Chapter 44 "Pernyataan yang Tidak Diduga"

2.4K 152 88
                                    

Aku menahan pikiranku keluar. Meskipun aku tahu kata selanjutnya, aku ingin menyangkal tentang itu sekarang.

Untuk seorang cowok yang selalu jomblo di sepanjang hidupnya, mengalami banyak kejadian romantis dengan seorang gadis manis pastilah akan membuat jantung berdegup kencang dan banyak efek lainnya.

Tapi aku ragu jika perasaan yang ada dalam hatiku ini adalah perasaan romantis.

Kutarik napas panjang dan mencoba untuk menjernihkan kepalaku. Kubuang pikiran itu jauh-jauh. Saat ini aku tidak ingin memikirkan tentang hal itu.

Sepertinya sudah cukup lama aku di sini, akan tetapi aku masih tidak ingin kembali lagi ke ruangan Bella. Zidan dan yang lainnya pasti akan mengejekku lagi.

Walau agak bosan, sepertinya aku harus di sini lebih lama lagi.

"Sena, sedang apa kau di sini?"

Mendadak sebuah suara perempuan masuk ke dalam telingaku dari belakang. Aku pun buru-buru menengok ke arah sumber suara itu.

"Bodoh! Daripada mengejarku seharusnya kau—"

Aku langsung menghentikan kalimatku begitu mendapati orang yang memanggilku tadi bukanlah orang yang kuharapkan.

"Maaf ya, aku bukan Bella!" ujar Nia sambil melempar senyum manis.

"A-Aku juga tidak sedang mengharapkanya, kok!"

Entah mengapa tingkahku berubah menjadi tsundere seperti Bella. Rasanya waktu yang telah banyak kuhabiskan bersamanya membuat sifat yang menjadi ciri khasnya itu menular padaku.

"Fufu ... kau sangat mudah ditebak."

"K-Kenapa kau kemari? Mau menyuruhku kembali ke sana dan menggodaku lagi seperti tadi? Kalau iya, aku tidak mau!" ujarku dengan sedikit tegas.

Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku bersikap keras padanya. Namun gadis itu tidak ketakutan, ia malah kembali melempar senyum manis bagaikan malaikat.

"Sena ... mau jalan-jalan?"

***

Bayangan wajahku terpantul jelas di atas permukaan danau yang jernih bagaikan cermin. Dedaunan pohon yang tumbuh di pingir danau jatuh ke atas air dan mengambang seperti perahu kertas.

Tempat yang sangat indah. Aku tidak pernah tahu jika rumah sakit memiliki halaman belakang yang menakjubkan seperti ini.

"Ini sangat indah, ya!?"

"Hmm, kau benar!"

Aku menjawab singkat diikuti dengan anggukan kepala.

"Mengapa kau mengajakku kemari?"

"Aku hanya ingin melihatnya bersamamu."

Berbanding terbalik denganku yang sangat terkejut, Nia mengatakan itu dengan tenang dan santai.

Hoi, kalau kau mengatakan hal itu dengan ekspresi yang manis begitu bisa membuatku salah paham, tau!

"Ah, maksudku kau tadi terlihat sedang tertekan, makanya aku mengajakmu kemari untuk menenangkan diri."

Nia buru-buru menjelaskan maksud yang sebenarnya padaku. Membuat perasaanku jadi hancur dalam sekejap karena tidak mendapat ekspetasi yang kuinginkan.

"Ooh ... begitu," jawabku dengan tertawa kecil.

Kami berdua melemparkan pandangan kami ke arah danau yang berada di depan kami. Entah mengapa saat melihat danau ini aku merasa hati dan perasaanku menjadi tenang. Mungkin karena suasana yang harmonis ini yang membuatnya seperti itu.

"Sena ...!"

"Iya?"

Aku menolehkan wajahku ke arah Nia. Aku berhadap mata kami bertemu saat memanggilku. Namun kenyataanya pandangan mata Nia masih mengarah ke danau.

"Kau benar-benar peduli pada Bella, ya!?"

"Hah, apa maksud dari ucapanmu itu?"

Aku langsung menyanggah perkataanya.

"Saat keluar dari hutan matamu ... terlihat berbeda. Itu adalah pandangan seseorang yang telah berjuang keras. Tidak ada rasa lelah atau pun keputus-asaan di wajahmu. Yang ada hanya kesungguhan yang terpancar jelas di matamu. Ini adalah pertama kalinya aku melihatmu seperti itu. Kukira aku melihatmu sebagai orang lain," ucap Nia.

Ia menolehkan wajahnya padaku sembari melempar sebuah senyum tipis.

Tapi kau salah.

Saat itu aku juga sempat putus asa dan hilang harapan. Berharap ada keajaiban yang datang pada kami. Saat itu aku telihat lemah. Aku terlihat seperti pengecut yang mudah menyerah.

Tapi semua keputusasaan itu sirna karena kehadiran seorang gadis di sisiku. Ya, itu adalah Bella. Gadis itu lah yang memberiku harapan agar tidak menyerah.

Keberadaan gadis itulah yang telah menjadi kekuatan hidupku. Ia bagaikan sinar matahari yang memberiku nafas untuk hidup. Dan di saat aku memikirkanya ... entah mengapa dada ini terasa mau meledak.

"Kau menyukainya, ya?"

"Hah!? Apa!? A-Aku tidak ... aku gak punya perasaan apa pun padanya, tahu!!"

"Kamu kan gak perlu berteriak seperti itu," ujar Nia sembari mundur selangkah dan menutup kedua telinganya.

Mungkin karena reaksi spontanku yang terlalu berlebihan yang membuatku tidak sadar menaikan nada suaraku.

T-Tapi tentu saja, kan!? Aku harus bereaksi apa lagi selain menyanggah ucapannya dengan keras?

Aku tidak menyukai Bella. Semua keanehan yang terjadi pada diriku ini pastilah sebuah kesalahan di mana aku keliru membedakan rasa cinta dan terima kasih.

"Serius nih?"

Nia sedikit mencondongkan badannya untuk melihat reaksi dari kedua mataku.

"T-Tentu saja, bukan!? Jangan bertanya hal yang sudah jelas."

"Kalau begitu tidak apa-apa, kan? Kalau aku memintamu untuk menjadi kekasihku?"

==========================================

Author's Note:

Sorry kemaren gak update krn kesibukan di dunia tempat gw hidup haha.

Dan mulai chapter sekarang udah mau klimaks cerita. (Bentar lagi keluar :v)

Jadi tetep tungguin terus ceritanya, ya. Makasih udah mau baca ceritaku yang amburadul begini XD.

#Flag_Nia_Berkibar

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang