Chapter 4 "Adam"

4.3K 183 9
                                    

Gelap malam tengah merajai sisa hari ini. Bulanpun bersinar binar diatas sana. Begitu pula dengan bintang yang bertabur gemerlap sebagai pelengkapnya. Langit malam hari ini terlihat cerah. Tidak ada satu bentuk awan yang melintas sebagai penghalang sinar rembulan.

Laki-laki tegap itu baru saja keluar dari dalam taksi yang ia tumpangi. Karena mobilnya tiba-tiba saja mogok di tengah jalan, yang akhirnya meringsuk kedalam bengkel. Laki-laki itu berjalan gontai sambil sesekali membenarkan posisi tali tas kerja miliknya. Membuat lengan kemeja yang ia kenakan terlihat begitu sesak dengan otot lengannya yang terbentuk sempurna di dalamnya.

Sama seperti sebelum-sebelumnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat terakhir sebagai pelepas penat usai bekerja seharian, samasekali tidak memiliki fungsinya lagi sekarang. Kosong. Bagai tak bernyawa. Meninggalkan sepetak bangunan yang hanya bisa menjadi tempat memejamkan mata semata. Menyisakan berjuta kenangan yang turut melekat di setiap furniture rumah ini.

Laki-laki tegap itu meletakkan tas kerjanya diatas tempat tidur. Membuka kancing kemeja atasnya sambil sesekali meregangkan otot lehernya hingga sedikit berbunyi. Pekerjaannya memang hanya sebagai fotografer profesional di sebuah majalah fashion ternama lokal. Dan, kebetulan sekali hari ini jadwalnya sangatlah padat. Itu lah kenapa dia pulang selarut ini. Lima lokasi dua tema berbeda. Dan hasilnyapun harus segera dikirim malam ini juga.

Sebenarnya ayah satu orang anak ini sudah berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum buah hatinya terlelap tidur seperti sekarang ini. Namun, apa yang bisa diperbuat. Keadaan yang memaksanya pulang selarut ini.

"Mimpi indah ya sayang. Maaf ayah gak bisa temenin Raffa main hari ini." Sebuah kecupan kasih mendarat dikening Raffa yang tengah tidur mendekap guling bermotif superman, superhiro kesukaannya. "Ayah janji besok ayah temani Raffa main. Selamat tidur!" Lagi, kecupan itu mendarat sekali lagi di kening Raffa.

Menjadi seorang single father tidak lah mudah. Merawat, mengasuh, dan membesarkan seorang anak sendirian sangatlah berat. Terlebih merawat dan membesarkan seorang anak sejak bayi hingga sekarang berumur 2 tahunan lebih. Tanpa pengalaman, tanpa bantuan. Beruntung ada seorang pengasuh yang setiap lima hari sekali datang ke rumah ketika ia sedang berangkat bekerja. Setidaknya rasa khawatir kepada buah hatinya bisa sedikit berkurang.

Kehidupan Adam tidaklah seperti ini dahulu. Kebahagiaan senantiasa menyertai Adam dengan istrinya - Ana sejak mereka menikah. Hingga berita gembira itu datang memberitahukan kalau istri Adam tengah mengandung anak pertamanya. Adam begitu gembira mendengarnya. Karena akhirnya penantian Adam telah berakhir untuk menimang buah hatinya sendiri.

Ana adalah sosok wanita yang menyenangkan bagi Adam. Bagaimana tidak dimata teman-temannya Ana adalah patung berjalan. Tidak bisa diajak bercanda. Selalu berpikiran sesuai logika, hingga segala panclean yang diutarakan temannya selalu terdengar renyah bila ditanggapi Ana. Tapi, justru itu yang membuat Adam jatuh hati kepadanya. Baginya Ana adalah peta harta karun, untuk mendapatkannya membutuhkan usaha lebih. Dan ketika Adam berhasil mendapatkannya harta itu berupa satu tawa kecil yang sangat membahagiakan jiwa.

Bagaikan terhantam ribuan beton, Adam menutup telpon genggamnya. Pergelangannya mengeras. Seluruh tubuhnya bergetar hebat mengetahui istri tercintanya mengalami kecelakaan. Tanpa berpikir panjang Adam meninggalkan sesi pemotretannya, bergegas pergi menuju rumah sakit. 'Tuhan selamatkan istri dan juga anak hamba.' Hanya doa yang terus Adam panjatkan selama dalam perjalanan. Hanya saja Tuhan tidak berkehendak menyelamatkan keduanya. Karena kehilangan banyak darah dan kondisi fisik Ana yang terus saja menurun, Ana tidak sanggup untuk bertahan. Dokter hanya bisa menyelamatkan bayinya saja.

Adam baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Masih dengan seutas handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia berjalan mengambil kamera dari dalam tas kerjanya. Mengeluarkan memori kameranya lalu memindahkannya ke laptop. Dan, sesaat kemudian Adam melanjutkan pekerjaannya yang belum tertuntaskan.[]

》》》

Yosh!!!... akhirnya. Sumpah Chapter kali ini susah banget ngedapetin feelnya. Ya walau sedikit berasap kepala gue cari feel yang ngena, gue harap kalian puas dengan feel yang gue sampaikan di Chapter ini.
Gue gak mau banyak alasan ini ono buat ngedukung comment kalian supaya banyak di Chapter ini. Klo pun kalian bilang kurang memuaskan bahkan jelek sekalipun gue terima kok. Namanya juga masih belajar. *ketus banget gue ngomongnya #silahkan tampol pake' sendal masing-masing hahaha..... :D

Terus ikutin Chapter-chapter selanjutnya ya guys... vote kalian and komment kalian sangat berarti bagi gue. :)

Klo yang sudah-sudah sih ngomongnya gini "don't be silent readers :P"

NEIGHBOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang