Chapter 43 "Mungkinkah Aku ..."

2.4K 159 89
                                    

Butuh jeda waktu yang cukup lama untuk Bella meneruskan kata-katanya. Setiap detik aku menunggu, semakin cepat debar jantungku.

"Maaf ... sebenarnya aku tidak ingat sedikit pun tentang kemarin," ujarnya sembari memberi senyum tipis.

"Eh, sungguh?"

Bella membalas dengan anggukan.

Melihat dari wajahnya yang polos dan tanpa keraguan, aku yakin bahwa ia mengatakan yang sebenarnya.

"Memangnya apa yang kukatakan??" tanya Bella sembari menelengkan kepalanya.

"Itu ... aku ...."

Mendadak aku menahan kata-kataku. Aku tidak mungkin mengatakan jika ia bilang cinta padaku kemarin.

Itu terlalu memalukan. Atau kemungkinan ia menganggap aku cuma mengada-ngada saja. Tapi entah mengapa, aku sangat penasaran tentang maksud ucapan Bella sebelumnya.

Kalau dipikir kembali, ini adalah pertama kalinya seorang cewek mengatakan suka padaku. Ingin rasanya kupuaskan rasa penasaranku dengan mengupas tuntas hal ini.

Tapi karena kondisi Bella yang sekarang, tak mungkin aku melakukannya.

"Lupakan! Bagaimana keadaanmu saat ini?"

"Aku sudah bilang baik-baik saja. Kau kan sudah bertanya tentang itu tadi."

"Eh, benarkah?"

Bella mengangguk.

Sepertinya ini benar-benar menggangguku. Aku jadi tidak fokus dan selalu kepikiran.

"Apa yang kukatakan padamu kemarin begitu penting?" tanya Bella dengan menyudutkan pandangan curiga padaku.

"Tidak begitu penting, sih. Cuma hal kecil. Tapi apa boleh buat kalau kau tidak ingat."

Aku menyisipkan senyum tipis serta suara tawa kecil untuk mengelabuinya. Aku tidak ingin membuatnya khawatir lagi, karena itulah aku sudah memutuskan untuk menanyakan ini lagi.

Kalau sudah begini sepertinya tak ada pilihan lain bagiku selain menganggap semua ucapan Bella seakan tidak pernah terucap dari bibir manisnya.

Di tengah percakapanku dengan Bella, aku mendengar suara pintu ruangan terbuka dengan keras. Sepertinya daun pintunya memang sengaja dibanting oleh seseorang.

Dari ambang pintu muncul satu orang bodoh yang masuk sembari berteriak kencang.

"Yoooo ...!!!! Gimana keadaan kalian!!?"

Zidan mengangkat tangannya dan bersuara keras seakan lawan bicaranya berjarak 100m darinya.

"Jangan berisik! Kau mengganggu pasien di rumah sakit ini!"

Kemudian muncul dari belakangnya sang ketua kelas, Febri, juga Shella dan Nia.

"Permisi ...!"

Setelah menutup pintu, mereka berempat melangkah masuk ke dalam ruangan. Mereka membawakan sebuah keranjang yang penuh dengan buah-buahan segar dan berwarna-warni.

"Aku taruh buahnya di sini, ya!?"

Nia menaruh keranjang buah yang dipegang olehnya ke atas meja yang terletak di sebelah tempat tidur.

"Bagaimana kondisimu?" tanya Febri pada Bella yang masih ada di atas tempat tidur.

"Aku baik-baik saja, kok. Terima kasih sudah menjengukku!"

"Syukurlah kalau begitu ...!"

"Kau tahu!? Kami sangat khawatir begitu mendapati kalian tidak kunjung kembali saat berada di hutan kemarin."

"Benar! Kalian menghilang begitu saja tanpa jejak," ujar Zidan menimpali perkataan Nia.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Shella.

"Sedikit kecelakaan saja, kok. Kami terjatuh dari lereng dan tersesat," jawabku dengan santai.

Mendadak suasana di ruangan ini menjadi hening. Semua orang tampak kehilangan kata-kata dan mengarahkan pandangan pada kami.

"Apa ada sesuatu yang terjadi pada kalian?"

"Tidak ada hal buruk, kan!?"

Mereka semua bertanya padaku secara bersamaan hingga aku tak bisa menjawabnya satu per satu.

Senang rasanya memiliki teman yang sangat mengkhawatirkanku, tapi agak merepotkan juga kalau kondisinya seperti ini.

Aku pun mengangkat kedua tanganku dan berusaha untuk meredakan kecemasan mereka.

"Tenang! Semuanya baik-baik saja, kok! Benar, kan!?" kataku sembari menengok ke arah Bella.

"Iya, itu benar!"

Walau sempat ada kejadian yang serius, tapi sepertinya aku tidak perlu mengatakannya pada mereka. Mungkin jika kukatakan justru akan menambah kekhawatiran mereka.

Bella yang sudah mengerti pun, langsung mengiyakan ucapanku.

"Tapi harus kuakui, Sena benar-benar pria sejati kemarin malam!" ujar Zidan yang tertawa kecil sembari mengacungkan jempol padaku.

Apa yang kau maksud itu, sialan!? Cepat beri tahu aku!

Jika aku berdua saja dengan Zidan, aku pasti sudah menggunakan gaya bicaraku yang biasa. Akan tetapi karena di sini banyak orang juga aku tidak mau mengacaukan suasana ini, aku pun bertanya dengan nada rendah.

"Apa yang kau maksud?"

"Masa kau lupa!? Tindakanmu sangat keren saat menggendong Bella waktu keluar dari hutan, padahal kau sendiri terluka!"

"Eh, benarkah!?" Bella menunjukan ekspresi keterkejutannya.

Tapi jika ia tidak mengingat saat digendong olehku, itu artinya dia memang tidak mengingat sedikit pun tentang yang ia ucapkan setelahnya.

"Waktu paramedis menghampirinya untuk mengobatinya, ia berkata 'Tolong rawat dia saja! Orang ini lebih penting dariku!' Entah mengapa aku langsung tersentuh setelah melihat tindakan Sena," ujar Zidan sembari mendramatisir gaya dan nada bicaraku semalam.

"Benar, aku merasa seperti melihat adegan romantis drama Korea."

"Saking tersentuhnya, aku sampai ingin menangis."

"Aaah ... coba saja aku yang tersesat sama Sena. Aku juga ingin mengalami hal-hal romantis seperti itu dengannya!"

Nia, Febri, dan Shella pun turut menimpali. Memang benar aku melakukan itu kemarin, tapi aku melakukannya untuk Bella.

Aku sama sekali tidak menyangka jika hal ini akan membuatku malu, apalagi setelah digoda oleh mereka seperti ini. Aku pun memalingkan pandanganku ke arah lain.

Tapi sesaat kemudian, tubuhku merasakan kehangatan yang terpancar dari belakangku. Di saat aku mengintipnya sedikit, Bella menatapku dengan wajah manisnya.

"Sena, apa itu benar!?"

"I-Iya .... A-Aku melakukannya untukmu! Jadi seharusnya ber—"

"Terima kasih, ya!"

"Eh ...!?"

"Terima kasih sudah menolongku!"

Senyuman Bella memancarkan sinar yang mengisi relung hatiku dengan kehangatan. Lukisan indah pada wajahnya itu menambah kecantikan parasnya yang sangat manis.

Kini aku sadar, setiap kali Bella tersenyum, ia selalu dapat membuat hatiku berdebar-debar seperti ini. Aura merah jambu dan bayangan mawar merah memenuhi ruang pandanganku setiap kali ada di dekatnya.

"Apa jangan-jangan aku ...."


My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang