[Author~pov¤]
Semua pasti setuju jika masyarakat kota metropolis adalah manusia robot. Manusia yang tak kenal waktu dan tak kenal lelah. Dari ayam berkokok menyambut sang fajar hingga kembali berkokok lagi pun masyarakat masyarakat metropolis belum juga lelah dengan aktivitasnya. Hingga muncul julukan Metropolis kota yang tak pernah tidur.
Malam menggantikan siang. Gemerlap lampu gedung gedung pencakar langit menerangi pelataran kota. Cahayanya bertabur indah. Bagai bintang yang berpindah ke bumi.
Bastian, Bintang, Riska, Digta, dan Maman baru saja memasuki sebuah sudut foodcourt setelah lebih dari dua jam berkeliling ria mengitari seluruh lantai di mall berlantai lima ini. Bastian memberikan bangku kosong untuk Bintang duduk. Namun, hal itu malah membuat yang lain menjadikan itu sebagai bahan lelucon.
"Ehem... Sayank... Mau dong kursinya." Seru Riska sambil bersikap sok manis di depan Digta.
"Silahkan duduk tuan putri..." Tambah Digta semakin memberi pedas.
Bastian yang merasa menjadi bahan lelucon pasangan gila itu terlihat memerah menahan emosinya.
"Silahkan di makan kursinya TUAN... Putri Riska..." Ucap Bastian menekankan pada kata Tuan disana sambil melirik licik pada Riska.
Menanggapi respon Bastian Riska dan Digta hanya bisa tertawa lebar. Maman pun juga turut serta menikmati lelucon kecil teman-temannya.
"Apa lo! Ikut ikutan ketawa. Mana pasangan lo!?" Tukas Bastian masih sedikit sebal, yang akhirnya mengimbas pada Maman yang sedari tadi diam menonton.
"Idih, Bawa-bawa pasangan." Maman pun berkelakar lirih menanggapi Bastian.
"Makanya cari pasangan tuh yang pasti pasti aja." Seru Bastian sambil menggenggam tangan Bintang disampingnya. "Betah amat lu LDR an."
"Dalam berhubungan jarak bagi gue gak masalah. Yang penting kesetiaan."
"Gak takut, pasangan lo sama orang lain? Gak ada yang tau dia sekrang disana ngapain sama siapa?"
"Ambil positifnya aja brouw... Anggap aja ini sebagai ujian kesetiaan gue ama pasangan gue!"
"Aaah... udah udah. Mau sampai kapan kalian berdebat masalah melompong seperti itu." Tukas Digta memotong perdebatan Bastian Dan Maman. "Gue udah laper nih!"
Makanan mereka datang setelah lima belas menit mereka menunggu. Dan tidak perlu menunggu lama Mereka menyapa hidangan menggoda rasa lapar mereka. Digta terutama yang dengan lahap menikmati makanan cepat saji yang menjadi pilihan utama sebagian besar orang.
Berbeda dengan Digta yang segera menghabiskan makanannya, Riska masih dengan ritual menguliti ayam goreng di piringnya hingga benar-benar tidak berkulit sama sekali. Karena bagi Riska kulit goreng adalah sumber lemak jahat yang bisa melunturkan kekencangan kulitnya.
Maman? Dia... Sebenarnya tidak ada yang berbeda dengan cara makan Maman dari yang lainnya tapi, yang menjadi sangat kentara dari Maman adalah hand sanitaiser yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi. Karena Maman beranggapan sumber kesehatan kita berada pada telapak tangan kita masing-masing. Jadi selama telapak tangan Maman higienis dari bakteri dan kuman dia enjoy menikmati makanannya.
Semua orang menikmati makanan yang dihidangkan kecuali, Bintang. Bintang hanya diam menusuk-nusukan garpu pada ayam goreng yang dia pesan.
"Sayang... tidak baik bermain dengan makanan seperti itu." Seru Bastian mengingatkan Bintang.
"Iya..." Jawab Bintang dengan lesu. "Bas, boleh aku memesan yang lain. Aku ingin makan sup."
Bastian memandang sekejap wajah istrinya. Sementara itu Ketiga teman Bastian dengan kompak memandang curiga pada keinginan Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOUR
Randomhai pembaca semua. perkenalkan panggil aja gue Hill. ini cerita pertama gue di wattpad. inspirasinya sih dari sitkom tetangga masa gitu. cuma genrenya romansa sejenis. garis besarnya sih tentang beratnya perjuangan Bastian untuk menghilangkan perasa...