"I Do Love You." (Jun)

1.9K 131 35
                                    

PERHATIAN! CERITA INI SEDIKIT MENGGELIKAN WKWK.

----------

Sudah 2 hari ini dia menghilang. Tidak menghubungiku sama sekali. Aku pacarnya tapi dia sama sekali tidak perduli. Hah, apa sih aku ini baginya? Apakah aku sama sekali tidak berharga untuknya?

Entah ini sudah yang keberapa ribu kali aku mengecek ponselku yang nyatanya tidak ada notifikasi apapun darinya. Sungguh, pria itu begitu menyebalkan! Kenapa aku bisa mencintainya? Kenapaaa?!

Kulempar ponselku ke atas tempat tidur, membiarkannya tergeletak begitu saja di sana. Aku mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku mau mandi untuk mendinginkan kepala.

Aku kesal, marah, tentu saja! Tapi bukan itu yang mendominasi. Aku khawatir dengan orang yang kusayangi itu. Aku takut  telah terjadi apa-apa dengannya.

"Junnnnn! Kenapa ngeselin sih gak ngasih kabarrrr?!" Teriakku frustasi di bawah kucuran air.

-------

Hari ini kelas sangat sepi karena OSIS sedang mengadakan class meeting, membuat semua siswa diharuskan mengikuti acara tersebut. Tapi aku tidak ikut. Aku terlalu malas untuk berpanas-panasan. Lagi pula, mood-ku juga sedang tidak baik. Aku masih memikirkan Jun.

Tadi pagi aku mendatangi kelasnya, tapi kelas itu kosong. Aku mencoba menanyakannya ke club basket--karena dia ikut ekskul basket-- tapi tidak ada yang tahu sama sekali dia kemana. Malah, coach basket juga tengah kelimpungan mencarinya.

"Ini anak kemana, sih? Kangen tau." Gumamku sambil men-scroll chatku dengannya.

Kuletakkan kepalaku di atas meja. Rasanya aku ingin menangis sekarang. Aku kesal, khawatir, dan rindu padanya. Biasanya, dia yang selalu menemaniku ketika mood-ku sejelek sekarang. Tapi sekarang, jangankan menemani, aku malah mulai frustasi karena dia menghilang.

Tak terasa, pipiku sudah basah karena air mataku yang keluar. Padahal aku sudah berusaha menahannya. Aku cepat-cepat menghapus jejak air mata itu dan menenggelamkan wajah pada lipatan kedua lenganku di atas meja. Tapi yang terjadi malah bahuku yang bergetar dan suara senggukan keluar tanpa perintah dari mulutku.

"Loh loh, Haerin nangis? Loh loh, lo kenapa, Rin?" Aku bisa mendengar suara heboh Irma yang menghampiriku lalu duduk di sampingku.

Aku masih saja menangis saat dia mengusap-usap punggungku.

"Jun, Ma." Kataku sambil sesenggukan.

"Jun kenapa? Sakit?" Tanyanya.

Aku hanya menggeleng.

"Trus?" Tanyanya lagi.

"Gatau, Maaaa! Udah hampir 3 hari ini dia gak ada ngabarin gue, gak ada nongol depan gue, sampe temen-temennya pun gak tau dia dimana dan kenapa!" Aku masih sesenggukan.

"Gue ini dianggep apa sih sama dia? Harusnya kan dia ngabarin gue. Bilang dulu kek gitu kalo dia mau ngilang! Seenggaknya kan dia gak bikin gue khawatir kayak gini!"

"Gue takut dia kenapa-napa, Ma! Ish gue kesel sama Jun! Hiks."

Aku memukul-mukul meja dengan pelan masih sambil terus menangis dan tanpa mengangkat kepalaku dari meja.

"Gue sayang sama dia, Ma! Kenapa sih dia gak ngerti?! Kenapa dia gak ngasih gue kabar! Kenapa coba? Apa dia gak sayang sama gue?!"

"I do love you, Rin."

