Chapter 17 "Langkahku Selalu Menuju Padamu"

3.4K 184 32
                                    



Dalam sejenak, aku masih menahan napas dan kata-kata di tenggorokan. Hembusan napasnya terasa menggelitik di permukaan kulit leherku.

Mata biru cerah seperti langit yang membentang memandangku dengan kuat seakan memperbesar niatnya padaku.

Sementara di kepalaku masih berputar ratusan pertanyaan tentang apa yang akan ia lakukan padaku.

"Aku ingin kau... bermain kartu denganku."

"Eh!? Apa?"

Bertolak belakang denganku yang heran bercampur kaget, Shella mengatakan hal itu sembari tersenyum lebar.

Aku mengerutkan dahiku sambil memasang wajah yang mungkin akan terlihat bodoh olehnya.

"Ya ampun! Kau mengajakku ke rumahmu hanya untuk mengajarimu bermain game?"

"Ayolah! Temani aku bermain!"

Shella menarik-narik lenganku dan merengek seperti anak kecil yang meminta permen pada ibunya. Pandangan ibanya menatap lurus kepadaku. Entah kenapa dari matanya keluar efek 'bling-bling' seperti ratusan bintang.

Meski dia sering menggodaku dengan lelucon dewasa, gadis ini punya sisi kekanakan yang mampu meluluhkanku.

Kutepuk jidatku karena kelakuannya. Seharusnya aku sudah tahu kalau sejak awal Shella hanya bermain-main saja denganku. Meskipun begitu, aku tetap tak bisa marah padanya.

Karena dia tak berniat buruk padaku.

"Baiklah, mungkin ini bisa menghabiskan waktuku...."

"Asyiiiik...!"

Dan begitulah ceritanya bagaimana aku berakhir dengan menemaninya bermain kartu.

Entah karena suasananya yang menyenangkan, kamarnya yang nyaman, atau Shella yang supel dan enak diajak ngobrol aku jadi tak sadar kalau sudah menghabiskan tiga setengah jamku di kamar seorang gadis.

Hingga langit petang membentang dan dihiasi garis-garis cahaya oranye yang membelah angkasa, aku baru sadar dan menengok jam dinding yang tergantung di kamar ini.

"Whoa! Sudah sore ternyata! Maaf, Shella! Aku mau pulang sekarang!"

Tepat saat aku hendak beranjak pergi, aku merasakan tarikan kuat pada lenganku.

Ini mirip dengan kejadian saat di depan hotel sebelumnya. Hanya saja kini aku berada di kamar Shella dan gadis ini sedikit lebih dekat denganku hingga aku bisa merasakan kehangatanya dari kulitnya yang menyentuhku.

"Tolong jangan pergi dulu!"

"Eh, tapi ini sudah hampir malam. Aku tak enak kalau berada di kamarmu terus."

"Ikutlah makan malam bersama kami dulu!"

"Tidak usah, makasih! Aku akan segera pergi."

"Sena... apa kau sebegitunya tak ingin dekat-dekat denganku?"

Aku kehilangan kata-kata. Shella menampilkan ekspresi yang sulit dijelaskan. Memang benar aku tak suka dengannya yang suka menggodaku dan mengatakan lelucon berbau dewasa.

Tapi bukan berarti aku membencinya....

"B-Bukan begitu maksudku. Tapi...."

"Kalau begitu kau mau ikut, kan?"

Kugarukan kepala belakang dengan tanganku hingga beberapa helai rambut tersangkut di sela-sela jariku.

Sesaat setelah menghela napas, aku pun langsung mengangguk setuju.

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang