Bagian 18

22.1K 1K 14
                                    

Maya menyetir mobilnya memasuki pelataran parkir sebuah rumah sakit. Di sebelahnya duduk Bella yang wajahnya tampak pucat.

"Sorry ya, May. Jadi ngerepotin, kamu nganter ke rumah sakit gini. Bayu lagi di luar kota sih."

"Nggak apa-apa kok Bel, kan sebentar lagi kita juga jadi saudara. Bayu itu udah kayak kakak aku sendiri. Jadi jangan sungkan ya. Hehe..."

"Iya, aku cuma kepikiran minta bantuan kamu tadi. Aku nggak berani naik taksi sendiri takut pingsan di jalan."

"Ya iyalah jangan. Bagus kamu telepon aku. Aku bisa dicincang Bayu kalau sampai nggak jemput kamu di kantor tadi. Ayo yuk, udah sampai nih. Kita langsung ke IGD aja." Maya membuka sabuk pengaman setelah beres memarkir mobilnya. "Aku perlu minta kursi roda atau..."

"Nggak, aku masih bisa jalan kok." Bella dibantu Maya keluar dari mobil menuju ke ruang IGD. "Sakit apa sih, Bel?"

"Nggak tahu nih, kayaknya kecapekan deh. Tadi di kantor tiba-tiba kepala aku pusing banget gitu. Aku sempat jatuh di dapur saking lemasnya."

"Muka kamu puceeet banget. Dokternya mana sih? Lama banget! Kalau ada orang mau lahiran keburu keluar nih bayinya!" Maya tampak mulai gereget saat dokter tak kunjung datang, sementara Bella hanya ditidurkan di ranjang rumah sakit dan ditemani seorang perawat wanita.

Dokter datang setelah kira-kira menunggu lima menit, dan langsung memeriksa Bella. Dokter meminta Maya menunggu di luar ruang IGD selama pemeriksaan. Harap-harap cemas, ponselnya pun terus berdering menandakan whatsapp masuk dari Bayu dan Ibunya yang khawatir dengan keadaan Bella. Padahal pernikahan mereka sebentar lagi, Bella justru harus masuk IGD begini. Beruntung lokasi rumahnya tidak terlalu jauh dari kantor Bella, jadi Maya bisa langsung menjemput dan mengantar ke rumah sakit.

Suster keluar, Maya buru-buru menghampirinya.

"Suster, gimana keadaan saudara saya?"

"Anda siapanya ya?"

"Saya... adiknya Sus." Maya sedikit berbohong karena biasanya perawat sedikit susah dimintai keterangan kalau bukan keluarga pasien. Sementara Bayu sudah tampak khawatir sekali dari caranya mengirim pesan teks ke Maya.

"Ada perubahan tekanan darah mendadak, kemungkinan kelelahan. Pasien juga menderita dehidrasi cukup parah. Untuk lebih jelasnya bisa bicara pada dokter ya Mbak. Oh ya, untuk administrasinya silakan ke loket administrasi. Ada beberapa formulir yang harus diisi."

"Oke. Di mana loketnya?"

"Mari saya antar."

"Oke." Maya mengikuti perawat tersebut masuk ke bagian dalam rumah sakit. Di jalan ke arah loket, seorang dokter menghampiri suster tadi. Dokter yang merawat Bella di ruang IGD. Dia bilang untuk menyiapkan satu ruang rawat inap karena sepertinya dehidrasi pasien cukup parah dan harus dirawat inap satu atau dua malam untuk mengamati perkembangannya.

"Ibu, nanti bisa ke ruangan saya sebagai wali pasien?" Dokter beralih bicara kepada Maya.

"Ah, baik Dokter. Apa penyakitnya serius?"

"Tidak perlu terlalu khawatir. Dirawat satu atau dua malam pasien sudah bisa pulih lagi."

Dokter berjas putih sekitar usia 45 tahunan itu berlari lagi dengan buru-buru saat ada pasien yang didorong dengan ranjang beroda ke arah IGD. Maya menyelesaikan segala prosedur administrasi.

Rumah Sakit Prof. Handoko

Tiba-tiba dia merasa seperti dejavu saat membaca nama rumah sakit di dalam formulir. Sejujurnya ini memang bukan pertama kalinya dia ke rumah sakit ini. Ayahnya pun rutin cek gula darah untuk diabetesnya di rumah sakit ini setiap sebulan dua kali. Tapi hari ini... sepertinya ada sesuatu yang seolah menyergap pikirannya.

Selamat Datang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang