Hello, weekend!
***
Raina menyesap coklat panas yang ada di mug yang digenggamannya. Rasa manis nya memenuhi mulut. Menyingkirkan rasa pait yang sedari tadi mendominasi. Hangat minuman itu mengisi perutnya yang kosong karena sedari pagi tadi -dan sekarang sudah malam- ia hanya makan bubur ayam saja.
Dia masih berdiri di sana. Di pinggiran kaca bening yang menjadi dinding pembatas ruang keluarga dengan halaman belakang rumahnya. Memandangi titik-titik air yang tak kunjung reda. Yang mengalir turun melalui kaca. Yang hanya bisa ia pandang, tanpa bisa ia sentuh.
Sama seperti hati Alex.
Dia kira, selama ini dia berhasil menyentuh hati itu. Menjadikan dirinya satu-satu nya. Namun dia salah. Dia belum bisa menyentuh hati itu. Dan dia juga bukanlah satu-satu nya.
Beginikah rasanya menjadi 'bukan satu-satunya'? Mengapa ia bisa setega itu? Apa selama ini cinta yang dia berikan belum cukup? Salah apa dia sampai bisa ia duakan seperti ini?
Raina meremas kuat-kuat ponsel yang ada di genggaman tangan kirinya. Seakan-akan dia bisa menghancurkan benda itu menjadi berkeping-keping dengan tenaga nya yang secuil itu.
Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi Alex. Tapi berulang kali pula panggilannya terabaikan. Seolah kini dia sudah tidak ada artinya lagi. Seolah satu tahun berpacaran bukan apa-apa baginya.
Dia hanya ingin kepastian. Dia hanya ingin alasan. Dan dia juga ingin sebuah pembelaan. Berharap bahwa Alex akan menyangkal semua berita-berita ini. Berharap bahwa Alex akan terus berada di sisi nya. Bukan menduakannya seperti ini. Berharap bahwa sekarang ia hanya bermimpi. Dan esok pagi dia akan terbangun dan semuanya akan baik-baik saja. Semua nya kembali seperti semula.
"Na...."
Suara itu. Suara itu seketika membuat Raina membalikkan tubuhnya. Dan benar saja, ia berada di sana. Berdiri beberapa meter di hadapannya. Wajahnya telihat kacau. Rambutnya yang biasa tersisir rapi kini terlihat acak-acakan. Begitu juga dengan sebuah luka di sudut bibirnya yang terlihat berdarah.
Raina meletakkan mug dengan sembarangan di meja kecil yang berada di dekatnya. Dia berlari kecil menuju tempat laki-laki itu berdiri. Memeluknya erat-erat. Berharap bahwa ia tak akan pergi meninggalkannya. Berharap bahwa laki-laki itu, tetap bertahan di sisinya.
***
13 November 2015