Sepertinya tidak ada lagi si Alice kuper dan tak kasat mata.
Yang ada saat ini adalah si Alice yang menjadi pusat perhatian kemanapun dia menjajakkan kaki di setiap sudut kampus. Mendapat tatapan dari semua orang di lorong ketika lewat. Dan tak luput jadi bahan bisikan yang bisa saja tentang dirinya.
Jika ada sebagian orang senang dan menyukai keadaan ini, tapi tidak denganku.
Aku sangat tidak nyaman menjadi pusat perhatian seperti ini. Sudah dari dulu Aku membenci dan menghindari segala bentuk interaksi yang akan membuatku menjadi sorotan atau perbincangan. Membuat duniaku sendiri dimana hanya ada aku yang berada di dalamnya. Tapi lihat sekarang.
Hampir setiap pagi akan ada segerombolan wanita yang berdiri di samping parkiran. Di tempat yang sama pula. Mereka akan terlihat seperti sedang mengobrol satu sama lain, namun mata mereka langsung memicing seketika saat melihat mobil yang aku dan Damian tumpangi memasuki salah satu parkiran kosong.
Mereka akan tersenyum bagai srigala betina mencari mangsa ketika melihat Damian keluar lalu memandang sinis saat Damian berputar untuk membukakan pintu mobil untukku. Meski aku tak mendengar apa yang tengah mereka bicarakan, namun aku cukup mengerti apa yang mereka pikirkan dari cara mereka menatapku.
Biasanya, aku berusaha untuk memperlambat langkahku. Itu kulakukan agar tidak berjalan beriringan dengan Damian. Namun seperti semua yang kupikirkan tercetak di dahi, Damian juga akan memperlambat langkahnya. Berusaha menjejeriku tanpa peduli sama sekali dengan tatapan penasaran orang-orang. Ia akan memelankan langkahnya seperti yang kulakukan meski ia harus berhenti sekalipun.
Saat di kelas pun tak berubah menjadi lebih buruk dari itu, Damian selalu mengambil kursi di sebelahku tidak peduli apakah itu sudah di tempati murid lain atau tidak. Dia akan meminta orang itu pindah dengan alasan yang terlalu terus terang. Ingin duduk di sebelahku, katanya. Meski orang itu Anggela sekalipun yang bersikeras memaksanya duduk bersebelahan, namun seperti halnya Rektor kampus, Kata-katanya tak bisa dibantah.
Bukan Cuma itu, saat aku pergi ketoilet Damian juga tidak akan berpikir dua kali untuk mengikutiku. Aku harus mengerahkan tenaga esktra hingga mulutku berbusa untuk memberi peringatan padanya agar menunggu di luar. Tidakkah dia mengerti jika perbedaan jenis kami membuat dia tak bisa semudah itu memasuki toilet wanita. Sekalipun dia tak berpikiran kotor seperti lelaki kebanyakan, tetap saja itu tidak bisa diterima. Mungkin saja kan aku yang berpikiran kotor.
Jika saja ia tak mau menurut, mungkin aku akan memikirkan bagaimana menanam kakinya 10 meter di bawah tanah.
Sama halnya saat jam makan siang. Seperti sekarang. Aku duduk di salah satu meja di dekat jendela pojok bersama Damian. Meski untuk sampai di kantin ini harus melewati beberapa perdebatan yang melelahkan, aku akhirnya kalah dan terperangkap di sini. Aku yang ingin makan siang di perpus sedangkan Damian ingin makan di Kantin.
“Di perpus itu tempat baca, bukan makan.” Begitu katanya yang menghalangi jalanku menggunakan kaki ketika akan memasuki perpus. Dia akan menurunkan kakinya ketika ada murid lain yang ingin lewat lalu kembali mengangkat kakinya ketika aku ingin menerobos.
“Tapi aku tidak ingin di kantin, aku membawa roti dari rumah. Aku bisa makan dengan tenang di sini tanpa harus bersusah payah untuk tidak peduli jika sedang diperhatikan oleh orang-orang disana.” Semburku yang dihadiahi senyum lebarnya.
“Sebenarnya apa masalahmu dengan diperhatikan orang? Itu tidak mempengaruhi apapun. Kau hanya perlu mengabaikan mereka.”
“Aku tidak suka saat aku makan ada puluhan pasang mata yang mendelik kearahku, Damian.”
Seperti mendapatkan sebuah ide, ia melongokkan kepalanya melalu pintu dan bicara dengan volume keras kearah pustakawan. Jika orang lain yang melakukannya, mungkin sekarang sudah diberi teriakan pamungkas untuk tidak berisik di Perpustakaan. Tapi Pustakawan itu justru berjengit tak nyaman serta sedikit menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Kiss [Completed]
Romance(Proses Penerbitan) Alicia tidak pernah mengira jika mimpi aneh yang sering mendatanginya berarti sesuatu. Mimpi yang mempertemukannya dengan sebuah sosok bermata biru terang dan mengejarnya. sampai pada suatu pagi, Alicia terbangun dengan menatap...