Angin masih semilir berhembus menerpa rambutku lembut. Tidak jarang aku harus menghalau pandangan dengan tangan untuk bisa melihat ke depan. Kuda yang aku naiki masih berjalan menyusuri padang rumput tidak berujung ini.
Aku masih merasakan guncangan pelan dari punggung kuda yang kunaiki. Sepasang tangan kuat masih melingkar dipinggangku. Sesekali tangan ini meremas pinggangku karena posisi dudukku yang berubah, mencegahku terjatuh atau karena terlonjak akibat guncangan.
"Kau menyukainya?" Tanyanya. Dekat sekali di samping telingaku. Seolah bibirku terjahit, aku hanya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaannya. Kepalanya bersandar di bahuku. Lengannya membungkusku dari terpaan angin dengan sempurna. Seperti itu memang tercipta untukku.
"Kurasa kita harus kembali. Sepertinya akan turun hujan."
Lagi. Aku hanya diam. Sementara tali kekang ditarik agar kuda berbelok, aku masih tenggelam di dalam keheningan yang kuciptakan sendiri di dalam benak. Meski bersandar didada bidangnya, aku merasa kesunyian tiba-tiba menghantamku.
Kaki-kaki kuda seolah berlomba untuk membawaku kembali ke rumah. Melewati padang rumput, ilalang dan sela pepohonan rindang. Sensasinya tidak hilang hingga suara gemelutuk kaki kuda berhenti di depan rumah. Lengan yang membungkusku menjauh, ia terlebih dulu turun lalu memegangi pinggangku untuk membantuku.
Ketika ia selesai mengikat tali kuda, ia berbalik dan menatapku dengan senyum mengembang. Hal yang sungguh sulit untuk tidak kubalas dengan senyuman juga, meski sedikit kaku menggelayut di sudutnya.
Bukankah ini sore yang indah. Menghabiskan waktu berkuda bersama dengannya, berada di dekatnya dan merasakan pelukannya. Aku dihujani dengan kelembutan serta tatapan penuh senyum itu sedari tadi. Kata-kata penuh goda serta candaan manis darinya tak pernah luput di setiap ucap.
Lalu kenapa aku tiba-tiba merasa sepi sendirian?
"Rambutmu berantakan." Ujarnya. Ia merapikan rambutku dengan jari-jari panjang miliknya dengan gerakan menyisir. Membawanya ke belakang telingaku dan menangkupkan telapak tangannya di pipiku. Kembali kuserap seluruh hangat disana demi menepis perasaan tidak nyaman di hati.
"Ada apa? Kau jadi pendiam?" Tanyanya. Kerutan halus di dahinya tidak mengurangi seberapa tampan wajah di hadapanku ini. Rahang tegas itu seolah menyiratkan jika tak peduli seberapa kacau dunia memperlakukannya, ia tetap akan kuat dan baik-baik saja.
Mungkin karena itulah ia selalu bisa memberiku ketenangan, perasaan aman, dan terlindungi.
Aku menggeleng. Untuk menjauhkan perasaan tidak nyaman yang mengganggu bayangan indahku tentangnya.
"Kau mendengar apa yang tadi kukatakan?" Tanyaku. Wajahnya yang tepat berada di depanku, memberiku pandangan sempurna bagaiman ekspresi wajahnya. Dan ketika pertanyaan itu terlontar, wajahnya diliputi kebingungan.
Damian terdiam. Sesaat dia memandangku dengan dahi yang semakin berkerut dalam. Refleks. Aku mengangkat tanganku dan mengusap kerutan di dahinya itu. Melihat itu, Damian tersenyum sembari membawa turun jariku dan menempelkan dahinya di dahiku. Hidungnya bergesekan dengan hidungku. Membaui dengan gerakan menggoda serta mencoba kelembutan kulit wajah yang membuatku terpejam.
Damian menarik pinggangku mendekat. Menghapus jarak yang ada hingga kini separuh tubuhku berada di jelajah tubuhnya. Tangannya melilit pinggangku penuh posesif. Sedang jariku meraba lengannya yang tidak pernah bosan kusentuh.
"Kau mendengarku?" Tanyaku lagi.
Kali ini satu tangan Damian menangkup pipiku. "Yang mana?" Tanyanya.
Seketika, mungkin karena satu titik di kepalaku telah menemukan jawaban, aku menghela nafas. Segala macam pemikiran buruk yang sedari tadi menindihku hingga rasanya menenggelamkanku kedalam tanah sangatlah menyiksa. Perasaan takut akan tak berbalasnya perasaan terlarang ini membuatku juga hampir takut bernafas. Membuatku berpikir jika sedang menepuk angin sendirian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Kiss [Completed]
Romance(Proses Penerbitan) Alicia tidak pernah mengira jika mimpi aneh yang sering mendatanginya berarti sesuatu. Mimpi yang mempertemukannya dengan sebuah sosok bermata biru terang dan mengejarnya. sampai pada suatu pagi, Alicia terbangun dengan menatap...