Aku berhenti menangis ketika suara itu tiba-tiba terdengar dan juga elusan lembut di rambutku terasa. Ku angkat sedikit kepalaku lalu mengusap pipiku dengan tangan dengam brutal, mempuat pipiku terasa panas dan merah

"Duh kasian pipinya merah." Tangan yang tadi mengelusku kini berpindah mengelus pipiku yang lembab. "Duh, matanya bengkak, lagi." Katanya sambil menghadapkan tubuhku kepadanya, lalu mengusap-usap mataku dengan ibu jarinya.

"Segitu khawatirnya ya sama aku?" Jun tersenyum, manis.

Tapi aku tidak membalas senyumnya yang biasanya selalu menghipnotisku untuk ikut tersenyum juga. Aku justru menatapnya tajam dengan mata merah dan bengkakku.

"Maaf ya sayang." Jun mendekat, mengecup kedua kelopak mataku yang masih basah. "Jangan nangis lagi ya, aku kan udah di sini."

Mataku justru berkaca-kaca lagi ketika dia bicara begitu.

"Loh kok malah mau nangis lagi, sih?" Jun kaget, tentu saja.

Aku akhirnya menangis lagi. "KAMU KENAPA GAK NGASIH KABAR? KAMU KENAPA NGILANG?! AKU KHAWATIR! AKU KESEL! AKU TAKUT! KAMU KENAPA NGESELIN?!" Jeritku sambil memukul dadanya.

Jun menahan tanganku lalu menarikku kedalam pelukannya. "Aku minta maaf, Rin. Dek Didin sakit 3 hari yang lalu, giginya infeksi, dia harus dibawa ke Singapur kata dokter Sam."

(Dek Didin itu Dino, adikya Jun. Dan dokter Sam itu dokter gigi pribadinya Dek Didin. FYI.)

"Aku ikut sama Mami ke Singapur karena Papi lagi ke luar kota dan gak bisa ikut." Jun mengelus rambutku. Membuat tangisanku agak mereda.

"Bodohnya, handphone-ku ketinggalan di rumah karena buru-buru. Aku inget pas udah sampe bandara. Mau minjem hp Mami, tapi lupa nomer baru kamu. Lagian hpnya Mami selalu dipake buat nelfonin Papi." Dia berhenti, tapi masih memelukku.

"Kamu maafin aku kan?" Tanyanya yang tidak kujawab.

Dia melepaskan pelukannya dan menatapku dengan mata bersalahnya. "Maaf?"

Aku cemberut. "Awas kalo lain kali gak ngabarin lagi!"

Jun tersenyum. "Iya iya sayang." Katanya sambil mendekat ke arahku.

Dia mengelus pipiku lagi, masih tersenyum. Aku membalas senyumnya, dan itu membuatnya semakin mendekat.

"I love you, I do love you."

Dapat kurasakan nafasnya ada di atas pucuk hidungku. Aku tahu apa yang setelahnya akan terjadi, maka dari itu, ku pejamkan mataku.

Tak berapa lama, kurasakan benda kenyal itu menempel di atas bibirku, rasanya hangat. Hanya menempel dan tidak ada pergerakan sama sekali.

Tapi suatu kesadaran membuatku melepaskan bibir kami dan mendorong Jun menjauh.

"IRMA MANA?!" Tanyaku dengan mata melotot.

"ANGGEP AJA GUE GAK LIAT KALIAN NGAPAIN BARUSAN!" Suara teriakan Irma dapat kudengar dari pojokan kelas. Aku menoleh ke sana dan mendapatinya sedang berjongkok di antara meja dan kursi.

"AH MAMAJONG LO NGAPAIN?!"

---------

A.n.

Aku kok ketawa ngakak ya pas bikin oneshot ini yaampun?!

Gimana ya, menjijikan gak sih ceritanya? Wkwk. Aku baru pertama kali loh buat kiss scene kayak gini sumpah.

Dan buat kakak-kakak yang namanya aku pinjem, maapin ya kalo ini embarrassing banget huhu. Masih amatiran :(

Sorry for typos

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang