Part 32

115K 8.7K 476
                                        

Bayangan memudar di sekelilingku. Tubuhku melawan angin saat grafitasi menarikku lebih cepat. Butuh beberapa saat untukku menyadari jika saat ini aku sedang berdera jatuh. Siap menyentuh tanah dengan keras.

Aku tercekat. Tubuhku menegang di bawah tiupan angin. Entah berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untukku bertemu dengan tanah. Lalu kemudian, meremukkanku.

Aku sudah memikirkan bagaimana itu kematian saat tubuhku meluncur semakin cepat. Tenggorokanku tersumbat saat bibirku ingin meneriakkan nama seseorang. Namun tetap saja, tanganku menggapai-gapai kosong.

Aku begitu takut. Aku sangat takut. Aku bisa merasakan ketakutan mematikan seluruh fungsi saraf yang kumiliki. Tidak... tidak...

Tubuhku sudah bersiap untuk merasakan sakit, entah itu hantaman keras di punggungku atau semacamnya. Mungkin ini akhirnya. Mungkin ini adalah jawaban dari kebuntuan masa depan yang selalu kupertanyakan. Tapi haruskah seperti ini?

Tidak... tidak. Tidak seperti ini.

Kilasan kabur di sekelilingku tiba-tiba berubah menghitam. Seperti sebuah kabut menyerupai awan yang mengelilingiku hingga ujung kaki.

Kututup rapat kedua mata ketika kurasakan seseorang memelukku. Memperlambat laju jatuh dan membuatku melayang hingga berhenti di udara.

Aku membuka mata dengan cepat. Berpikir jika seseorang itu adalah Damian. Namun betapa terkejutnya diriku jika bukanlah Damian yang kutemui. Mungkin dia berhasil menemukan ketakutan di mataku, karena seringaian menakutkan terpampang di wajahnya.

Sesaat aku masih belum menyadari lengannya yang memelukku. Penglihatanku terlempar ke sekelilingku. Aku bukan berada di wilayah kampus. Tidak ada gedung-gedung berjejer. Tidak ada tempat parkir luas. Aku tidak melihat gedung dimana aku baru saja jatuh. Aku berada di tempat lain. Tempat yang begitu suram sekaligus gelap.

"Bagaimana cantik? Apakah pelukanku lebih nyaman?" Aku menegang seketika. Mataku membulat melotot kearahnya. Berhasil menggali ketakutan lain yang tersembunyi di sudut kepala.

Suara itulah yang membuatku memberontak sekuat tenaga untuk terlepas. Tidak peduli jika keadaan tubuhku yang melayang di udara. Aku lebih memilih jatuh sekarang juga dan mati daripada berada di dalam pelukannya.

"Lepaskan aku, Igor!" Kukepalkan tanganku dan melayangkannya tepat ke wajah iblis ini. Seranganku berhasil mengenai sisi wajahnya. Namun hanya seringaian yang kudapati.

Dia membawaku turun hingga kakiku menginjak sesuatu yang padat. Setelahnya, kugunakan kakiku untuk menendang ke arahnya. Membuatnya berakhir menyerah untuk melepaskanku. Bukan karena perlawanan yang kuberikan tapi karena ia sibuk menertawakanku.

"Kau sungguh berpikir bisa melawanku? How such a cute girl, eh?"

"Dimana ini? Kenapa aku bisa berada disini? Apa yang kau lakukan disini? Dimana Damian?" Pertanyaan itu menyerangku bagai virus. Suasana suram mencekam layaknya pemakaman menambah rambatan ketegangan diatas kulitku.

Aku mengatur nafas agar tidak meruntuhkan pertahananku di depan iblis terkutuk ini.

Sejak pertama melihatnya, aku sudah mengira ia tidaklah baik. Aku pikir aku memang benar. Ketika ia berjalan mendekat, aku berjalan mundur dua kali lipat jauhnya. Rumput basah mengotori sepatuku. Terasa lebih dingin dari seharusnya.

"Kau tidak ingin disambut olehku?" Ucap Igor. Tangannya terbuka. Menampilkan tubuhnya yang tinggi menjulang. Jubah hitam di belakang punggungnya tersibak oleh angin yang berhembus. Mengepak, menimbulkan bunyi menyeramkan dimana kakiku bergetar.

"Katakan dimana ini!" Kusembunyikan gemetar dengan mengepalkan tangan. "Kenapa aku bisa berada disini." Aku semakin mundur. "Kenapa kau berada di dunia manusia?"

Shadow Kiss [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang