??? POV
"Aku segera menghubungimu nanti, jika sudah kau temukan orangnya, tanpa basa-basi lagi, ajak dia untuk bergabung, jangan sampai kau kehilangannya lagi.."
"Yes, master.."
Tut.
Kututup handphoneku lalu menatap calon korbanku didepanku. Seorang gadis berumur sekitar 15 tahun, berambut pirang pendek sebahu. Ia tampak ketakutan saat melihatku. Jika saja Master tidak menelpon, aku pasti sudah membunuhnya lima menit lalu.
"Ayo kita lakukan ini, hihihi..!"
Aku menggerakkan tanganku yang memegang pisau dapur yang lumayan besar, dan dengan cepat menerjang tubuh gadis didepanku ini. Kutusukkan pisauku di perutnya lalu mengoyaknya dengan liar, membuatnya berteriak dengan tersendat-sendat.
Aku memasukkan pisauku lebih dalam ke perutnya, hm..aku bisa merasakan gumpalan kenyal disini. Aku menarik pisauku dan tanpa sengaja ikut menarik usus nya.
Gadis ini tampak ngeri melihat ususnya di tanganku, namun ia tak bisa apa-apa, ia kehabisan lumayan banyak darah. Aku menyeringai. Aku menjatuhkan tubuhnya ke tanah, lalu duduk diatas tubuhnya.
"Maaf, tapi kau tak akan bisa melihat lagi.." kataku sambil menusukan pisauku ke mata kiri gadis itu. Gadis itu mengerang, membuatku semakin melebarkan senyumku.
Selesai, satu mata sudah berada di tanganku. Saatnya mengambil yang satunya. Kali ini aku tak akan menggunakan pisau untuk mencongkel matanya, namun menggunakan jariku.
Aku membuka paksa kelopak matanya, ia tampak melawan, namun perlawannya sangat sia-sia. Kumasukkan jari telunjukku kedalam matanya, hm..licin dan kenyal. Kumasukkan lagi lalu aku pun menariknya.
Kini, ia tak memiliki bola mata.
Aku memotong sesuatu berbentuk tali yang melekat di matanya. Aku menggenggam bola matanya itu. Ia kini tak bergerak.
"Hehh, sudah mati?" Gumamku. Aku menusuk-nusuk dada gadis ini hingga tak berbentuk.
Aku beranjak berdiri dan pergi meninggalkan mayatnya. Adikku pasti sangat terkejut mendengar kabar kematiannya.
Kina POV
Kukuruyuuuuk~
Suara ayam tetanggaku membangunkanku dari tidurku yang lelap. Aku masih berada di sofa di ruang keluarga. Aku menoleh ke sebelahku, Ze sudah tak ada di tempat.
Eh?! Kemana dia?!
Ah, mungkin ia sudah pulang.
Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Beberapa liter air mineral aku tengguk. Aku meletakkan gelasku ke tempat cuci piring. Lalu aku segera berjalan menuju lantai dua, kamarku dan kamar mandiku.
"Selamat pagi!!" Kata sebuah suara yang kukira sudah angkat kaki dari rumah ini.
"Z--ze? Kamu masih disini?" Tanyaku. Ze yang berdiri menyandar di tembok dekat tangga mengangguk. "Tentu saja aku masih disini. Ngomong-ngomong, aku sudah mandi, kau mandi-lah, aku akan mengantarkanmu ke sekolah." Kata Ze. Urk, dia ini seenaknya memerintah. Eh? Tunggu, apa itu dimulutnya? Sebuah sikat gigi bergagang merah, itu kan..
"ITU KAN SIKAT GIGIKU?! Kenapa kau pakai?" Tanyaku setengah histeris. Tentu saja aku histeris, itu sikat gigi kesayanganku.
"Oh? Ini sikat gigimu ya? Kenapa aku pakai, karena warnanya merah." Jawab Ze santai sambil mengangkat bahu.
"Hanya karena itu?!" Tanyaku marah. Ia mengangguk.
"Sudahlah! Cepatlah mandi!!" Perintah Ze. Urk..dia ini siapaku sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy Was a Killer
Mystery / Thriller[TAMAT] "Dia pembunuh yang manis..." [Baca 'Dead End' untuk cerita yang lebih baik]