Pagi harinya, aku terbangun dengan berteriak di telinga Damian. Tentu saja ia tidak mempedulikannya dan malah meraihku untuk kembali berbaring di lengannya. Aku berusaha keluar dari pelukannya namun semakin aku berusaha melepaskan diri, semakin kuat saja pelukan Damian.
"Damian! Lepaskan. Lihatlah apa yang kau lakukan padaku.!!"
"Alicia, ini masih pagi. Jangan teriak-teriak." Seperti tadi malam, Damian mengaitkan kakinya di atas kakiku dan memeluk pinggangku agar ia bisa menenggelamkan kepalanya di ceruk leherku. Membauinya dengan hidung dan mengendus bauku disana.
"Damian lepaskan. Kalau tidak.."
"Apa? Kalau tidak, apa?" tantangnya.
"Ugh... lepaskan aku dulu.." aku mengelak kecupan yang ia layangkan di kepalaku. Namun gagal karena Damian lebih kuat memelukku.
"Tidak mau."
"Aku bersungguh-sungguh Damian Black. Lepaskan aku. Lihat apa yang sudah kau lakukan pada leherku."
Damian merenggangkan pelukannya. Kesempatan yang kugunakan untuk benar-benar lepas dari pelukannya dan berdiri di atas kakiku dengan tangan terlipat. Aku menatapnya dengan marah sedangkan Damian masih berbaring menatapku dengan menumpukan kepalanya dengan tangan. Senyumannya sungguh mengganggu rencana marahku padanya.
"Lihat.. " Aku menunjuk leherku yang bisa langsung dilihatnya. "Kau menandaiku hampir di seluruh leherku. Apa yang kau pikirkan dengan melakukan ini? Demi Tuhan aku terlihat sangat mengerikan!"
Tadi, saat mandi aku hampir saja terkena serangan jantung ringan saat melihat pantulan diriku di cermin. Dari leher hingga bahuku tersebar tanda seperti ruam kemerahan yang sudah sedikit menghitam. Memberikan jejak pasti jika itu ulah Damian tadi malam.
"Kau terlihat cantik," Ucap Damian tersenyum miring. Mengangkat tangannya ingin meraihku yang segera kutepis.
"Kau gila, kau benar-benar gila. Aku seperti korban vampire yang ada di film-film. Sekarang bagaimana aku bisa keluar dengan tampilan seperti ini. Hanya sekali lihat saja orang sudah bisa melihat banyaknya tanda di leherku."
Damian tertawa. Ia bangun dan duduk di tepi ranjang. Menempatkanku di antara kakinya. Meraih tanganku dan menggenggamnya. "Kau terlihat normal, Alicia. Hanya saja lebih cantik dengan tanda yang kubuat padamu."
"Hentikan." Sungutku.
"Kau juga menyukai apa yang kulakukan tadi malam bukan, lalu kenapa kau tidak menyukai apa yang kutinggalkan di lehermu."
Aku terdiam. Karena dia benar dan karena aku masih ingin marah.
"Jangan marah, kau mau aku cium lagi?"
"Tidak mau. Selama tanda ini belum hilang, kau tidak akan bisa menciumku." Aku melempaskan genggamannya dan berbalik menjauh.
"Kau bercanda kan?"
Aku tetap diam, mengambil cardigan untuk menutupi bekas-bekas ciuman ini.
"Oh, Ayolah. Aku tidak bisa hidup tanpa menciummu." Ucapnya dengan nada hiperbolis disetiap suku katanya.
Kerasukan apa laki-laki itu?
"Kau tidak akan membiarkanku mati, bukan?" Ucap Damian kemudian. Aku berbalik menatapnya karena tidak menyukai perkataannya barusan. Namun senyuman geli Damian menyambutku, ia terlihat sangat menikmati kemarahanku padanya.
"Mati saja sana!."
Aku meraih pintu dan meninggalkan Damian yang tertawa terbahak-bahak di dalam sana. Inilah hal yang bisa membuatku lelah seharian. Sangat sulit untuk marah padanya disaat hatiku justru begitu bahagia karena dia. Aku tidak benar-benar marah. Sebenarnya tidak sama sekali. Aku hanya malu ketika melihat tanda-tanda ini. Mengingatkanku akan apa yang ia lakukan tadi malam. Selebihnya, aku sangat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Kiss [Completed]
Romantizm(Proses Penerbitan) Alicia tidak pernah mengira jika mimpi aneh yang sering mendatanginya berarti sesuatu. Mimpi yang mempertemukannya dengan sebuah sosok bermata biru terang dan mengejarnya. sampai pada suatu pagi, Alicia terbangun dengan menatap...