Bad Guy

14.5K 1.2K 77
                                    

Hari sudah berlalu namun keadaan Aftha tak berubah. Masih mendekam di sel. Bersama beberapa napi.

Jenis mereka yang sama-sama lelaki membuat Aftha tak tahan. Berahinya yang tak pernah tersalurkan membuat ia membutuhkan kaum hawa. Entah kehadirannya, atau mungkin sentuhannya.

Karena keadaan tak memungkinkan, lantas ia mengalihkan dengan cara biasa. Yakni menulis. Hobi yang hanya diketahui Allah, dirinya, dan Ralin. Dengan mengguratkan kata-kata ia bisa bebas berekspresi. Ia bisa menjelaskan apa-apa yang sulit dilisankan melalui tulisan. Dan, ia bisa melupakan naluri kelakiannya untuk beberapa saat.

"Udah seminggu dia gak muncul. Kayaknya mulai ngerti gue gak mau ketemu," Aftha menjawab ketika Aluna menjenguk.

"Jadi, hati lo udah benar-benar ketutup?" respons Aluna dengan mata fokus ke rambut Aftha. Ia menyisir bagian belakang lalu memotongnya hati-hati.

Detik ini Aluna sedang beralih profesi jadi tukang cukur. Katanya ia geli melihat Aftha jabrik sementara sidang tinggal beberapa hari lagi. Ia sempat ijin ke petugas dan untungnya dibolehkan. Maka lapang kosong di belakang buipun menjadi lapaknya sekarang.

Dulu, Aluna memang tukang cukurnya Aftha. Setiap razia sekolah digelar, Aluna yang menangani masalah ini.
Dan Aftha merindukan masa itu.

Ia jadi ingat momen tersebut. Saat di mana Aluna mencukurnya di pinggir lapangan pas upacara selesai.

"Jangan dibotakin, Al!" gerutu Aftha manakala sang petugas kedisiplinan memangkas mahkota hitamnya. "Aduduh, hati-hati motongnya! Jangan sampai botak."

"Bawel banget, sih! Udah diam aja, deh."

Aluna menyusuri rambut kawannya dengan sisir lalu mulai memotong. Aftha uring-uringan lagi, kali ini lebih dramatis. Membuat beberapa pelewat terkikik.

"Masih mending gue yang nyukur. Kalau sampai Bu Yayan yang motong, lo beneran jadi Upin-Ipin."

"Udah pendek nih. Cukup, ya."

"Belum," omel Aluna sambil merapikan lagi potongan yang menjumput di kepala Aftha. "Lagian kenapa gak cukur dari kemarin, sih? Kan libur. Harusnya lo ingat kalau pekan ini musim razia."

Kemudian Bu Yayan datang, mengecek kerjaan Aluna. Aftha pura-pura menunduk. Cewek di belakangnya pun ikut berlakon. Ia menggunting rambut Aftha sesuai ketentuan.

Sampai Aftha botak beneran!

"Anjay! Kenapa lo botakin, sih?" keluh Aftha frustasi.

"Sorry banget, Af. Habis Bu Yayan ngejogrog mulu di samping gue. Kan gue jadi tegang sampai kebablasan."

"Aaah.... gue botak, nih. Cewek gue pasti minta putus. Aah... gimana, dong? Gila! Jadi tuyul beneran."

Dan benar yang dikatakan Aftha. Pacarnya yang berstatus bendahara OSIS itu minta putus. Katanya dia malu digodain sama temen-temennya gegara Aftha gak punya rambut.

"Ini semua gara-gara lo!" pekik Aftha saat menemui Aluna.

"Gue kan udah minta maaf," tukas Aluna tak mau disalahkan. "Salah lo sendiri punya cewek kayak begitu. Berarti selama ini lo cuma dipadang secara fisik. Dia gak tulus pacaran sama lo."

"Jangan asal ngomong lo!"

"Lah, emang begitu kan? Ngapain dia harus malu punya pacar botak? Toh rambut itu bakal tumbuh dengan sendirinya, kok."

Setelah perdebatan itu, dua hari dua malam Aluna ngambek. Gak mau berangkat dan pulang bareng. Aftha jadi serba salah. Setelah dipikir-pikir, yang dikatakan Aluna benar semua. Masa setelah putus, si bendahara OSIS udah ngegaet cowok lain! Emang lampir banget tuh cewek. Dia menggunakan kebotakan Aftha agar bisa putus. Dasar!

UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang