Satya memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, rasanya ingin buru-buru sampai di rumah mertuanya. Wajah Maya terus-terusan berputar dalam pikirannya. Sedang apa perempuan itu? Semoga tidak sedang makan mi instan.
"Kenapa sudah macet saja jam segini!" Satya memukul setir mobilnya dengan geram, menekan klakson yang bersahut-sahutan dengan beberapa mobil di belakangnya.
Ternyata di depan pertigaan ada taksi dan sepeda motor yang mengalami kecelakaan dan menyebabkan kemacetan. Seandainya rumah Maya sudah dekat mungkin dia akan memilih turun dari mobil dan berjalan kaki saja. Rasanya Satya benar-benar jadi sangat tidak sabaran siang itu.
Rasa bersalah sekaligus menyesal menggelayuti hatinya. Setelah membaca buku harian Maya dia seperti mulai mengetahui sesuatu. Ya, perempuan itu pasti sangat kesal, mungkin lebih dari itu, dia pasti sedih dan menderita. Tapi ini semua salah paham! Dia ingin mencoba menjelaskan dia sama sekali tidak berselingkuh! Dia tidak serendah itu!
Satya teringat kata kepala koki di restorannya, Gladis, Maya akan memaafkannya jika dia mencintainya. Walaupun ada kemungkinan dia tidak dimaafkan—karna menurut Satya Maya tidak mencintainya—setidaknya dia sudah coba menjelaskan.
Gemas dengan mobilnya yang masih belum bisa bergerak, Satya meraih ponselnya.
Softdrink...
Jarinya siap-siap menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan. Tapi dia mengurungkannya. Jika Maya tahu dia akan ke rumahnya, mungkin perempuan itu malah akan pergi menghindarinya. Akhirnya dia meletakkan lagi ponsel itu dan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil, pasrah. Menunggu jalanan kembali normal dan dia bisa memacu mobilnya lagi.
Butuh waktu dua jam lebih hanya untuk menempuh perjalanan kira-kira 13 kilometer. Satya memarkir mobil birunya di depan gerbang rumah Maya. Kebetulan ada Ayah Maya yang sedang merapikan taman, Ayah mertuanya itu membukakan gerbang untuknya. Laki-laki berwajah teduh dan punya senyum penuh wibawa seperti namanya menghampirinya.
"Nak, Satya."
"Siang Pak, Mayanya ada?"
"Mau menjemput Maya ya? Kenapa telat sekali."
"Itu... ada sedikit masalah di rumah."
Pak Wibowo tertawa renyah menatap wajah menantunya yang tampak resah. Dia teringat saat muda dulu. Kalau sedang marah istrinya pun suka menginap di rumah orangtuanya dan dia harus menjemputnya. Bedanya dulu, dia harus berhadapan dengan almarhum Bapak Mertuanya yang selalu mengintrogasinya sebelum mengizinkannya menemui Ibunya Maya. Pak Wibowo menepuk pundak Satya dengan hangat dan mengajaknya masuk ke dalam.
"Benar-benar sudah sehat toh, syukurlah."
"Iya... tapi karena ini juga Maya jadi salah paham."
"Tidak apa-apa, namanya juga rumah tangga baru pasti masih butuh banyak waktu untuk adaptasi. Dan tanpa kesalahpahaman seperti ini kehidupan rumah tangga jadi datar-datar saja, nggak seru. Haha.... Maya pasti mengerti kalau dijelaskan dengan baik."
Satya mengangguk mantap. Di luar dugaan Ayah mertuanya ternyata sangat baik dan pengertian. Dia ingat di hari pernikahannya orang ini tampak kurang menyukainya. Dia mengatakan banyak hal pada Satya saat itu. Seolah sangat takut anak gadisnya jatuh ke tangan laki-laki yang salah. Sampai Satya merasa muak mendengar ceramahnya panjang lebar.
"Sebentar Bapak panggilkan Maya dulu ya."
Satya mengangguk. Pak Wibowo siap-siap memutar pegangan pintu untuk membukanya. Tapi di saat bersamaan ada yang membuka pintu dari dalam. Satya bersiap duduk di teras, belum pantatnya menempel di kursi rotan pintu rumah terbuka dan dia kembali tegak berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Datang Cinta
RomanceSELAMAT DATANG CINTA - benarkah cinta bisa hadir belakangan? -- sebuah cerita karya Juwita Purnamasari -- Sinopsis : Bahkan, sehari sebelum hari pernikahannya, Maya belum tahu seperti apa warna mata laki-laki itu, bagaimana suaranya, apa makanan k...