Sabtu pagi.
Waktunya kembali tidur setelah sarapan dan mandi pagi.
Yeay.
Kutarik selimut yang sebelumnya sudah dilipat, bersiap untuk membungkus tubuhku dan kembali tidur. Ah, Sabtu pagi memang cocok untuk istirahat, apalagi kalau cuacanya sedang hangat seperti sekarang ini.
Aku mengambil guling dan memeluknya, posisiku setengah tengkurap, posisi paling nyaman.
"Bismikaallahumma ahyaa wa bismika amuutu." Ucapku dengan tangan menengadah. Lalu bener-benar bersiap tidur.
-----
Sesuatu seperti terjatuh tepat di atas mukaku. Tidak berat sih, tapi cukup membuatku terganggu dari tidur yang kurasa nyenyak. Mengernyit dalam saat kakiku terasa ditendang dan aku berguling, lalu langsung duduk di kasur. Kepalaku pening. Aku tahu kalau sedang dibangun-paksakan.
Oke, aku sedikit membuka mataku saat posisi dudukku sudah nyaman, bersila di atas kasur dan menyangga kepalaku yang masih pusing. Dan yang kulihat adalah Jeonghan sedang melepaskan kancing-kancing kemejanya dan menatapku dengan malas, kubalas tatapannya dengan lebih malas.
"Ganggu aja, bahlul." Makiku lemas dan berniat kembali tengkurap untuk melanjutkan tidur. Masa bodoh dengan matahari yang nyatanya sudah menusuk mata dari jendela yang tirainya ternyata sudah dibuka.
"Bangun, atau gue seret pake tali tambang?" Dari suaranya sih, aku tahu kalau dia sebal. Tapi terserah lah, aku masih ngantuk sekali.
Kudengar Jeonghan berdecak, sedikit keras tapi aku tidak mau perduli.
Lalu tiba-tiba kakiku dua-duanya ditarik, betulan, dengan sangat kuat dan cepat sampai aku teriak.
"Kutuuuuuuuuu!"
Dia berhenti menarik saat kakiku sudah mencapai lantai, lalu menarik tanganku sampai badanku tegak.
"Lupa kalo punya janji?" Tanyanya tepat di depanku sambil berlutut.
Aku mengangkat kedua bahuku dan merengut. "Jangan sadis-sadis kenapa, sih!"
Jeonghan tertawa, lalu mendudukkan dirinya. "Abisan, cewek, tapi ngalahin kebo. Malu kali."
"YE. TERSERAH."
Dan tawanya makin lebar saat kakiku terus-terusan menghentak sepanjang jalan ke kamar mandi.
.
Aku menatap Jeonghan yang sedang menyemprotkan body spray pada tubuh bagian atasnya yang tidak ditutupi apapun.
"Harus ya, pakai sebanyak itu? Kita cuma mau ke cafe, bukan mau kondangan." Aku menyela ringan.
"Mau gue pakein? Di mana? Muka?" Jeonghan maju, mengarahkan body spray nya padaku, tanpa menyemprot.
"Apaan sih anjir, minggir sana gue mau ambil jaket!"
Jeonghan bergeser, lalu duduk di ujung meja belajarku. Aku tahu dia memperhatikan, tapi tidak bicara apa-apa. Sampai aku selesai mengambil jaket dan berbalik, barulah dia berdiri, menarik jaketku yang baru terpasang di lengan kiri.
"Eeeeeee-" Aku menjerit, sudah siap-siap jatuh kalau saja Jeonghan tidak menangkap bahuku.
Aku menatapnya kesal, sudah akan menonjok mukanya kalau saja dia tidak tiba-tiba melepaskan pundakku.
Dah yah,
Aku jatuh di atas karpet.
Tidak sakit sih, tapi dongkol sekali rasanya.
Jeonghan berdecak, dia menatapku tajam. "Lo nggak salah, Pit, mau ketemu anak-anak pake baju itu?" Tanyanya sinis.
Alisku mengerut, balik menatapnya tajam. "Kenapa sih, ngurusin amat?"
Dia berkacak pinggang. "Serius pake celana dalem begini?"
Aku melengos, tidak mau memperdulikan omongan ngawurnya lagi dan beralih mengambil tas selempang, kemudian memasukkan dompet dan segala macam perlengkapanku ke dalam tas.
"Serius gak mau ganti?" Jeonghan berdiri di sampingku, menarik kerah jaket yang kupakai.
"Kenapa sih, ke cafe doang kan?" Aku menatapnya sambil merengut.
Cowok ini makin ribet sekali ugh.
"Ganti, gak?"
Aku bisa melihat muka ramahnya kini berubah datar, dan dia masih saja menarik-narik jaketku.
"Apaan sih anjay gue cuma pake celana sepaha doang. Gak usah lebay, oke?"
Aku berbalik, berniat meninggalkan Jeonghan sendirian di kamar alias mau menghindari kecerewetannya.
"Gue ke bawah duluan, kalo keluar jangan lupa tutup pin-"
Belum sampai pintu, jaketku ditarik dengan kuat, membuatku mundur ke belakang dan hampir terjungkal kalau-kalau punggungku tidak menabrak sesuatu.
Jeonghan.
Dia mengapit leherku dengan lengan kanannya, sedikit ditekan agar aku tidak bisa lolos dari pitingannya.
Dan lengan yang satunya lagi dia gunakan untuk menarik ujung celana setengah pahaku.
"Ganti, sekarang," Jeonghan berbisik. "Atau gue yang lepas?"
Ancamnya yang membuatku melotot lalu refleks menyikut perutnya yang ternyata makin keras.
Fin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
FanfictionStories of all SEVENTEEN's member. Jangan banyak berharap sama fanfiction ini, karena authornya labil, bisa jadi ff ini juga labil. Karena semua cerita di sini berawal dari sebuah kelabilan. Read enjoyly! xx