Just You and Me

22.2K 1.4K 66
                                    

Aftha memasang wajah tak berekspresi setelah Ralin menceritakan kondisinya. Iris cokelatnya langsung mengembun, bahkan nyaris memuntahkan bulir air. Ya ampun! Ia berdosa. Ia salah. Bajingan.

Tanpa ba-bi-bu, Aftha langsung menjatuhkan diri. Ia menyungkur, nyaris sujud di kaki Ralin. "Lin, maafin aku," ungkapnya frustasi. Bahu Aftha naik turun, menunjukkan kalau pria ini terisak. "Maafin aku. Maafin aku. Maafin aku."

Ralin cepat-cepat mengajaknya bangkit. Air matanya ikut menetes lantaran tak kuasa melihat Aftha yang begitu menyedihkan. Lalu keduanya saling berpelukan, merengkuh tubuh lawan bicara dan tersedu bersama.

Tidak ada dialog. Tidak ada kata. Tidak ada ungkapan selain tangis yang membuncah. Setiap bulir yang turun seakan kata-kata penyesalan, sesenggukan yang keluar bak sayupan keputusasaan, dan bahu yang naik turun menjadi simbol betapa sendunya mereka.

"Af, kita lupain semuanya, ya."

Pria kekar di pelukan Ralin belum bisa menghentikan tangisnya. Ia merengkuh Ralin lebih kuat barulah berkata, "Nggak. Justru kita harus selalu mengingatnya. Mempelajarinya."

Aftha melepas pelukan lalu mengelap sudut matanya. Kali ini ia benar-benar menatap Ralin dari ujung ke ujung. Ya ampun! Kasihan sekali Ralinku. Dia benar-benar sakit. Lihatlah kantung matanya! Lihatlah badan kurusnya! Lihatlah betapa pucatnya Ralin!

Yaa Rahim, kenapa Aftha baru menyadari hal itu?

"Lin, kamu boleh hukum aku dengan cara apapun," tutur Aftha sambil meraih tangan kurus istrinya. "Kamu boleh jambak aku sampai botak, tampar aku sampai gigiku habis, bahkan guyur aku pakai air mendidih, pokoknya lakukan apapun yang menurut kamu adil."

"Nggak, Af. Itu semua gak ada gunanya." Ralin mengusap-usap helaian rambut di dagu Aftha. "Bukannya kamu sendiri yang bilang, kita harus belajar dari masalah ini? Itu artinya, tidak ada balas dendam lagi, Af."

Selepas wanita ini berkata, Aftha kembali merengkuhnya dan menangis lagi.

*
*
*

"Tunggu beberapa menit, Lin," kata Aftha agak kaku. Detik ini krim cukur sedang nangkring di wajahnya. Mulai dari jambang, bawah hidung, hingga dagu, semuanya diolesi.

Ralin pelakunya. Wanita berbadan dua ini benar-benar menikmati pengolesan krim. Ia bahkan lebih kelihatan sedang melukis sebab polesannya benar-benar rata.

Dan lagi, Aftha bersumpah kalau ini adalah yang terbaik. Bayangkan saja! Sebelum diolesi krim, dagu Aftha terlebih dahulu dibersihkan dengan air hangat. Ralin bahkan memijat beberapa menit. Katanya biar bulu-bulunya mudah dilibas. Setelah dipijat, istrinya ini kembali mengusap-usap. Kali ini pakai lap hangat. Daripada disebut aksi cukur brewok, Aftha lebih setuju hal ini disebut facial.

"Jangan bergerak, ya." Ralin berujar sambil menyiapkan pisau cukur. Suami gagahnya hanya menurut. Ia menengadahkan wajah dengan kepala menyandar ke sofa.

"Cukurnya searah sama tumbuhnya rambut, Lin."

"Aku tahu," Ralin menjawab. Fokusnya benar-benar jatuh di ratusan bulu pada wajah suaminya. Secara perlahan, pisau cukur itu menjilati bagian jambang hingga dagu. Sangat tenang. Sangat pelan. Ralin bahkan keasyikan hingga tak sadar kalau kornea di hadapannya tengah menyorot penuh arti.

Iris cokelat Aftha menjilati wajah Ralin lebih seksama. Dada Aftha terasa diremas kala ia ingat kebiadabannya beberapa waktu lalu. Kalau saja ia bisa lebih sabar, mungkin keadaan rumah tangganya bisa lebih baik. Ralin tidak akan sepucat ini. Oh, kasihan dia! Lihatlah lingkaran gelap di bawah matanya yang cekung! Siapapun akan iba.

"Aku sehat-sehat aja, Af." Ralin seperti menebak pikiran Aftha. Sambil mengoleskan krim cukuran, ia berkata lagi, "Dedek bayinya juga."

Aftha memaksa bibirnya terurai. Rupanya Ralin berusaha mencairkan suasana. Setelah kejadian kemarin, Aftha tahu kalau Ralin sebenarnya canggung. Atau mungkin tertekan. Siapa yang akan sebahagia ini setelah menceritakan kondisi tubuhnya yang digerogoti kanker? Sumpah mati Aftha bertekad: Ia akan membantu Ralin sembuh dari penyakitnya. Tidak peduli kalau Ralin belum menjalani pengobatan, Aftha tetap akan berusaha. Ralin pasti sembuh.
Karena inilah jalan Tuhan. Setelah mereka baikan, perkara baru muncul. Masalah-masalah sebelumnya sudah Aftha pelajari. Yang perlu ia lakukan hanya sabar. Yang Maha Pengasih memberi Ralin kanker untuk membuat keduanya semakin dewasa. Dan Aftha yakin kalau Ralin akan sembuh. Pasti.

UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang