Bagian 5

27.2K 1.2K 15
                                    

Kebiasaan baru Maya setelah menikah adalah mengantar suaminya setiap pagi ke restorannya. Jadi sopir pribadi tuan Satya Dirgantara. Kadang tidak cuma mengantar ke restoran tapi juga ke pasar tradisional untuk belanja bahan makanan di rumah. Satya selalu bilang bahan makanan di pasar tradisional lebih segar daripada di supermarket yang sudah dibekukan atau dimasukkan freezer terlalu lama. Subuh-subuh Satya sudah menyuruh Maya mendorong kursi rodanya memasuki pasar tradisional. Bahkan Maya sempat terkaget-kaget saat tahu suaminya itu begitu populer di antara ibu-ibu penjual sayur, mbak-mbak penjual bumbu dapur, bahkan bapak-bapak penjual daging di pasar.

Maya bersiul-siul sambil memutar-mutar kunci mobilnya menuju area parkir. Setelah mengantar suaminya yang sering membuatnya sakit kepala itu, dia selalu punya suasana hati yang sangat baik. Yup! Itu berarti dia bisa di rumah seharian tanpa dia, tidur siang sepuasnya, ngemil sambil nonton DVD, atau mengerjakan perkerjaan freelance-nya di kamar tanpa ada yang menganggu. Kalau ada Satya mana bisa dia seenaknya begitu. Dikit-dikit dia suka mengancam akan mengadukan kelakuan Maya pada Ibunya kalau Maya tidak menurutinya.

Tapi saat masuk ke dalam mobil, matanya tertuju pada kursi di sebelah kursi pengemudi. Ponsel Satya tertinggal. Maya siap-siap turun dari mobil dan hendak mengembalikan ponselnya tersebut ke dalam restoran. Tapi... pikiran usilnya muncul.

"Wajar kan kalau istri mengecek isi ponsel suaminya? Ibu juga suka begitu." Tangan Maya terulur mengambil benda mungil berwarna silver itu.

"Apa? Bahkan dia nggak memakai sandi untuk membuka ponselnya." Antara aneh tapi senang, Maya mulai menjelajahi isi ponsel Satya. "Ini wajar, bukan kurang ajar. Aku kan istrinya, aku wajib tahu apa saja yang dia lakukan dengan ponsel ini. Bagaimana kalau ternyata dia suka chatting dengan perempuan lain? Atau malah menyimpan gambar-gambar vulgar?" Maya terus saja mengoceh sendirian di dalam mobil seolah mencari alasan yang membenarkan apa yang dia lakukan saat ini.

"Kalau sampai ada foto atau history chat dengan perempuan lain! Awas saja! Eh? Aku kok jadi mikir aneh-aneh? Memangnya aku bisa apa kalau dia punya selingkuhan bahkan kami belum benar-benar jadi pasangan suami-istri kecuali dalam buku nikah." Maya terkikik sendiri.

Dia membuka galeri foto Satya tidak ada yang aneh. Satya benar-benar maniak makanan, banyak foto makanan di galeri ponselnya. Tapi dia tidak punya banyak fotonya sendiri, kecuali foto bersama keluarga. Ah, dia menyimpan satu foto pernikahannya dengan Maya, saaat ijab kabul. Dada Maya jadi terasa sedikit hangat saat melihatnya. Bahkan Maya sendiri tidak menyimpan satu pun foto pernikahan mereka di ponselnya. Merasa bersalah, Maya buru-buru mentransfer foto itu ke ponselnya lewat bluetooth.

Tiba-tiba Maya penasaran, Satya menyimpan namanya dengan kata-kata apa ya di kontak ponselnya? Sayang, honey, istriku, istriku sayang, cintaku, atau...

Maya mengetik nomor ponselnya sendiri dan menekan tombol call. Tapi yang muncul adalah...

Softdrink calling...

Mata Maya membulat, "Apa-apaan ini? Softdrink? Kupikir dia akan memakai nama yang romantis untukku di kontak ponselnya, atau minimal memakai namaku saja. Kenapa harus softdrink sih! Menyebalkan! Tunggu... apa ini mungkin maksudnya aku sesegar softdrink? Apa itu artinya aku membuat hidupnya jadi lebih segar seperti saat dia meneguk softdrink?" Bibir Maya tertarik dan sebuah senyum mengembang di sana. "Mungkin saja, bagi seorang chef nama-nama bahan makanan itu terdengar lebih romantis daripada panggilan sayang yang biasanya."

Tapi seperti ada balon yang pecah dalam kepalanya, dia teringat sesuatu... Satya pernah memarahinya saat dia meletakkan beberapa kaleng softdrink di kulkas. Dia bilang softdrink adalah minuman yang tidak ada fungsinya sama sekali. Bahkan untuk menghilangkan dahaga saja tidak bisa. Heh? Apa itu artinya....

Selamat Datang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang