The Liar

17.9K 1.4K 36
                                    

Iya. Memang ada yang salah. Ada janin di perutku. Anaknya Mario.

Tadi, melalui alat pengetes kehamilan Ralin membuktikan ketakutannya. Badannya langsung bergetar hebat begitu dua garis muncul. Hamil. Benarkah ia hamil?

Di saat Ralin sudah tak punya hubungan apapun dengan Mario, si jabang bayi malah terbentuk. Lalu apa selanjutnya? Apa yang harus dia lakukan?

"Af, please jangan!" lirih Ralin. "Kembaliin hape gue." Karena Aftha tak mengikuti permintaannya, maka Ralin pun bangun dari posisinya.

"Eh, jangan bangun dulu!" Aftha cepat-cepat mendekat. "Oke-oke, aku nggak akan telpon dokter. Tapi please, hari ini kamu harus istirahat. Satu lagi, aku mau jagain kamu."

Ingin rasanya Ralin memekik namun staminanya di ambang batas. Maka ia pun hanya berkata, "Lihat muka lo, gue tambah mual. Mending lo pergi."

*
*
*

"Selamat ya, Bu. Ibu memang hamil. Usianya tiga minggu."

Demi memastikan hasil testpack, Ralin datang ke spesialis kandungan. Dan penjelasan barusan membuat ia mengerjap pasrah. Bingung sekali. Sudah pasti janin ini anaknya Mario. Selama ini hanya Mario yang menumpahkan sperma di rahimnya.

"Dok," Ralin memanggil wanita berkacamata yang merapikan alat pemeriksaan. "Bisakah anak ini dibunuh saja?" Tak sampai hati Ralin mengucapkannya, sehingga kalimat barusan hanya terukir di batin.

"Iya, Bu? Kenapa?"

Ralin menarik deretan kata tadi. Ia ada di batas gamam. Bingung tak karuan. Sel otaknya mencoba membantu namun tak satu idepun yang menyembul. Apa-apa yang kiranya bisa dilakukan laksana digarispolisi, tidak boleh muncul.

"Pasti Anda mau tanya soal ke depannya," sang dokter menebak. "Tak usah khawatir. Yang penting Anda menjaga kesehatan dengan baik. Makan teratur dan bergizi, cukup istirahat, dan jangan kecapean. Untuk trisemester awal memang akan sering muntah, jadi saya akan berikan vitamin."

Jalan berpikir Ralin benar-benar kosong. Penjelasan dokter masuk lewat kuping kanan lalu keluar dari telinga lain. Sumpah! Baru kali ini otaknya tidak berjalan.

"Ini vitamin yang harus ditebus." Sang dokter menyodorkan secarik kertas. "Sekali lagi selamat atas kehamilannya, ya."

Ralin tak menjawab, juga tak berterimakasih. Ia keluar dari ruangan dengan langkah gontai. Resep dari dokter ia buang begitu saja. Ia melangkah dengan mata kosong. Dalam lamunan ia berpikir: Jangan-jangan ini memang hukuman Tuhan. Setelah mendapat jackpot dari Mario yang selingkuh, sekarang ia malah hamil. Oh, indahnya hidup Ralin!

*
*
*

"Mario Anggara masih rekaman, Mbak. Silakan ditunggu saja."

Ralin mengangguk lalu duduk di sofa. Dari rumah sakit, ia langsung terbang ke kontrakan mantannya itu. Namun kata tetangga, Mario sudah pergi dari pagi. Setelah mencari tahu dari info seadanya, akhirnya Ralin sampai di sini.

Bagaimanapun juga Mario harus tahu. Meskipun Mario pernah menyakitinya, Ralin akan memaafkan. Bodo amat kalau waktu itu Mario ketahuan tidur dengan wanita lain! Ralin butuh lelaki itu. Untuk anaknya.

Sekitar 90 menit Ralin menunggu, akhirnya yang ditunggu datang. Oh, ya ampun! Mario berubah. Tampilannya keren sekali, mirip anak band betulan. Dia juga agak berisi dan wajahnya lebih bersih. Dan jangan abaikan perempuan yang nyantol di tangannya! Pacar barunyakah?

"Ralin?" kata Mario sambil tersenyum. Sebuah lekuk bibir yang terasa mencibir. "Yis, bentar, ya. Kasihan cewek ini. Katanya dia udah nunggu aku dari tadi."

UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang