Chapter 7 "Kubuatkan Untukmu"

4.5K 214 70
                                    


Suasana di dalam perpustakaan seketika bertambah hening, bahkan suara detik jam sampai terdengar kencang di telingaku. Tak adanya pengunjung lain selain kami bertiga bukan satu-satunya alasan.

Yang paling membuatku dan Bella terhenyak adalah apa yang baru saja Nia katakan.

"Aku cuma penasaran. Dari percakapan kalian tadi, apakah benar kalau kalian tinggal bersama?"

Nia kembali mengulangi pertanyaanya. Aku dan Bella masih diam seribu bahasa. Wajah kami kaku dengan mulut terbuka dan mata melebar. Aku menoleh pada Bella. Sepertinya dia tak tahu apa yang harus ia jawab, bahkan wajahnya saat ini seakan hendak mengatakan "Tolong aku!"

"Jangan minta tolong padaku, bodoh! Ini semua salahmu yang terlalu banyak bicara."

Aku terus mengumpat dalam hati, walau kutahu kata-kataku ini tak akan didengarnya kalau tak langsung kusampaikan. Kulirik ke arah Nia, dia memasang wajah polosnya dan terdiam seolah menunggu kami angkat bicara.

Tanganku gemetaran. Peluh keringat mengucur dari sekujur badanku. Mataku berkali-kali kuarahkan ke samping agar tak bertemu dengan mata kebiruan milik Nia.

"I-Itu tidak mungkin, Nia! Mana mungkin kami berdua tinggal bersama! Kami berdua kan masih anak SMA."

Aku menjawab dengan sedikit tertawa yang dibuat-buat. Untuk meyakinkanya aku harus bertingkah sealami mungkin. Tapi sepertinya sikapku terlalu jelas untuk orang yang sedang mencoba berbohong.

"Ohh... begitu, ya? Maaf, aku sudah salah paham."

Dia percaya....!!!? Dengan polosnya dia percaya begitu saja tanpa berpikir dua kali. Seharusnya aku senang dia mempercayai bualanku. Tapi entah mengapa aku malah menepuk jidatku sendiri.

Tapi terserahlah.... Yang penting dia percaya.

"Lalu apa maksud dari ucapan Bella tadi?"

"Yang mana?"

Aku balik bertanya pada Nia. Karena dia kurang spesifik menyebutkanya.

"Bella bilang kau sering menyentuh dadanya waktu tidur."

Mampus...!!! Harus bilang apa aku sekarang? Bella masih terdiam dalam kesunyianya. Sepertinya dia tak berkutik dan ingin menyerahkan semua ini padaku.

Lupakan soal menyentuh atau tidaknya. Yang harus kujelaskan adalah bagaimana aku dan Bella bisa tidur bersama. Tak mungkin aku bilang kalau kami sudah menikah, karena itu sama saja membongkar rahasiaku dengan Bella. Karena itulah aku harus memikirkan alasan lain yang lebih logis.

"Sebenarnya waktu itu aku pernah berpapasan denganya di bus kota dalam perjalanan pulang. Lalu saat dia tertidur di sampingku.... a-aku... aku... meraba dadanya sampai aku puas...!!! Hahaha...."

"KAU MELAKUKANYA....!!!???"

Bella yang sejak tadi terdiam kini mengganas. Dengan tatapan berapi-api yang ia arahkan padaku. Ia juga mengepalkan tinjunya dengan kuat seakan hendak memukul samsak. Tinju itu... aku sudah tahu rasanya beberapa kali saat berada di rumah.

Segera kudekatkan mulutku ke telinganya dan berbisik pelan agar Nia tak mendengar apa yang akan kukatakan. Karena tinggi badanya, aku jadi harus sedikit membungkukan badanku.

"Bisakah kau tetap diam? Aku melakukanya demi menutupi kesalahanmu, bodoh!"

Bella terdiam sejenak. Mungkin dia sedang berpikir sejenak dengan kepala dingin. Aku kembali melemparkan pandanganku pada Nia yang terlihat kebingungan.

"Jadi begitulah, Nia...! Itulah yang terjadi."

"A-Aku tidak tahu kalau kau orang yang seperti itu."

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang