Capter 19 "Aku Sakit dan Aku Mencintainya"

3.1K 137 25
                                    

[Author~pov¤]

"Bin..."

Ria turun dengan pakaian rapih siap berangkat ke kantor. Dengan celana kain biru tua serta atasan tanpa kerah dia padukan dengan blazer hitam dibawah pinggang. Dan sebagai pemanis sebuah neckless emas menggantung indah. Ria berjalan ke luar ruang tv menuju kolam renang. Menghampiri Bintang yang tengah berbaring santai disamping kolam.

"Aku sudah siapkan sarapan mu di meja makan." Ria duduk di samping Bintang. "Bin, makanlah walau sedikit. Kasihani jabang bayi dalam perutmu itu, diabutuh makan. Sudah beberapa hari ini kamu samasekali tidak menyentuh makananmu. Lihat wajahmu, lusuh parah. Kamu sudah seperti mayat hidup Bintang..."

"Biarkan saja aku kelaparan. Biar anak dalam perutku ini tidak pernah terlahir ke dunia ini." Ucap Bintang sambil menerawang tidak jelas. "Aku nggak tahu harus bercerita apa padanya jika besar nanti. Bagaimana jika dia bertanya, ayah mana? ayah sedang apa? atau kenapa ayah bersama dengan...."

"Bin..." Ria memotong ucapan Bintang. "Jangan pernah berpikir sekalipun dalam hidupmu untuk menelantarkan janin yang tidak bersalah itu. Dia tiak bersalah Bintang! Bahkan dia belum lahir. Apa yang sudah dia lakukan padamu hingga kamu menghukum janinmu itu?!"

Ria sedikit berwajah bengis pada Bintang. Gerah dengan tingkah laku Bintang yang seolah olah dunianya benar-benar berakhir. Namun, hal itu hanya sekejap. Sekejap kemudian Ria melembutkan wajahnya meraih tangan Bintang. Menatapnya dalam dan serius.

"Bin... dengerin aku." Seru Ria yang diikuti dengan respon Bintang menoleh ke arah Ria.

"Kita dilahirkan di dunia ini bersamaan dengan catatan takdir kita yang tidak bisa kita ubah. Aku percaya dengan takdir. Tapi, Aku tidak setuju dengan anggapan manusia bisa merubah takdir. Karena menurutku, kita hanya bisa berusaha mengikuti proses kemana takdir itu tertuju. Sekarang kau sedang menjalani proses takdir itu. Takdir yang tidak ada satupun yang mengetahui kecuali Tuhan." Ria menarik dalam napasnya. Bintang masih memperhatikan Ria. Mendengarkan.

"Aku memang tidak berpengalaman tentang pernikahan. Tapi yang aku tahu setiap pernikahan, setiap hubungan pasti ada guncangannya. Sekarang perahu pernikahanmu yang indah itu tengah menemui badainya. Kamu sebagai awak perahu tidak seharusnya meninggalkan perahumu larut dalam gelombang itu. Kamu harus menyelamatkan perahumu sebelum hancur termakan gelombang."

"Aku nggak bisa, Ri. Aku nggak kuat mempertahankan perahuku sendirian." Bintang terisak kembali. Airmatanya mengalir bagai embun menetes dari ujung daun.

"Siapa yang bilang kamu sendirian. Bastian ada bersamamu Bintang." Ucap Ria menyakinkan. "Apa kamu tidak melihat dia terjatuh kesana kemari mencoba menyeimbangkan semuanya menjadi normal lagi."

Mendengar pembelaan Ria Bintang melepaskan tangannya dalam genggaman tangan Ria. Pandangannya kembali menatap lurus tak berujung.

"Menyeimbangkan semuanya?! Justru dia yang menghancurkan semuanya." Tukas Bintang pada Ria. "Semua yang dia lakukan hanya bentuk penyesalannya saja."

"Ok kamu membenci Bastian sekarang, tapi haruskah kamu membenci jabang bayimu itu?. Bukankah kamu ingin membahagiakan semua orang dengan kehadiran jabang bayi itu? Orang tuamu khususnya." Ucap Ria sambil beranjak dari duduknya. "Kamu pikirkan lagi, Bin. Jangan sampai kamu menyesali semuanya."

Setelah perbincangan pagi yang panas itu. Bintang tidak berbuat banyak pada harinya. Dia makan tapi cuma sedikit. Waktunya lebih banyak dia habiskan dengan melihat tv, melamun, dan sesekali dia membaca buku bacaan milik Ria yang kebanyakan novel romance.

Permasalahan selalu bisa membuntu jalan pikir kita. Bahkan melupakan sesuatu yang dulu menjadi adict kita sendiri. Dulu Bintang dikenal sebagai sang pengusaha, tapi sekarang menengok sekejap saja dia enggan. Pekerjaan Bintang mangkrak begitu dia tertimpa bara neraka dalam rumah tangganya.

NEIGHBOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang