Bagian 3

30.1K 1.3K 14
                                    

Dada Maya terus berdegup kencang dan semakin kencang. Makin tak keruan degup jantungnya saat dia menatap cermin besar di hadapannya, wajahnya sedang dirias. Untuk merias wajah pengantin bisa memakan waktu selama ini, rasanya malah membuat Maya semakin gelisah.

Ibu Indira terlihat tak kalah gelisah. Pak Wibowo, Ayah Maya juga tampak gelisah. Ibunya terus mondar mandir sambil ikut mengoreksi hasil riasan penata rias pengantin. Membuat Maya tambah pusing karena beberapa kali warna lipstiknya harus diganti saat Ibunya bilang tidak cocok. Sedangkan Ayahnya sepertinya sedang sibuk menghapal kalimat untuk ijab kabul dari selembar kertas yang dia bawa ke mana-mana sejak tadi.

"Rombongan pengantin pria sudah datang, penghulunya juga sudah tiba." Tante Elma ikut sibuk membantu sejak pagi.

Ayah menggandeng tangan Maya memasuki ruang aula tempat akad nikah yang sudah dihias dengan sangat cantik. Warna merah dan gold mendominasi ruangan, aroma bunga menyeruak setiap Maya melangkahkan kakinya. Semua dokorasi ruangan menggunakan bunga hidup terlihat sangat cantik. Seorang laki-laki sudah duduk di hadapan penghulu, mengenakan jas hitam membelakangi Maya yang melangkah mendekat ke sana.

Itukah calon suaminya?

Dari belakang tubuhnya tampak tegap dan tinggi. Baiklah, kurasa harusanya dia punya wajah yang tampan. Maya terus mencoba menyugesti sambil menghibur diri dan hatinya yang makin tidak tenang. Setidaknya, membayangkan kalau calon suaminya tampan membuat dia sedikit semangat.

Maya semakin gugup saat dia tiba di sebelah laki-laki itu. Dia sangat ingin menoleh dan memandangnya untuk pertama kali tapi tiba-tiba kepalanya terasa kaku hanya untuk menoleh, saking gugupnya. Tangannya berkeringat dan dadanya terus berdegup tak keruan. Berbeda dengan laki-laki di sebelahnya yang terlihat sangat tenang dan santai.

Ayah duduk di dekat penghulu. Upacara pernikahan dimulai. Maya masih belum bisa menatap wajah calon suaminya. Sebuah kerudung panjang dipakaikan di kepala Maya dan kepala Satya. Penghulu mulai berbasa-basi sebentar sebelum akhirnya kata-kata ijab kabul terucapkan. Dari suaranya tak terdengar gugup sedikitpun, Satya mengucapkan janji pernikahannya dengan lancar dan mantap.

"Sah!" Begitulah kata para kerabat yang hadir menyaksikan upacara pernikahannya. Sebuah cincin terpasang di jari manisnya. Maya masih tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap laki-laki di sisinya yang kini sudah menjadi suaminya itu.

Bukannya tenang setelah rangkaian akad nikah selesai, dadanya malah makin terasa mau meledak. Di sebelahnya dia melihat Ibunya sesekali menghapus air mata yang menetes dengan tisu. Air mata haru. Ayahnya tampak lega setelah upacara pernikahan selesai.

Saat itulah, Maya sedikit terkejut saat melihat beberapa orang datang menghampiri si pengantin laki-lakinya. Membantunya berdiri dengan memberikan dua buah tongkat penyangka yang diletakkan di bawah ketiaknya, membantu tubuhnya berdiri. Itulah pertama kalinya Maya berani menatap wajahnya. Wajahnya cukup tampan, tapi dia sedikit kecewa dengan Ibunya karena berapakali pun dia menatapnya dia tak menemukan sedikit pun kemiripan dengan Taecyeon. Sia-sia semalaman dia begadang menonton banyak video Taecyeon di youtube. Kecuali tubuh tegap dan tingginya, tak ada lagi yang mirip.

Bola matanya cokelat terang, bola mata Taecyeon hitam pekat. Hidung suaminya sepertinya sedikit lebih besar dari hidung Taecyeon. Matanya juga lebih bulat. Wajahnya sedikit lebih tirus. Apa lagi ya... ah, rambutnya, rambutnya sedikit ikal, rambut Taecyeon kan lurus. Wah, hebat! Semalaman melalap banyak video Taecyeon Maya jadi hapal ciri-ciri cowok Korea idola Ibunya itu. Maya menggelengkan kepalanya, geli sendiri karena tiba-tiba merasa jadi seorang fangirl dadakan.

Sambil menatap laki-laki itu berjalan dengan susah payah ke kursi pelaminan, Maya menarik lengan ibunya menatapnya dengan penuh pertanyaan.

"Bu, dia lumpuh?" Maya berbisik di telinga Ibunya tanpa basa-basi.

Selamat Datang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang