Sejam sudah berlalu sejak dua cangkir kopi diantar ke meja yang ditempati Maya dan Alex. Tapi Maya sama sekali tidak merasa bosan. Laki-laki tampan berkemeja cokelat gelap dengan dasi hitam yang duduk di hadapannya sekarang, sangat pandai menghidupkan suasana. Humor-humor segar dan pengetahuannya yang lumayan banyak membuat Maya betah ngobrol dengannya. Tak hanya membahas soal Satya, ternyata Alex juga hapal beberapa adegan di novel yang Maya tulis.
"Harusnya kita meluangkan waktu untuk ngobrol sejak dulu. Nggak nyangka kalau kita bisa begitu nyambung. Iya, kan?" Maya tersenyum.
"Satya itu protektif, dia nggak suka aku mendekatimu, kalau mengajakmu minum kopi berdua begini dia bisa-bisa mengira aku juga suka padamu." ucap Alex sambil pura-pura memasang wajah menyesal.
"Ahaha... gila! Nggak mungkin itu!" Mata tertawa sambil menggibas-gibas tangannya ke arah wajah Alex.
"Oh ya, mau kuberitahu foto Satya waktu masih SMA? Cupu banget! Haha...."
"Oh, ada ya? Lihat dong!" Maya tampak antusias.
Alex tampak mencari sebuah foto di ponselnya dengan serius, sesaat kemudian menunjukkan layar ponselnya ke arah Maya. "Lihat, Satya yang sebelah kanan. Lalu...."
Belum selesai Alex menjelaskan, Maya langsung menyambar ponselnya dan melihat foto yang ditampilkan di layar ponsel Alex. Dia tertawa hingga geli, melihat penampilan suaminya waktu masih sekolah. Ada sosok Satya dengan kaca mata dan kemeja yang begitu rapi. Dibanding dua temannya, Satya benar-benar terlihat cupu. Sedangkan Alex sepertinya sejak dulu dia tahu bagaimana caranya terlihat keren.
Namun... ada satu sosok lain yang sepertinya selalu ada di saat Alex dan Satya berfoto bersama. Sepertinya mereka bersahabat bertiga saat masa sekolah. Maya menajamkan matanya, rasanya wajah itu sedikit familiar. Tapi, dia sama sekali tidak bisa menebak dengan benar siapa sosok itu. Laki-laki dengan rambut cepak, tinggi dan kurus, dengan mata sipit tapi alisnya cukup tebal.
"Lex... kalau...." Maya mengangkat wajahnya dari layar ponsel menatap Alex, tapi belum sempat kalimatnya selesai matanya membulat.
"Satya..." Maya menatap sosok yang entah sejak kapan ada di belakang kursi Alex berdiri seolah mengamati mereka. Alex pun sedikit terkejut saat menoleh ke belakang mengikuti arah pandang Maya.
Belum sempat Alex mengucapkan satu kata pun. Satya sudah menarik kerah kemejanya hingga ia berdiri dari kursinya. Satya dengan tatapan yang penuh amarah menatap Alex seolah siap mencincangnya dengan pisau pemotong daging saat ini juga.
"Hei! Apa-apan nih!" Maya bangun dari kursinya berusaha melerai. Tapi terlambat! Tangan kanan Satya yang terkepal sudah mendarat dengan kencang ke wajah Alex. Ujung bibir Alex mengeluarkan sedikit darah segar. Sedangkan tangan kiri Satya masih mencekik bagian kerah kemeja Alex.
"Lepasin Sat! Apaan sih? Kamu kenapa?" Maya panik. Pengunjung kedai kopi pagi itu tidak terlalu ramai. Tapi beberapa pegawai wanita berteriak histeris hingga mendatangkan petugas keamanan.
"Kamu kenapa sih?" Maya memeluk Satya dan menahan laki-laki itu sekuat tenaga memisahkannya dari Alex.
"Ikut aku." Tanpa menjawab apa pun Satya menarik lengan Maya. Tapi Maya menepisnya sambil menatap Satya tajam. Dia buru-buru berjalan ke arah Alex dan membantu laki-laki itu duduk di kursi.
"Nggak apa-apa Lex?"
"Nggak apa-apa. Seperti yang kubilang tadi. Dia itu cemburuan." Alex masih mencoba tertawa lalu mendapat tatapan sekaligus gelengan kepala heran dari Maya. Sudah kena pukul, laki-laki itu masih bisa tertawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Datang Cinta
RomanceSELAMAT DATANG CINTA - benarkah cinta bisa hadir belakangan? -- sebuah cerita karya Juwita Purnamasari -- Sinopsis : Bahkan, sehari sebelum hari pernikahannya, Maya belum tahu seperti apa warna mata laki-laki itu, bagaimana suaranya, apa makanan k...