Speak Now

14.5K 1.3K 65
                                    

Pezina!!!
Penipu!!!
Mati kau!!!
Mati!!!

Ah.... lagi-lagi mimpi buruk.
Lebih dari lima kali Ralin didatangi buah tidur mengerikan. Semuanya hampir mirip.

Ralin tiba-tiba ada di latar serba putih. Sendirian. Dalam latar serbaputih itu Ralin berjalan tanpa arah. Ia merasa lelah namun tak mau berhenti.  Lalu tiba-tiba saja muncul sekumpulan orang misterius.

Mereka memakai jubah warna hitam dengan kerudungan yang menutupi wajah. Orang-orang itu mengelilinginya. Saat Ralin tanya siapa mereka, semuanya malah menunjuknya dan Ralin merasa terhina karena tunjukan tersebut.

"Kamu udah bangun?"
Suara itu begitu lembut. Namun entah kenapa Ralin merasa terluka. Fantasi mimpinya sudah terlalu edan. Masa di belakang Aftha yang sedang menalikan dasi, ada sosok berjubah?

Oh, Tuhan....

Apa yang harus Ralin lakukan?

"Lin?" Aftha bicara lagi. Saat ia membalikkan badan, Ralin mendecak. Dasi pink. Kenapa Aftha masih menyimpannya, sih?

"Af, kok pakai dasi itu?"

"Kenapa emangnya?"

"Aku gak suka kamu pakai dasi pink itu. Ganti aja sama yang lain."

Aftha menatap kain yang menggantung di lehernya. "Aku suka dasi ini."

"Ini permintaan bayi." Ralin mengatakan kalimat andalan. Tidak mungkin Aftha menolak. "Bayi kita."

"Kita?" Aftha memasang jas hitam di badannya lalu menambahkan, "Memangnya ada, kata kita di hati kamu?"

"Apa maksud kamu?"

"Kamu pikir aja sendiri."

"Af, kamu kenapa, sih?" Ralin beringsut lalu menghampirinya. "Hei, aku bicara sama kamu. Jangan ngeloyor dulu, dong! Af! Aftha!"

Setelah Ralin memanggilnya dengan suara keras, barulah Aftha berhenti. Ia berbalik lalu menatap istrinya tanpa ekspresi.

"Aku malas berdebat."

"Siapa yang ngajak debat?" Ralin memimik heran. "Dari tadi sikap kamu aneh. Kamu kenapa? Kalau ada masalah, kamu bilang sama aku."

"Aku gak mau cerita sama kamu."

"Kok, gitu? Aku ini istri kamu, Af."

"Istri?" Aftha mengulang kata tersebut dengan wajah mencibir. "Mana ada istri yang menyembunyikan rahasia dari suaminya. Bahkan setelah aku bilang rahasia terbesarpun kamu tetap gak mau bilang."

Hati Ralin mencelos. Langsung saja matanya berkaca-kaca. Dan parahnya lagi Aftha tak iba. Ia malah langsung pergi setelah meraih kunci mobil.

*
*
*

"Hhh..." Ralin mendesah sambil memijat pelipis. Pekerjaannya tidak terlalu banyak namun rautnya melebihi kaum romusha. Sedari tadi begitu, tepatnya ketika Aftha pergi dengan sejuta teka-teki.

Tadi Aftha bawa-bawa kata rahasia.

Apa maksudnya?

Astaga!

Jangan-jangan...

Aftha sudah tahu.

Dia cuma menunggu. Menunggu Ralin yang ngaku duluan. Aduh, gimana nih? Gawat banget kalau Aftha sudah tahu tapi hanya pura-pura.

Ah, tidak mungkin! Ralin mencoba yakin.

Aduduh, kenapa Ralin jadi parno sendiri? Ini pasti karena mimpi yang terus menghantuinya.

UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang