Mama memberi ijin dengan gelengan kepala yang tidak berhenti. Mungkin Mama masih heran dengan omongannya tadi.
"Ras,"
Aku menahan kakiku untuk masuk ke dalam mobil. berniat untuk menguping obrolan Laras dan Riski. Putra yang sudah di dalam mobil menatapku heran.
"Depan aja," ucap Riski dengan suara beratnya. Aku tersenyum geli. Baru kali ini melihat kakakku bisa bertingkah seperti itu pada wanita. Yang aku tau, sejak ia putus oleh pacar, ehm, mantan, dia sangat cuek. Meskipun Riski sangat playboy, suka bermain cewek sana sini, tapi dia setia pada pacar aslinya. Eh. Playboy kok punya pacar asli. Tau, deh. Aku melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam mobil setelah memastikan Laras duduk di sebelah Riski.
"Kenapa?" Tanya Putra. Aku hanya tersenyum. Putra mengangkat kedua alisnya lalu mengalihkan pandangan.
Selama perjalanan, aku memilih diam. entah kenapa, badanku terasa capek. untuk bicara saja enggan. aku menyender pada tubuh Putra. Di sebelahku ada Riska yang mungkin... jadi obat nyamuk.
Sesampainya di sebuah mall yang cukup terkenal di kota ini, kami langsung menuju tempat game. Mengikuti Sesil dan Rayhan yang nafsu nge-game. Putra memberiku sebuah kartu untuk nge game. Aku mau menolak, tapi sungkan. dengan terpaksa aku mengajaknya main.
"Mau boneka?" Putra berdiri di depan mesin pengambil boneka yang aku rasa udah ada rencana supaya pemain tidak memenangkan boneka ini. aku menggeleng pelan. Namun, Putra keukuh. Ia menggesek kartu pada mesin lalu memainkannya. Aku menyender pada mesin itu dan menatap wajah Putra yang sedang bermain. Iseng, aku memotretnya. menjadikan memori yang bisa aku kenang.
"dapet!" Putra mengepalkan tangannya. Wajahnya berubah ceria. Aku menoleh, melihat sebuah boneka diangkat oleh mesin dan dijatuhkan pada lubang supaya pemain bisa mengambilnya. Aku tersenyum lalu memasukkan hpku pada saku celanaku. Aku dan Putra ber tos ria ketika melihat boneka itu sudah ada ditempat pengambilan. Putra meraihnya.
"Nih," ucapnya seraya mengulurkan bonekanya. Aku menerimanya dan tersenyum. Putra mengusap rambutku pelan lalu mengajakku bermain yang lain.
Puas bermain, kami pindah ke food court. Aku pisah duduk dengan yang lain, dan memilih menemani Putra makan. Aku hanya memesan sebuah minuman. Entah kenapa, nafsu makanku sudah hilang.
"Kok nggak makan?" Tanya Putra seraya melahap nasi goreng di depannya.
"Nggak nafsu," jawabku
"Kalau sakit gimana?" Tanyanya
"Ya udah urusan aku itu," jawabku
Putra menghentikan makannya. Ia meletakkan sendok dan garpunya lalu menatapku. "terus kamu nggak peduli sama aku?"
Belum sempat aku menjawab, Putra menyodorkan sesendok nasi. Aku menerimanya. Putra tersenyum. "Kamu, ya. Bilang aja mau disuapin," gurau Putra. Aku tertawa lalu mengerling.
****
Hari ini hari terakhir Putra lomba. Aku dan Nova janjian ke sekolah. Hari ini, Andre dan Willy dapet tugas dari sekolah untuk jadi pembantu peserta lomba.
Aku berjalan mendekati Nova yang sedang mengobrol bersama Mita, teman satu kelas kami. Nova tersenyum dan menyuruhku duduk. Aku mengangguk dan duduk di sebelahnya. Nova melanjutkan curhat cantiknya dengan Mita.
"Berantem lagi?" Tanyaku saat mendengar nama Andre disebut. Nova mengangguk. Ia memajukan bibir bawahnya. Saat itu juga, Andre lewat. Aku, Nova, dan Mita mendadak diam.
"Gue nggak ngerti lagi sama dia. Maunya apa, gimana, gue nggak paham," sungut Nova setelah Andre hilang dari pandangan.
Aku tersenyum miring. Udah sering juga Andre dan Nova berantem tanpa alasan yang jelas. Pasti Andre yang langsung marah-marah kalau Nova tidak sesuai dengan keinginannya.
