Chapter 11 - Rival

8.4K 562 25
                                    

Jeff POV

Aku sedang berada di semak-semak dekat suatu perumahan. Yang aku tahu, salah satu rumah di perumahan itu adalah rumah Zebel. Dan menurut informasi dari Slendy, Ze tidak selalu tinggal dirumah.

"Merepotkan sekali kau bocah.." geramku dalam hati. Aku masih bersembunyi di semak-semak. Tak ingin ada seseorang yang menemuiku atau melihatku. Jangan tanya kenapa, wajah cantik ku ini dapat membuat seseorang yang melihatku akan jatuh hati(?). Atau lebih tepatnya, jatuh pingsan.

"Jeff..." suara di kepalaku memanggilku. Aku kenal suara ini dan juga mengenal siapa yang menggunakan telepati untuk berkomunikasi denganku.
"Ada apa Slenderman?" Tanyaku santai.
"Aku memintamu berhati-hati.. ada aura pembunuh asing didekatmu.." ucap Slendy. Dengan sigap, ku siapkan pisau kesayanganku dan menatap tajam ke segala arah.
"Apa dia..berasal dari KSN? atau RR?" Gumamku dalam hati.

Semenit kemudian, aku melihat bayangan seseorang, dengan jaket putih dan penuh bercak darah. Ia memiliki kulit pucat sepertiku dan kondisi fisik yang..

Sama sepertiku...

Membuatku terkekeh.

"Dasar peniru..." ucapku sambil memperhatikannya, masih dengan posisi siaga.

"Mengejar target yang sama...kita lihat siapa yang akan mendapatkan senjata hidup itu..." ucapnya sambil terkekeh dan berlari ke arahku. Ditangannya, ia memegang pisau yang berbercak darah yang kelihatannya baru saja digunakan untuk membunuh. Aku juga terkekeh dan menyerangnya.

Ze POV

"A--acho!!" entah kenapa aku bersin.

"Siapa sih, yang bicarain aku?" Ucapku geram sambil mengusap hidungku. Belum lama setelah aku mengatakan itu, kakiku terantuk kaki kursi. Setelah dengan asyik menyumpah serapahi rasa sakit di jari kaki, pandangan ku beralih ke arah tempat tidurku.

Seorang gadis berambut hitam, panjang sepinggang, dan memakai jepit bunga mawar di poninya, tengah tidur pulas. Aku hanya bisa tersenyum.

Kejadian beberapa menit lalu, saat aku memeluknya, dan bukannya membalas ucapan terimakasihku, ia malah tertidur dalam dekapanku, dengan wajah yang memerah, semerah tomat.

"Dasar.." ucapku pelan sambil memainkan beberapa helai rambut hitam panjangnya. Sekarang masih jam 14.45, latihan basket tepat jam 15.00, jadi, dengan terpaksa, aku membangunkan Kina dari mimpi indahnya.

Jika ia bermimpi.

"Hei,bangun putri tidur..." kataku sambil men-toel-toel- pipi Kina pelan. Kina bergerak dan mengerang pelan, lalu membuka matanya dan menatapku sedikit bingung.

"Apaan?" Ucapnya pelan. Aku menghela napas, lalu tersenyum. "Kau mau pulang tidak?" Kataku yang sukses membuatnya sadar sepenuhnya. Ia menepuk dahinya pelan. "Iya ya, kenapa aku malah tertidur disini?" Ucapnya sambil mengusap matanya. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala.

Aku berjalan ke arah meja belajarku; aku tak tahu kenapa ibu membelikanku meja belajar, bukankah ia tahu aku tak membutuhkannya, lagipula kerjaanku apa? Bukan belajar juga, kan?

Arg, baiklah, aku terlalu banyak mengeluh.

Ku ambil kunci motorku, lalu melirik Kina yang..

"Astaga, tidur lagi?!" Ucapku sambil memutar bola mataku. Kuhampiri gadis itu, lalu ku gendong dia ala pengantin. Ia terbangun dan terkejut dengan kelakuanku. Wajahnya mulai merah.

"Turunkan aku!!" Ucapnya sambil meronta-ronta(?). Dengan terpaksa(?), aku menurunkannya. Kina sudah sangat merah, entah karena malu, marah, jengkel, atau karena hal lain. Aku hanya terkekeh melihat ekspresinya.

My Boy Was a KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang