Dino menendang kaleng soda yang menghalangi jalannya di trotoar. Wajahnya ditekuk karena rasa sebal. Celana sekolah biru dan sepatunya sudah lusuh karena cipratan air yang tidak sengaja ia dapatkan saat mencoba menyebrangi genangan air bekas hujan pagi tadi. Dino tidak pernah menyebrang sendirian sebelumnya, baru tadi ia berani berjalan sendirian demi menghindari jemputan kakaknya.
Dino adalah anak kelas 3 SMP yang --menurut dirinya sendiri-- masih diperlakukan layaknya anak umur 5 tahun oleh keluarganya. Bagaimana tidak? Ia adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Jun dan Dino (Sorry ini agak gak nyambung karena dr awal ceritanya Jun, aku udah bikin si Didin jd adeknya. Maaf ya😂). Jun yang usianya terpaut 3 tahun dengan Dino pun kadang-kadang masih diperlakukan seperti anak kecil oleh keluarga mereka. Tapi Jun selalu dengan senang hati menerimanya karena merekalah dua anak laki-laki termuda dalam keluarga. Sebaliknya dengan Dino, anak itu sebenarnya senang diperhatikan. Tapi ia tidak senang jika ada orang lain yang melihat dia diperlakukan manja. Menurutnya itu benar-benar akan merusak citranya, terlebih citranya di sekolah.
Dino bernafas lega saat tidak dilihatnya kehadiran sang kakak yang biasa menjemputnya itu. Dengan terburu-buru ia menyetop taksi di pinggir jalan dan menaikinya. Meminta sopir taksi mengantarnya ke sebuah alamat yang berada di kawasan gedung-gedung perkantoran yang menjulang.
Dino ingin bertemu Papinya. Ah tidak, sebenarnya Dino hanya ingin main saja ke perusahaan kepunyaan keluarganya itu. Ia ingin sekali melihat bagaimana kantor itu setelah direnovasi. Katanya, ada ruangan khusus yang disediakan oleh Papi untuknya dan Jun. Seperti ruangan yang akan mereka berdua tempati nanti setelah resmi menjadi pejabat perusahaan tersebut.
Dino sebenarnya sudah lumayan sering datang ke sana, tapi ia tidak pernah diizinkan masuk ke dalam ruangan tersebut sampai ruangan tersebut selesai direnov. Katanya kejutan. Tapi bagaimana pun, rasa penasaran seorang Dino lebih besar daripada rasa takutnya terhadap ancaman sang Papi. Dino lebih memihak pada rasa penasarannya daripada kehilangan boneka baymax yang sebesar badannya. Boneka pemberian dari Jun ketika ia berhasil mendapatkan ranking ke-2 semester lalu.
Dino kabur dari sekolah sebelum Jun datang karena ia tidak mau diceramahi panjang lebar oleh kakaknya itu. Jun kadang-kadang suka menyebalkan memang.
--------
Taksi berhenti tepat di depan pintu masuk gedung bertingkat 7. Ia segera membayar taksi dan keluar dari sana. Disambut sapaan dari security penjaga pintu sebelum masuk melewati pintu utama dan pintu detektor setelahnya. Ia menuju resepsionis yang tengah berdiri dengan senyum ramah yang ditujukan untuknya.
"Selamat siang, Dek Didin." Sapa resepsionis ramah.
"Mbak, panggil saya Dino aja, kenapa sih?" Dino berdecak, mengundang si resepsionis untuk tertawa.
"Papi ada?" Tanya Dino langsung.
"Sepertinya sih ada. Tapi saya coba tanyakan dulu ya, Dek." Jawab si resepsionis sambil menggapai telepon. Dino hanya mengangguk dengan wajah masamnya karena masih saja dipanggil 'Dek'.
Jangan heran kenapa ia bisa dipanggil 'Dek' oleh semua orang. Papi dan Maminya yang menyuruh. Mereka dengan lantang mengatakan bahwa siapapun boleh memanggil Dino dengan sebutan 'Dek Didin', kecuali orang yang lebih muda tentu saja.
"Bapaknya ada, Dek. Tapi sedang meeting."
Dino mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ia segera berjalan ke arah lift dan menaikinya, menuju lantai 6 di mana ruangan Papinya berada. Pintu lift sudah akan tertutup ketika seorang gadis dengan wajah panik dan nafas tersengal menahan pintu dan masuk dengan terburu-buru.
"Dasar pak Jack ngeselin. Gak tau apa gue lagi ngisi perut! Tau kan kalo ini masih jam istirahat!" Gerutu gadis itu sambil merapikan rambut dan bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
FanfictionStories of all SEVENTEEN's member. Jangan banyak berharap sama fanfiction ini, karena authornya labil, bisa jadi ff ini juga labil. Karena semua cerita di sini berawal dari sebuah kelabilan. Read enjoyly! xx