Extra Part - 5

25.5K 1K 22
                                    

Ckiiiit... mobil berdecit saat lampu merah di depan menyala. Maya menginjak rem tiba-tiba membuat mata Satya membulat, melotot ke arah istrinya.

"Lampu merah, May! Astaga! Pelan-pelan dong!"

"Ini udah pelan kok. Tuh aku berhenti tepat di depan garis putih zebra cross. Tenang, aku pengemudi andal."

Satya hanya menggeleng-geleng kepalanya putus asa melihat cengiran istrinya di kursi pengemudi.

"Oke. Jadi sebenarnya kita mau makan di mana?" tanya Satya.

"Rahasia!"

Gas diinjak lagi, mobil melaju dengan kecepatan cukup kencang. Maya yang memang biasa menyetir sendiri sejak kuliah sudah hapal rute jalan di Jakarta. Dia memilih rute jalan yang tidak macet. Meski harus memutar sedikit, yang penting tidak macet. Satya masih coba menebak-nebak ke mana istrinya akan mengajaknya makan malam ini. Jalanan ini bahkan terasa asing.

"Kita masih di Jakarta, kan?" Satya menatap Maya.

"Huahaha... pertanyaan macam apa itu? Ya, masih lah."

"Sudah dua puluh menit, kok belum sampai juga?"

"Sebentar lagi." Maya menginjak gas lebih dalam, membuat Satya memegang pegangan di atas jendela mobil. Sambil berdecak kesal ke arah Maya yang justru tertawa.

"ASTAGA! PELAN-PELAN! Ingat ada anak kita di perutmu!"

"Kamu yang bilang kalau malam ini aku yang jadi 'Ratu'. Jadi Tuan Satya yang terhormat jangan banyak protes ya?"

Satya mengulurkan tangannya, sudah tidak tahan untuk menjewer pelan telinga istrinya.

Di depan jalan ada pertigaan. Maya membelokkan mobilnya ke arah kanan. Memasuki sebuah jalanan yang terlihat sangat ramai bahkan ketika Jakarta sudah semakin malam.

"Ini pusat kuliner Jakarta. Kamu nggak tahu kan? Makan di restoran mahal melulu sih!" Maya memajukan mobilnya perlahan-lahan karena memasuki jalanan ini cukup banyak kendaraan yang melintas. Mata Maya menatap sekeliling, "Parkir di mana ya?"

"Ini jalan Sabang kan?" Tanya Satya setelah mengamati lama dari kaca jendela mobil.

"Betul! Kamu tahu juga?"

"Kamu lurus, di depan ada restoran Jepang yang enak banget. Aku kenal pemiliknya, kita makan di situ."


Maya menatap Satya dengan tajam, "Kan aku yang pilih tempatnya?"

"Ah, oke. Oke." Satya mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Mata Maya berbinar saat menemukan tempat yang dituju. Sudah lama sekali rasanya tidak datang ke sini. Dengan cekatan Maya memarkir mobilnya di depan sebuah warung makan bertenda oranye. Ada asap mengepul dan mengeluarkan aroma khas dari sana.

"Serius? Di sini?" Satya nyaris tak percaya dengan tempat makan yang Maya pilih. Maya mengangguk mantap sambil tersenyum lebar.

Satya sempat berpikir Maya akan menggunakan kesempatan ini untuk mengajaknya makan di restoran termahal di Jakarta. Atau mungkin restoran romantis karena selama ini mereka belum pernah merasakan kencan makan malam berdua. Satya lupa kalau cara berpikir istrinya kadang-kadang memang 'ajaib'.

Satya hanya bisa mengikuti langkah Maya yang tampak sangat bersemangat memasuki tenda oranye itu. Mau tak mau senyum Satya terulas sedikit sambil menggeleng-geleng pelan masih setengah tidak percaya. Kencan pertama yang dia pikir akan jadi acara makan malam romantis justru akan terasa seperti acara kencan anak SMA. Satya sesekali menggosok hidungnya yang terganggu dengan aroma yang tercium tajam dari dalam tempat makan pinggir jalan ini. Aroma arang yang dibakar.

Selamat Datang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang