"Dev" panggil Ken dari kejauhan. Kali ini benar-benar jelas, lelaki yang berada cukup jauh darinya itu memang Dev.
Tak ada respon siapa dikitpun. Sudah lebih dari seminggu Dev seperti ini, setiap bertemu ia selalu menghindar.
Gue udah mati ya, kaya di ftv. Batin Ken sambil melirik ke kiri kanan.
Ken merasa seperti benar-benar di ftv, tak ada orang yang menoleh padanya.
Tett. Tett.
Bel tanda istirahat sudah berakhir.
Sambil berjalan menuju kelas, Ken melontarkan sejuta sumpah serapah. Lebih tepatnya mengumpat sambil menghentakkan kakinya.
Ken benci situasi ini. Karena saat pulang sekolah Ken hanya duduk di cafe andalannya tanpa ada yang menemani. Seperti lagu. Biasanya Dev-lah teman bersantai disana.
Kayanya pangeran gue bakalan pergi.
Batin Ken lirih, sambil melirik ke bangku yang biasa Vanda duduki-sekarang Hadi yang mendudukinya-.
===chocolate===
"Dev! Dev! " panggil Ken sekuat pita suaranya, kali ini seantero lorong sekolah memperhatikannya.
Ken berlari mengejar lelaki yang tak menoleh sedikitpun.
Sejujurnya ini berat. Seperti menjatuhkan hati kepada orang yang mahir mematahkan.
Bahkan jejak basah bibirnya masih tersisa disini.
"Dev! " panggil Ken.
Bruk.
Sedetik kemudian Ken terduduk dihadapan cowok itu.
" berenti jangan tiba-tiba" Ken Berusaha berdiri. Hanya bokong Ken yang terasa sedikit berdenyut. Tak sekencang denyut jantung Ken saat ini.
Tak ada respon dari Dev sedikitpun.
Dev seperti berada didepan orang yang baru dikenalnya. Dingin.
Apa Dev punya kembaran ya, trus ini kembarannya.
Lalu Ken membuang jauh jauh pikiran konyolnya.
Tak ada yang bersuara. Keduanya fokus pada jatungnya masih-masing.
Lalu Dev berjalan menjauh.
"Dev? Apa gue punya salah sama lo? Kenapa lo menjauh? " untaian pertanyaan keluar dari mulut Ken. Begitu lembut.
Dev menoleh dan menatap dalam mata coklat terang Ken.
" maafin gue Ken"
"apa karna malam itu? Gue becanda kalee! "Ken tartawa garing. Awkward.
Tak ada yang dapat menutup kesedihan di mata Ken.
" Maafin gue Ken " pinta Dev dalam lagi, sesekali ia memperbaiki letak kacamatanya.
Ken hanya menatap Dev. Tak ada kata yang ingin Ken lontarkan. Terlalu sulit.
Dev membuka buku yang sedari tadi digenggamannya dan memberikan sebuah amplop berwarna biru tua.
" apa ni? " tanya Ken seperti benar benar kikuk.
Dev hanya tersenyum." lo boleh buka nanti. Itu surat dari Daffa"
"maksudnya?
"lo bisa baca sendiri" Dev mengalihkan pandangan, lalu mengambil ancang-ancang untuk pergi meniggalkan gadis di depannya itu.
"Dev. Ini bukan tentang Daffa. Ini tentang kamu. Kenapa kamu jadi kaya gini Dev?! " suara Ken terasa tersedak. Kamu? Kenapa kata kamu yang keluar dari mulut Ken.
"Maafin aku Ken. Gaada alasan buat kita tetap bersama. Maaf tentang gue bilang suka sama lo. Maaf tentang lusa. Maaf tentang hari kita. Daffa. Daffa yang nyuruh aku buat dekat sama kamu. Sekali lagi maafin aku Ken. " Dev menatap mata Ken yang mulai memanas. Ini sulit tapi inilah kenyataan. Pahit dan manis bercampur menjadi satu rasa. Seperti coklat.
Berlari sejauh jauhnya. Itulah yang bisa kita lakukan saat menggenggam namun harus melepaskan.
====chocolate===
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate
Teen Fiction"ini keputusan aku gak ada yang bisa merubah sedikitpun" - ------ -aroma tubuh dari jiwa yang rapuh melebihi rindu melampaui waktu. Berpelukan, untuk itulah kita dipertemukan-