Chapter 21 "Perasaanku"

3.2K 178 57
                                    


Begitu aku merasakan belaian lembut pada pipiku, kubuka kelopak mataku perlahan-lahan. Sentuhannya sangat menenangkan hati.

Dan yang pertama kali kulihat adalah wajah Bella yang terkejut. Matanya melebar. Wajah cantik mulusnya memerah saat aku memandangnya.

Kemudian dia mengepalkan tangannya erat-erat, dan....

*BUGH!

Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, gadis itu melayangkannya langsung ke wajahku. Membuatku terpental hingga terjatuh dari atas tempat tidur.

"Sialan! Apa-apaan sih kau ini...!!? Jangankan ucapan selamat pagi, aku malah dapat tonjokan yang bisa membuat Muhammad Ali pingsan. Apa sih yang ada di pikiranmu...!?"

"I-I-Itu salahmu sendiri yang bangun tiba-tiba. Aku jadi kaget, tahu...!"

Tak mau kalah denganku, Bella justru ngotot seakan tak mau disalahkan. Entah mengapa selalu aku yang salah di matanya.

"Aku bangun karena kau membelai pipiku. Jadi jangan salahkan aku...!"

"Ack...! S-Siapa yang membelai pipimu...!? Jangan mimpi!!!"

"Aku merasakannya sungguhan, tahu! Tak mungkin itu mimpi."

"Fumu...."

Bella bergumam sendiri. Sepertinya dia sudah tak bisa mengelak lagi.

Tapi yang membuatku bingung adalah alasannya melakukan hal itu. Seharusnya dia tak punya alasan untuk membelai pipiku.

Mungkin dia sengaja untuk mengerjaiku saja. Aku tak berani memikirkan hal selain itu.

"Cepat mandi dan bersiap-siap sana!!!"

Belum hilang rona merah dari wajahnya, Bella bertolak pinggang dan mengomeliku. Tampaknya dia sudah tak bisa lagi mengelak.

Tingkahnya sudah seperti seorang ibu saja, padahal ibuku sendiri tak pernah membangunkanku.

Karena dia selalu berangkat kerja pagi-pagi, mau tak mau aku harus bangun sendiri.

Dan karena kebiasaanku yang malas bangun, maka tak wajar kalau aku sudah terbiasa telat.

Tapi semenjak kehadiran Bella di rumah ini, dia membawa sedikit perubahan dalam hidupku.

Aku sudah tak lagi sering bangun telat karena dia selalu membangunkanku setiap paginya.

Juga aku bisa sarapan sehat karena dia yang membuatkanku makanan.

Aku malas mengakuinya, tapi keberadaanya sebagai istri dari pernikahan yang tak kuinginkan tidak terlalu buruk juga.

Beberapa saat kemudian aku sudah mengenakan seragamku dengan rapi. Dan aku segera bergegas menuju ruang makan.

Aroma rempah-rempah langsung tertangkap jelas oleh hidungku begitu sampai di meja makan.

Pagi ini dia memasak soto ayam spesial.

"Bukankah memasak ini butuh waktu yang lama?"

"Memang sih, tapi tak apa-apa. Bukankah kau menyukai ini?"

Katanya sambil menyajikan porsi besar kepadaku.

Ini memang makanan yang kusuka. Tapi memasaknya butuh waktu yang tak sebentar.

Aku menggenggam erat tanganku. Aku sadar walau kami selalu bertengkar setiap saat, tapi dia juga selalu perhatian padaku.

Dibandingkan denganku, tampaknya aku tak pernah sekalipun memperhatikannya.

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang