"I Feel What I See." (Hoshi)

2.6K 181 60
                                    

Kalian tahu tidak bahwa orang yang menyenangkan bisa jadi sangat menyebalkan jika sudah bicara dengan seenaknya? Aku tahu hal itu. Sangat tahu karena aku sendiri yang menjadi korban dari si "menyenangkan tapi menyebalkan" itu.

Namanya Hoshi. Pria populer dengan fans dimana-mana di setiap sudut sekolah. Pria humble dan menyenangkan dengan segala pesonanya. Sebenarnya aku tidak mau mengakui, tapi aku merupakan salah satu fansnya. Sejenis secret admirer sebenarnya, karena tidak ada yang tahu bahwa aku menyukainya kecuali teman sebangkuku. Apa kata orang nanti kalau mereka tahu aku menyukai orang yang sering kukatai "pengganggu" itu? Haha tidak bisa dibayangkan.

Aku tidak populer seperti Hoshi. Aku hanya gadis biasa yang bertempat duduk tepat di samping kanannya saat di kelas. Aku hanya gadis yang dia tanya dan mintai bantuan ketika kesulitan mengerjakan tugas. Aku hanya gadis yang diganggunya jika dia sedang tidak ada kerjaan sama sekali. Aku hanya gadis yang...yang tidak tahu harus bagaimana menyikapi perasaanku sendiri terhadapnya sehingga aku selalu marah jika dia menggangguku. Padahal, dia tidak benar-benar ingin menggangguku. Dia hanya ingin terlihat tidak memilih-milih teman, karena hampir semua orang selalu diperlakukan sama. Tapi tetap saja aku tidak tahu harus bagaimana jika dia sudah menggangguku. Huh!

"Nup." Seseorang mencolek pundakku dari sebelah kiri.

Aku berdeham dan menoleh, membuat orang yang memanggilku tersenyum memperlihatkan deretan giginya. Dia mendekatkan bangkunya ke sampingku.

"Ajarin bikin tugas matematika, dong." Pinta Hoshi.

"Hari ini aku gak bisa." Jawabku malas-malasan dan mengalihkan wajahku. Menatap papan tulis kosong di depan.

"Bisanya kapan?" Tanyanya lagi sambil mencolek-colek bahuku, kebiasaannya. Hoshi tidak suka jika lawan bicaranya tidak menatapnya, seperti aku sekarang. Maka sebisa mungkin, dia akan membuat lawan bicaranya berbalik menghadapnya dan memerhatikannya.

"Nggak tau. Aku lagi sibuk." Jawabku masih dengan malas-malasan. Aku mulai membuka buku paket biologi yang ada di depanku, membolak-baliknya.

"Ayo dong sempetin. Aku kan juga mau pinter." Bujuknya masih dengan colekan di bahuku.

"Bisa gak kalo minta ajarinnya sama yang lain? Harus banget aku gitu?!" Seruku sebal. Bukan-bukan, aku sama sekali tidak kesal dengannya. Jistru aku sangat senang saat dia selalu minta diajari membuat tugasnya. Tapi seperti tadi yang aku bilang, reflekku terhadapnya adalah marah. Aku selalu marah jika dia menggangguku seperti ini.

"Ck, selalu aja kayak gitu." Katanya ikutan sebal dan menarik bangkunya kembali ke tempat semula dan beranjak pergi

Aku merasa tidak enak hati jika sudah memarahinya seperti tadi. Aku seperti manusia paling munafik yang menolak kesempatan untuk lebih dekat dengan orang yang kusukai. Masalahny, kesempatan itu datangnya berkali-kali, tqpi responku tetap sama, ya walaupun tidak semuanya kutolak, sih.

"Lo tau kalau dia gak pernah bisa belajar sama yang lain kecuali sama lo, bahkan sama guru, Nup." Suara dari sebelah kiriku membuat fokusku terhadap Hoshi terputus.

Seila menatapku dengan tatapannya yang menyebalkan seperti biasa. "Nupi, lo tau gak kalo lo tuh munafik?" Tanyanya kemudian.

"Tau." Ucapku dalam hati.

"Dia udah dengan jelasnya ngasih kesempatan buat lo, tapi lonya selalu nolak dan menghindar. Kalau dia ngejauh, baru tau rasa lo!" Serunya cepat dan menggebu-gebu.

Aku hanya diam saja sambil masih membolak-balik buku biologiku. Tanpa kubaca.

Apasih yang dia bicarakan?! Dia selalu mengira kalau Hoshi memiliki perasaan istimewa terhadaku hanya karena Hoshi sering meminta bantuanku mengerjakan tugas. Kalau begitu, bagaimana dengan gadis-gadis lain yang sering diacak bicara, diajak jalan, makan, dan berlibur bersamanya? Haha jelas saja aku kalah dengan gadis-gadis beruntung itu! Aku hanyalah tutornya. Ya, aku selalu menyebut diriku tutornya. Dan hal itu berhasil membuat Seila kesel padaku.

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang