Chapter 30 "Terima Kasih"

2.9K 158 78
                                    


"95...!!?"

Aku masih menatap dengan pandangan tidak percaya pada laporan nilaiku.

Ada kemungkinan kertas laporanku tertukar dengan milik murid lainnya. Tapi setelah memastikan namaku yang tertera di atas kertas, aku langsung membantah pikiranku sebelumnya.

Atau mungkin guru yang memasukkan data keliru. Tapi yang ada di sebelah angka 9 adalah angka 0 dan 8. Sekalipun aku mendapat nilai 85, tetap saja angka itu terlalu besar untuk mata pelajaran yang kubenci.

Dan tidak mungkin aku mendapat nilai 05. Karena jika nilai ulangan hanya terdiri dari satu digit, mereka hanya menuliskannya dengan satu digit pula tanpa angka 0 di depan.

Lagipula setelah Bella mengajariku setiap malam sebelum ujian, aku yakin nilaiku tidak akan serendah itu. Apalagi aku cukup percaya diri sewaktu mengerjakan ujian matematika.

"Maaf, Kak Rina! Apa nilai matematika saya memang benar seperti ini?"

Sesaat sebelum kembali ke bangkuku berada, aku mencoba mengonfirmasinya pada wali kelasku.

"Ah, itu~! Nilaimu memang benar, kok! Jujur, aku juga kaget dengan nilaimu! Tak hanya aku, para guru pun sepertinya terkejut sekali saat kau mendapat nilai hampir sempurna. Tapi kau tidak menyontek, kan!?"

Kak Rina menyudutkan pandangannya padaku sembari memegangi dagunya.

"Ya enggaklah! Lagipula waktu ujian saya duduk di barisan depan. Mana berani saya nyontek!"

Aku memprotes keras tuduhannya.

Saat ujian aku mendapat tempat duduk di barisan paling depan. Hanya orang yang sudah tertular kegregetan mad dog yang berani melakukannya.

Kak Rina pun langsung menghela napas lega begitu mendengar jawabanku.

"Ya sudah, saat ini Kakak percaya sama kamu! Tapi tolong dipertahankan nilaimu, ya!?"

"Iya."

Aku langsung kembali ke bangkuku begitu selesai berbincang dengan Kak Rina.

Pada saat itulah Zidan dengan rasa penasarannya langsung merebut map milikku. Ia menunjukan ekspresi yang sama denganku sebelumnya saat melihat laporan nilaiku.

Matanya melebar seakan hendak meloncat keluar. Ia juga menjatuhkan dagunya lebar-lebar seperti Godzilla yang akan mengeluarkan jurus Laser Beam dari mulutnya.

"Bohong...!!! Ini pasti bohongan, kan!?"

"Tentu saja tidak, bodoh!"

"Dunia... pasti akan segera kiamat!!"

Berkat kegaduhan yang ditimbulkan oleh Zidan, seluruh kelas pun langsung terguncang. Kondisi kelas ini seperti baru saja mendengar kabar tentang kota Bogor yang baru saja diterpa gelombang tsunami.

Mustahil. Mimpi. Aneh.

Tiga kata itulah yang banyak kudengar saat ini.

Tidak mengherankan jika kondisi kelas seperti ini, saat orang yang dikenal bodoh tiba-tiba mendapat nilai nyaris sempurna di mata pelajaran yang sangat sulit.

Meskipun aku sudah membantah tuduhan mereka yang mengira aku melakukan kecurangan, tampaknya para murid di kelasku masih tidak percaya. Mereka pun terus memberiku pertanyaan yang sama.

Tentu saja karena keributan yang sudah menggema di seluruh penjuru kelas ini, tidak mungkin jika Bella tidak mendengarnya.

Gadis oranye itu pun menatapku dengan ekspresi tidak senang di wajahnya. Sebaliknya, aku sedikit menyombongkan diri dengan memberinya senyum tipis.

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang