Dia berceloteh panjang lebar, ini itu, dari sana ke sini, dari sini ke situ, membuat telingaku yang salah satunya sudah tersumpal earphone merasa kepanasan. Bukannya aku tidak suka, tapi jika kalian ada di posisiku sekarang pun, aku yakin kalian akan merasa dongkol sedongkol-dongkolnya dengan cowok berpipi tembam nan bawel dan menyebalkan yang sayangnya adalah pacarku sendiri. Aku besumpah, jika dia bukan pacarku yang -yah aku agak geli mengatakan ini- aku cintai, maka sudah dari tadi mulutnya kusumpal dengan roti ini yang ada di kotak bekalku.
Pasalnya, dari sejak dia menyusulku di taman sekolah, mulutnya itu benar-benar tidak dibiarkannya untuk beristirahat. dan itu membuatku kesal bukan main. Sebenarnya aku akan dengan senang hati mendengarkan ocehannya yang tidak berguna itu jika aku sedang tidak melakukan apapun. Tapi jelas-jelas dia melihat kalau aku SEDANG MENGERJAKAN TUGAS. TUGAS FISIKA DARI GURU KILLER MENYEBALKAN YANG SUDAH SIAP MELAHAPKU BULAT-BULAT JIKA AKU TIDAK MENGUMPULKAN TUGAS DARINYA.
Seungkwan masih belum mau berhenti berbicara. Bahkan kali ini dia bercerita tentang perjalanan pulang kampungnya tahun lalu sambil mengguncang-guncang lenganku. Aku menghela nafas, meliriknya sekilas dari ujung mataku lalu kembali mencoba fokus dengan buku fisikaku.
"Kamu tau, Ta? Nenek tuh kalo udah marah...beuhhh beringasnya ampun-ampunan. Pernah ya waktu kecil aku ngerusakin taneman kesayangannya, trus aku kabur karena tau nenek bakalan marah. Eh, pas aku ngumpet, aku gak ngerasa ada tanda-tanda nenek nyari aku. akhirnya setelah agak lama tuh, aku pulang. Ehhhhhh, pas buka pintu, sapu lidi udah udah diangkat tinggi-tinggi sama nenek, mau mukul aku. Gila, aku takut banget lah ngeliat nenek seberingas itu. Nahkan akhirnya aku mundur tuh, eh malah aku nabrak tempat sepatu, berantakan deh sepatu-sepatunya. nenek makin kesel tuh, udah jejeritan manggilin " Seungkwannnn!!!!", gitu sampe rasanya gendang telingaku mau pecah. Haaah, tapi gimana pun, aku selalu sayang nenek. Apalagi sekarang nenek udah hidup sendiri, gak ada kakek yang jagain dia. Anak-anaknya kan juga udah punya kehidupan sendiri. Kan, aku jadi kasian sama nenek. Aku jadi kangen nenek, Ta."
Aku mendesah, merebahkan punggungku ke sandaran bangku, membalas tatapan sendu Seungkwan yang habis bernostalgian. Aku menatapnya tajam.
"Ta, apa perlu aku nemenin nenek di sana, ya?" Tanyanya yang membuat dahiku mengerut.
"Ta, pasti nenek seneng banget kalo aku nemenin dia di sana. Kayak pas TK dulu. Kami sering main--hmp!"
Seungkwan sudah akan berceloteh panjang lebar lagi, tapi sebelum itu terjadi, mulutnya benar-benar aku sumpal dengan bekalku. Aku tidak peduli dengan wajahnya yang sekarang sedkit memerah karena kesusahan menelan gumpalan roti dariku. Aku menatapnya, datar.
"Tata! Kamu kenapa kejam banget sama aku?! Parah ya sama pacar sendiri bukannya dibaik-baikin malah dikasarin kayak gini!" Mulutnya mengerucut, tapi belum berhasil membuat raut wajahku berubah.
"Untung aku gak keselek!" Omelnya lagi, kali ini dengan bibir yang dimonyong-monyongkan.
Lagi, aku menari nafas, kali ini lebih keras dan menghembuskannya dengan lebih keras juga.
"Aku tanya," Kataku, sengaja kujeda.
Seungkwan masih cemberut melihatku. Membuatku ingin sekali menabok bibir lucu itu dengan buku tebalku. Ingin kubuat bibirnya tambah lucu karena memerah.
"Kamu tau kan, aku lagi apa?" Tanyaku melanjutkan.
Dia mengangguk sebagai jawaban.
"Trus, kenapa berisik?" Tanyaku lagi, kali ini dengan tatapan yang menyiratkan kalau aku benar-benar kesal dengannya.
"Aku kan cuma mau nemenin kamu, Ta. Biar kamu gak bete ngerjain tugas di sini sendirian! Aku cerita kan biar rame, biar gak canggung kayak orang-orang pacaran lainnya! Aku nemen-"
"Silent," Potongku. Dia kemudian benar-benar menutup mulutnya, membentuknya menjadi kerucut lagi.
"Just silent here, or leave me alone. Just choose, my Seungkwan." Kutekankan kata terakhir, supaya dia bisa berpikir kalau aku benar-benar sedang kesal dengannya.
Iya, dia diam, cukup lama dan membuatku tersenyum tipis. Menatap tuigasku dan kembali berkutat dengan buku-buku itu.
Hanya sesaat, benar-benar hanya sesaat karena setelah itu, dapat kudengar suara menggelegar di depanku menyanyikan lagu sakit hati sambil menangis dan sesenggukan.
-----------------------------------
HAIIIIIII!!! Udah lama banget ya aku gak nerusin ini hehe. Maaf ya teman-teman. Aku mulai benar-benar disibukkan dengan 2 kehidupan yang bikin frustasi. Haaaaah. Tugas kantor, tugas kampus (yang bahkan sampe malem ini belum selesai karena buanyakkkk bgt, padahal selasa udah harus dikumpulin), dan tugas wajib menjadi seorang fangirl T.T Ah aku selalu sedih pas sadar aku adalah seorang fangirl T.T
yaudahlah gitu aja curhatnya. Masih ada kerjaan yang menungguku soalnyaaa huehehehe.
Aku cuma berharap kalian suka aja sama cerita ini. Aku seneng kumpulan oneshot kayak gini masih ada yang mau baca, vote, comment. Hehe, paling seneng itu ya kalo ada yang komentar, komentar yang membangun. Yang bikin semangat buat hidup di 2 dunia. hemmmm.
Ok, Gitu aja. Sorry for typo(s).
Regards,
Aku,
Masa depan pemuda sipit dengan bibir tipis dan wajah yang menyebalkan bulat bulat merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
FanfictionStories of all SEVENTEEN's member. Jangan banyak berharap sama fanfiction ini, karena authornya labil, bisa jadi ff ini juga labil. Karena semua cerita di sini berawal dari sebuah kelabilan. Read enjoyly! xx