2

2.7K 192 1
                                    

Thania Pradithama

⠀⠀Ponselku kembali berbunyi, dan memunculkan pesan dari Om Ardi.

[Om Ardi: Than, kamu udah ngecek?]

Tapi jujur saja, aku takut. Mungkin itu hanya jebakan? Oh, tidak mungkin. Bahkan Nizar tak pernah tau bila selama ini aku mendampinginya dalam diam. Aku tidak boleh parno duluan.

Duh, tapi aku deg-degan banget. Habisnya, baru kali ini aku lihat Nizar sengibrit itu pas naik motor.

Dengan ragu, aku melangkahkan kakiku ke dalam halaman rumah itu. Pintunya sedikit terbuka. Oke, pelan-pelan, aku harus membuka pintunya dengan sangat hati-hati.

Setelah pintunya benar terbuka, aku hanya melihat lantai keramik berdebu yang sudah banyak yang retak dan beberapa pintu.

Memang benar. Kosong sekali. Rumah ini kosong.

Sumpah, aku benar-benar merasa seperti orang yang lancang, masuk ke rumah orang tanpa izin.

Oke, ini demi Om Ardi. Aku yakin dia, maksudku Nizar, ada di sini. Yakin sekali.

Samar-samar, aku mendengar suara laki-laki yang sedang menangis sesenggukan. Lamat-lamat, tangisan lirih itu menjadi erangan.

Gila, apa yang dia lakukan di rumah kosong begini? Narkoba?

Aku mencari-cari sumber di mana suara itu berasal. Ada satu pintu yang terbuka, dan menampakkan sosok Nizar di sana sedang menutup wajahnya.

Ada bercak darah di sekitarnya. Pergelangan tangan kirinya meneteskan darah. Pisau ada di sampingnya berlumuran darah.

Hatiku mencelus tidak keruan. Sesaat, di pandanganku hanya ada darah, darah, darah, dan wajah Nizar yang memucat.

Setelah sadar, napasku memburu dan aku buru-buru menghampiri Nizar dengan panik yang bukan main, berlutut di sampingnya. Dia terus mengerang kesakitan dan menangis. Tidak bohong, aku benar-benar bingung harus apa. Perasaanku kacau balau.

Tangisannya mereda, lalu menghilang, seraya tubuhnya terkulai lemas ke dalam pelukanku. Ia tidak sadarkan diri.

Sesaat aku terdiam, wajahku memanas dan mataku benar-benar perih.

Dengan tangan yang mulai berlumur darah, aku mengetik dengan gemetar.

[Thania P.: Nizar melukai tgnnya sndiri dan aku curiga urat nadinya ikut triris krn darahnya tdk mau brhnti mengalir. Skrg nizar tdk sadarkan dri. Tlg bantu aku]

Aku membetulkan posisi dudukku dan menaruh kepala Nizar di kakiku, sembari menunggu ambulans datang. Aku benar-benar tak bisa apa-apa. Tak bisa berkata apa-apa. Rasanya ingin menangis saja.

Aku menangis tergugu sembari terus mengelus kepala Nizar. Aku ingin terus seperti ini, tapi tidak dengan kondisi ini. Dan kenapa Nizar berbuat begini?

Tidak lama setelah itu, ambulans datang dan langsung mengangkut Nizar ke rumah sakit. Tadinya aku sempat ditawarkan untuk ikut oleh Om Ardi, tapi aku hanya bilang bahwa aku baik-baik saja, beralasan seseorang akan menjemputku nanti. Nizar mana boleh tahu kalau aku menyelamatkannya demi ayahnya yang telah 'menyewaku' untuk menjadi penjaganya.

Aku kembali berjalan ke ruangan tempat Nizar menangis. Srak! Aku mendengar bunyi kertas diinjak. Secarik kertas yang terletak di ujung kakiku menarik perhatianku.

Kalau dokter bilang hidup tinggal sebentar lagi, gimana? Nizar jadi kangen banget sama ibu. Kenapa ibu bisa-bisanya duluan ke surga tapi nggak pamitan dulu sama Nizar?

Halo, Tiga DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang