Part 27

121K 8.8K 469
                                    


"Bukankah ini akan lebih mudah. Aku yang memintamu membunuhku." Aku diam beberapa saat, mengumpulkan tenaga untuk memecah isak dengan suara. "Kau akan terbebas dari tugas tanpa perlu disalahkan telah membunuh karena aku sendiri yang meminta. Setelah itu, kau mungkin akan mendapatkan objek baru yang harus kau bayangi hidupnya. Atau mungkin kau akan mendapatkan takdirmu sendiri."

Disaat hatiku menentang segala kata yang kuucapkan, mulutku seperti memiliki kontrolnya sendiri.

"Memangnya bagaimana perasaanku saat kau mengatakan jika suatu saat nanti kau akan pergi? Selama ini kau selalu menjagaku. Meski pada awalnya aku menolak keberadaanmu, namun hingga detik ini aku tidak pernah bisa membayangkan hidupku tanpa dirimu di dalamnya. Aku tidak ingin berada ditempat dimana tidak ada dirimu disana, Damian. Untuk apa aku masih tetap hidup sebagai manusia jika aku tidak bersamamu lagi. Bagaimana bisa aku dikatakan hidup jika seluruh kehidupanku telah menghilang."

Kini, dengan turunnya tangis yang tak bisa lagi kubendung, kuputuskan untuk memuntahkan semuanya. Tepat di bawah kakinya. Aku menangis di depan wajahnya yang tak terbaca olehku.

"Aku putus asa. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menginginkan sesuatu.
Dan untuk pertama kalinya juga sesuatu yang kuinginkan itu terlalu mustahil untuk terwujud. Aku hanya ingin bersamamu. Apakah itu sebuah kesalahan? Apakah itu menentang hukum alam? Apakah itu melanggar aturan? Jika memang iya,lalu kenapa aku harus merasakan ini. Kenapa aku selalu memikirkanmu. Kenapa aku selalu ingin bersamamu. Kenapa saat tahu jika kehadiranmu tak abadi, membuatku tidak menginginkan kehidupan yang kumiliki sekarang."

Aku tersedak ludahku sendiri. Pernafasan yang sulit karena isakan membuatku harus menyelaskan kebutuhan oksigen dan kekuatanku bicara. Damian masih diam menatap turun kearahku tanpa kata. Tak peduli bagaimana wajahku yang basah oleh air mata saat ini. Dadaku juga sakit karena terlalu keras menahan isakan. Tapi dibalik itu semua, aku tidak ingin berhenti menjelaskan padanya bahwa aku...

"Kenapa kau tidak mengerti ... jika aku-"

Secepat angin malam yang bertiup masuk melalui jendela, Damian maju dan meraih belakang kepalaku. Satu tangannya menahan tengkukku dan satunya lagi menggapai sisi wajahku ketika hangat bibirnya menyapu permukaan bibirku. Sentakan tiba-tiba darinya membuatku mengabaikan sedikit perih yang mengganggu di leher. Ketika lumatan Damian semakin liar, aku menyerah di dalam lengannya.

Suara mulut yang beradu seketika menjadi pengiring betapa hausnya sentuhan diantara kami. Bukan lagi emosi yang mengambang, secepat aku bisa menyadari, keinginan untuk saling memeluk satu sama lain menguar dari dalam tubuh.

Sedu sedanku terbungkam di dalam irama merdu kecupan yang tak terhitung beruntun. Telapak tanganku berakhir bertahan di dada Damian yang keras saat lidahnya membelai bibir bawahku.

Saat aku menginginkan lebih, Damian mendorong bahuku pelan. Memutuskan tautan bibir kami diantara hawa panas yang keluar.

Damian diam. Jarinya menjangkau sudut mataku dan mengusap sisa air mata di sana. Ia kemudian menuntunku menuju sofa di samping jendela. Mulutnya terkunci saat satu tangannya menekan bahuku hingga aku jatuh terduduk diatas sofa besar yang empuk. Ia berbalik lalu berjalan menuju lemari dan kembali dengan satu buah kotak berwarna putih dengan ukuran sedang ditangannya.

Alih-alih mengambil tempat duduk di sampingku, menggunakan kakinya Damian menggeser meja di depan lututku dan duduk di atasnya. Membuat jarak duduk diantara kami begitu dekat. Lututku berada diantara kakinya yang terbuka. Terlalu dekat hingga kecanggungan seketika menyerang setelah pertengkaran hebat tadi. Bahkan untuk mengarahkan wajahku dengan benar saja rasanya sungguh sulit.

Jari-jari panjangnya terjulur menyentuh ujung daguku, membawa mataku kini menemukan sinar sedih dikedua pasang matanya. Ingin rasanya merenggut itu semua. Dan menggantinya dengan sinar hangat yang biasanya.

Shadow Kiss [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang