiri, ayah ibu tidak bisa merubah keputusanku

Sebenarnya aku sengaja tinggal diapartemenku lagi karena menghindari sarapan pagi bersama Jodha, aku juga tidak mengangkat handphone saat dia meneleponku. Aku tahu tindakanku ini kekanak-kanakan tapi aku benar-benar ingin memberi pelajaran padanya agar dikemudian hari Jodha tidak membahayakan dirinya atau merahasiakan sesuatu seperti ini lagi padaku, saat aku sedang sibuk dengan pekerjaanku tiba-tiba pintu kantorku terbuka lebar, dan berdirilah Jodha dengan gaya menggoda, tersenyum manis dengan gaun selutut berwarna kuning, dia sangat cantik sampai membuat napasku tercekat, aku hanya diam tidak bisa melepaskan pandanganku darinya, kemudian dia menutup pintu dan menguncinya

Jodha berjalan mendekatiku, memutar kursiku dan duduk dipangkuanku dengan kedua tangannya melingkar dileherku

"selamat siang handsome" dia mencium hidungku lembut
"aku tahu kau sedang marah padaku...maukah kau memaafkanku Jalal? Aku salah karena bingung tidak tahu harus bagaimana, kau tahukan Rahim anak panti disandera oleh Manojeksa" Jodha mulai menjelaskan dan mencoba merayuku

"maafkan aku...aku belum bisa memaafkanmu...sudah dua kali kau membuatku hampir terkena serangan jantung, apakah aku harus menunggu untuk ketiga kalinya atau menunggu kau tiba-tiba meninggalkanku dengan alasan tidak ingin aku terluka dan sebagainya?, kau akan selalu mengikuti hati dan pikiranmu sendiri, kau tidak peduli dengan apa yang aku pikirkan"

"kauu!" Jodha meloncat dari pangkuanku berdiri sedikit menjauh

"aku sudah bilang aku tidak tahu harus bagaimana...kau juga mengambil keputusan melamarku tanpa bertanya terlebih dahulu" Jodha mulai merajuk

"jangan kau samakan hal tersebut, hal itu tidak akan membuat aku kehilangan dirimu malah sebaliknya dan kau juga menginginkannya jadi kau tidak usah mulai mencari persamaan sikap antara kau dan aku" kataku dingin

"jadi sekarang apa maumu Jalal? Kau...ingin kita membatalkan pertunangan kita?" tanyanya mulai histeris

"mungkin....aku juga tidak tahu, aku hanya ingin sendiri saat ini, aku takut merasakan sakit yang tidak bisa aku atasi"jawabku sambil menunduk,
aku benar-benar merasa hancur mengatakan ini semua, tapi sejujurnya itulah kenyataannya, walau aku mengatakan pada orang tua kami bahwa aku harus menunda semuanya tapi sebenarnya aku bingung dengan perasaanku sendiri, dua kali nyaris kehilangannya dan hatiku berdarah sampai kini, aku tidak kuat merasakannya aku hanya ingin kembali dimana aku tidak punya hati lagi, aku ingin menjadi Jalal yang dulu sebelum Jodha memasuki hari-hariku

"Jalal...mengapa kau lakukan ini?kenapa begitu mudahnya kau mundur dan menyerah dengan hubungan kita? Kauu..."

Jodha berkata terbata-bata, air mata mengalir dipipinya, dia sangat terkejut dan setengah tidak percaya, aku mengangkat wajahku dan menatap kedua matanya yang sekarang berubah penuh kepedihan, dia menatapku seperti mencari-cari sesuatu disinar mataku, mencari apakah aku hanya bercanda tapi dia menemukan kesungguhan disana, dia menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menggeleng-gelengkan kepala

"kumohon jangan menangis Jodha, aku tidak ingin kau seperti ini, kita hanya break untuk berpikir apakah kita sanggup untuk bersama,dan aku harap keluarga kita jangan sampai mengetahuinya dulu, aku hanya butuh waktu untuk sendiri saat ini"

kataku sambil menggenggam kedua tanganku menahan rasa ingin mendekapnya dalam pelukanku, aku memang pria brengsek, aku terlalu takut untuk terluka, aku .....aku tertunduk sambil berusaha menarik napas, rasa sesak didada ini tidak sebanding dengan rasa sesak yang sudah aku rasakan saat berpikir Jodha meninggal dalam kecelakaan atau saat dia ditahan Manojeksa, tapi tetap saja hal ini juga hal tersulit dalam hidupku, aku mendengar pintu terbuka dan tertutup dan melihat Jodha sudah pergi dari ruanganku, aku kembali duduk dan berbalik melihat keluar jendela gedung yang berada di tingkat empat belas ini, pikiranku menerawang kosong, aku hanya ingin melupakan bayangan menakutkan itu

Two Person That I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang