Aku kembali mematut diri di depan cermin untuk yang kesepuluh kalinya. Setiap kali berkedip dan menemukan bayanganku sendiri, aku seperti kembali dihadapkan pada realita perubahan besar yang sedang berbalik menatapku.
Entah apa yang sebenarnya kucari namun sekali lagi, aku melarikan mataku dari keseluruhan tubuhku. Percaya atau tidak, aku tidak mengenali siapa yang berada di dalam pantulan cahaya itu.
Aku memakai waktu lebih lama dari biasanya untuk mandi. Biasanya aku hanya membersihkan seperlunya saja. Hanya memperhatikan keefektifan waktu dan kebersihan. Namun karena nyeri yang tiba-tiba kurasakan dibagian pangkal paha membuatku harus bergerak lebih lambat dua kali lipat. Daerah panggul dan kedua pahaku berdenyut kala kakiku melangkah. Bahkan aku sempat berdiam diri beberapa saat karena berdiri terlalu lama membuat lututku gemetar.
Astaga. Rasa nyeri ini pun membuatku sangat bahagia.
Apa yang tengah kurasakan juga turut membuatku tidak bisa mengenyahkan pemikiran tentang apa penyebab dari kesulitanku berjalan pagi ini. Untung saja aku berhasil membujuk Damian agar bisa kembali ke kamarku sendiri.
Bernafas dari euforia seorang Damian.
Aku meluruskan untaian bahan sutra dilapis brukat cantik yang menggantung indah di tubuhku. Mengecek sekali lagi jika tidak ada sudut tepi yang terlipat. Ini merupakan salah satu gaun pemberian Damian ketika ulang tahunku.
Dari beberapa gaun yang ada, setidaknya gaun putih ini tidak terlalu terbuka, dan tidak akan memancing kemarahan konyol Damian.
Entah kenapa aku tiba-tiba saja merasa harus mempercantik sedikit penampilanku sekarang. Mungkin, jauh di sudut kepalaku sudah tumbuh kepedulian akan bagaimana aku terlihat di mata Damian. Membuatku tidak memikirkan lagi apa yang aku sukai, namun apa yang mungkin Damian sukai.
Dan aku sama sekali tidak keberatan melakukannya.
Selain itu, aku tidak bisa berhenti tersenyum. Apakah ini buruk? Mungkin aku harus sedikit menyimpan kebahagian yang membludak keluar dari dalam diriku. Aku seperti orang gila yang sayangnya mengerti jika aku tidak benar-benar gila.
Bahkan ketika rambutku tersangkut disela sisir aku masih bisa menertawakan itu semua. Aku merasa begitu bahagia. Terlalu bahagia hingga bibirku sendiri pegal karena lelah tersenyum.
Aku bisa merasakan jejak Damian di seluruh tubuhku dan itu membuat dadaku menjadi penuh seperti mau meledak. Aku yakin sekali bisa mengelilingi rumah ini dengan berlari, bersama wajah tersenyum dan mata tertutup. Aku mungkin bisa memanjat ke atap dan berteriak sekeras-kerasnya sampai semua orang mendengar seberapa bahagia aku sekarang.
Mengakhiri pecahan bahagiaku di depan cermin, Aku memutuskan untuk segera turun, menemukan punggung lebar Damian yang tengah duduk di meja dapur membelakangiku.
Aku membiarkan diriku menikmati tampilannya sesaat. Memenuhi kepalaku akan kenyataan jika aku telah memilikinya, begitupun dengan dia yang sudah memilikiku. Lagi-lagi sudut bibirku gatal untuk tertarik.
Aku harus segera mengontrol diriku dihadapan Damian. Aku tidak tau ekspresi bagaimana yang harus kutampilkan tapi kenyataan aku sudah merindukan sentuhannya membuatku bergidik ngeri.
Apakah ini akibat karena aku bermain dalam gelap?
Persetan, kalau begitu!
Aku bersedia meninggalkan cahaya untuk mengejarnya.
Aku berjalan mendekat ke arah meja makan ketika Damian membalikkan tubuhnya. Padahal aku sudah berjalan sepelan mungkin agar ia tidak menyadari keberadaanku. Akan tetapi, sebut saja Damian seperti memiliki semacam radar disuatu tempat didalam kepalanya yang bisa mengetahui kehadiranku dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Kiss [Completed]
Storie d'amore(Proses Penerbitan) Alicia tidak pernah mengira jika mimpi aneh yang sering mendatanginya berarti sesuatu. Mimpi yang mempertemukannya dengan sebuah sosok bermata biru terang dan mengejarnya. sampai pada suatu pagi, Alicia terbangun dengan menatap...