"Ken? Lo gak nangis?" tanya Dev melihat orang yang berada dipelukannya tak bergeming.
"kalo lo nangis gapapa Ken. Air mata yang mengalir itu bukan pertanda kau lemah, air mata itu sedang mengunkap segala rasa yang kau pendam selama ini. Biarkan saja Ken". Ucap Dev lirih, tapi ia mengurungkan kalimatnya.
Semua perkara waktu. Waktu berjalan maju takkan oernah mundur. Waktu berjalan tanpa bisa berhenti, tanpa memberikan ruang.
Semua perkara waktu. Saat semuanya harus baik-baik saja hancur karna waktu tak pernah paham.
Semua perkara waktu. Aku benci waktu. Saat indah yang dilalui dengan begitu cepat. Saat buruk yang terus bertahan. Waktu memang selalu begitu.
Semua perkara waktu. Berpelukan dengan angin meniupkan namamu.
Dev tahu, Ken pasti ingin menangis hanya saja dia memang selalu sok kuat. Bahkan saat jatuh di tangga gor, ditangga saat di atap sekolah, Dia memang selalu sok kuat. apalagi saat Ken terpeleset saat meshoot bola basket, sampai- sampai dia gak sanggup berjalan. Tapi kali ini bukan saatnya kau bersok ria Niken Ardinora.
Mata mereka saling bersitatap, hanya tersisa jarak beberapa centi antara keduanya. Hingga Dev bisa merasakan nafas ken tak beraturan.
"Gue gapapa Dev" Ken beranjak dari duduknya dan berjalan. Di ikutin dengan Dev.
Hening.
Dev melihat rambut Ken sudah hampir panjang yang dibelai angin. Setidaknya jika seseorang melihatnya Ken terlihat seperti seorang gadis.
"Ken?"
"hmm? "
" rambut lo udah mau panjang, jangan dipotong ya" ujar Dev menatap, bahkan seperti sedang memohon.Ken hanya menoleh dan. Hening.
"Ken? " tanya Dev ragu.
"Ya"
"Mau kemana lagi? " tanya Dev sambil menoleh kepada gadis yang asik melihat sepatu sketsnya."Kerumah lo aja? " tiba tiba Ken ingin bisa berlama lama dengan Dev.
Tepat sasaran. Dev belum pernah mengajak siapapun kerumahnya. Kecuali Ken, wanita yang baru dikenalnya beberapa bulan, bahkan Ken kerumahnya saat hari pertama mereka berkenalan. Dev sendiri tidak mengerti mengapa.
Di lain sisi Dev dan Ken memiliki kemiripan, meskipun dalam kata buruk; Dinginya, tertutupnya, bahkan bisa dibilang anti sosial. Mungkin karna itu Ken nyaman berteman dengan Dev, begitu pula dengan Dev.
"Yaudah gue pulang aja" ujar Ken saat tau Dev tidak menjawab permintaan Ken.
"Yah ngambek, yuk kerumah gue" Dev tersenyum dan mencubit pipi Ken lembut.
Deg.
"ternyata cewek kaya lo bisa bulshing" goda Dev.
"Apaan si lo, siapa yang——"
"yaudah yuk" kalimat Ken terpotong saat mereka sudah sampai diparkiran.
"Dev, mampir ke supermarket yuk"
Dev hanya menoleh, tak lama Dev memberhentikan mobilnya di depan supermarket, sesuai permintaan Ken.
"lo mau beli apa? " tanya Ken sebelum keluar dari mobil Dev.
"Lo beli apa? " tanya Dev setelah Ken kembali.
" nih, gue kalo lagi sedih suka makan chocolate " sambil menodorkan chocolate nya." Ga ah, gue mau minuman lo aja" Dev langsung meminum minuman yang sedetik yang lalu berada ditangan Ken.
Katanya kalo minum dari botol yang sama gitu berarti—— ah Ken membuang pikirannya jauh jauh.
===chocolate===
"rumah lo keren banget Dev" ujar Ken melihat rumah megah di depannya. Ken hanya menciptakan suara, karena rumah ini begitu dingin.hampa. Padahal jika dilihat dari struktur rumah Ken lebih luas dan lebih megah dari rumah Dev.
"lo kan udah pernah kerumah gue" seingat Dev benar, kalau Ken pernah kerumahnya, dulu.
"Eh iya ya" Ken kikuk. Tapi Ken merasa ada yang berbeda.
Ya sekitar sebulan yang lalu Ken pernah kesini dan disapa hangat oleh ibu Dev, tapi kenapa sekarang?"kok sepi ? " tanya Ken. Padahal Ken ingin sekali bertemu ibu Dev dan mencium tangannya.
===chocolate===
Sorry typo nya kebanyakan. Btw thanks ya yang udah nyempetin baca, vote, dan kasi comment.
I love u❤❤❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate
Teen Fiction"ini keputusan aku gak ada yang bisa merubah sedikitpun" - ------ -aroma tubuh dari jiwa yang rapuh melebihi rindu melampaui waktu. Berpelukan, untuk itulah kita dipertemukan-