-20-

1.3K 38 0
                                    

Aku terbangun diatas kasur...

Putra.

Kasur yang tadi malam aku tidurkan Putra disini. Dan kenapa aku disini? Aku segera bangkit. Pakaianku masih lengkap. Dasar mesum. Nggak mungkin lah Putra ngapa-ngapain kamu, Tash. Knop pintu diputar. Putra berdiri dibalik pintu. Ia menatapku dan tersenyum.

"Selamat pagi, cantik," sapanya. Ia mendekatiku. aku menatapnya bingung. "Semalam aku bangun, ngeliat kamu ketiduran disini. Dan berhubung aku udah agak fit ya aku yang keluar, tidur di kamar kakak ku." Jelasnya. Aku manggut-manggut. "Kamu sarapan dulu, deh. Udah aku siapin," suruhnya lalu keluar kamar.

tak lama, aku menyusul Putra yang sudah di ruang makan. Aku mampir ke kamar mandi untuk mencuci mukaku dan mengikat rambutku lalu menemui Putra.

"Ini kamu yang masak?" Tanyaku

Putra mengangguk. "Siapa lagi?"

"Kirain beli,"

Terdengar tawa Putra. "Aku itu anak boga. daripada keluarin uang dipagi hari ini, ya mending aku masak aja."

Aku menempelkan kedua tanganku pada meja. "Kamu masuk jurusan boga keinginan sendiri ya?"

Putra bergumam. Ia menatapku. Mulai berpikir yang nggak-nggak. "Jangan-jangan, kamu kepaksa ya masuk boga?" Tebaknya. Gotcha. U right, baby.

"Ya, gitulah," jawabku

"Kenapa?"

"Ya biasa, mama papa pinginnya gitu."

Putra tak menjawab apapun. Dia menyiapkan piring dan menuangkan nasi serta sayur dan lauknya untukku. Aku mengucapkan terimakasih dan menyantapnya. Hening. setelah makananku habis, aku membawa piringku serta piring Putra ke wastafel untuk mencuci piring.

"Biarin aja itu disitu," ucap Putra

"Nggak sopan dong akunya,"

Terdengar langkah Putra yang mendekat. Aku merasakan tangannya melingkar dipinggangku. Aku mematikan kran dan meletakkan piring terakhir ke rak piring. Aku memutar tubuhku. Menghadap Putra. Jarak kami tidak lebih dari 10cm. Bahkan nafas Putra terasa di wajahku.

"Makasih," ucapnya

"Untuk?"

"Kamu berani bohong buat ngerawat aku. Dan, nanti di akhirat aku yang bakal di interogasi Tuhan."

Aku terkekeh. Ada-ada aja gurauan Putra. Aku melepaskan tangan Putra dan melangkah, membersihkan meja.

"Kok aku dikacangin?" Ambeknya. Ia duduk disalah satu kursi makannya.

"Aku sekarang ngerasa bersalah. Kita masih SMA. Sebenarnya belum waktunya aku ngelakuin ini. Pikirin deh, dua orang anak dibawah umur berada pada satu atap, nggak, satu orang." aku mendesis setelah kalimatki berakhir.

Putra tersenyum. Sepertinya dia sudah gila. "Toh, aku juga nggak nyentuh kamu kan?"

apa? Aku mendekatinya dan duduk di hadapannya. "Kamu lupa? tadi malam, tangan kamu terus jadiin tangan aku guling. Itu kamu bilang kalau kamu nggak nyentuh aku?" Entah kenapa aku mulai sinis.

"Kok kamu marah?" tanya Putra. Aku mengalihkan pandangan. Aku juga nggak tau kenapa aku jadi gini. "Hey, aku minta maaf," Putra meraih tanganku. Aku menempisnya. "Tadi malam aku juga udah suruh kamu pulang kan?"

Aku berdiri. "Udah, nggak usah dibahas. Kamu mandi aja, aku mau pulang,"

"Aku anter ya?"

"Nggak usah. Aku bisa naik taksi," tolakku.

15++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang