Bonus : My Superhero

37.1K 2.2K 246
                                    

Alin mengecek ponsel untuk kesekian kali. Hh, masih sama. tidak notifikasi. Tidak ada kabar dari Papa.

Mungkinkah Papa masih marah? Kenapa dia tidak memberi pesan? Biasanya kan jam segini Papa akan tanya kabar dan bilang sudah di jalan untuk menjemput. Tapi sekarang?

"Yang, kenapa sih? Dari tadi aku perhatiin kok cemas banget?" pemuda di sebelah Alin berbisik. Selain sadar diri guru sejarah di depan kelas killer, ia ingin hanya kekasihnya yang mendengar suaranya.

"Papa marah." Alin mengecutkan bibir. Ponsel di kolong meja itu ia tengok lagi, berharap ada keajaiban di mana ayahnya memberi kabar. Tapi setelah lima kali mengecek, notifikasi tak muncul juga. Uh, Alin jadi kesal!

Ini sebenarnya siapa yang salah?
Bukan dirinya, kan?

Papa melarangnya pacaran.
Padahal Alin kan sudah besar. Sudah kelas 3 SMA. Gengsi kalau masih jomblo. Lebih-lebih pesta hari kasih sayang di SMA-nya sudah di depan mata. Bakalan ngenes kalau misalnya Alin masih tak punya pacar.

Lagipula ini Alin baru dua kali punya pacar. Itu artinya, Alin tak sebinal Jessyl, temannya di mana punya julukan manusia 30 hari. Cewek populer itu selalu ganti pacar dalam waktu 30 hari.

Alin tak mengerti jelan jalan pikiran ayahnya. Segala hal tidak boleh dilakukan. Orangnya diktator banget. Pulang sekolah harus langsung pulang, Alin harus mencatat semua nomor temannya di buku telepon lengkap dengan kontak orangtua dan guru, kalau kerja kelompok harus di rumah, dan sejuta aturan gila yang membuat Alin tak tahan.

Dan salah satunya soal pacaran.
Alin sangat ingat kisah romannya yang pertama. Di mana ia diputuskan pacarnya gara-gara Papa bikin skenario gila.

"Kamu pacaran dengan cowok selain aku, ya?" itu tuduhan si kutu buku saat Alin selesai menelpon ayahnya.

"Nggak. Pacar aku cuma kamu. Sumpah."

Si kutu buku yang namanya sudah Alin lupakan itu meraih ponsel. Ia mengutak-atik sebentar kemudian menujukkan hape buka tutup tersebut ke wajah Alin.

"Lihat! Yang barusan nelpon kamu nama kontaknya My Lovely Boyfriend."

Alin menganga. Sejak kapan kontak Papa berubah nama?

"Lalu sms-sms kamu. Nih, dari My Prince, Leonardo Honey, Si Ganteng Kalem, dan ya ampun, kok banyak banget kontak dengan nama panggilang mesra?"

"Ini salah sangka. Aku gak ngerti kenapa kontak di hape jadi berubah."

"Banyak alasan! Pokoknya hari ini kita putus."

Setelah diputuskan seperti itu, Alin langsung menghubungi ayahnya. Dia marah-marah sebab ia tahu ini pasti ulah pria itu. Kemarin malam Papa meminjam hape. Katanya ponsel miliknya kehabisan pulsa. Beliau mau menelpon editor untuk novel terbarunya.

"Halah, yang kayak dia mah banyak, Sayang." Dengan santainya Papa bicara begitu. "Papa nggak suka aja sama anak itu. Udah dekil, jelek, kutu buku, aneh pula. Dia selalu minta ditraktir bakso, kan? Iih, nggak modal banget."

"Tunggu. Darimana Papa tahu dia suka minta ditraktir bakso?"

"Papa kan selalu nguntit kalian. Malahan pura-pura jadi abang tukang baksonya."

Pusing kepala Alin kalau ingat kelakuan lain ayahnya. Waktu umur lima tahun Alin pernah disuruh beli telur ke warung. Papa bilang Alin harus belajar mandiri. Eh, taunya Papa diam-diam membuntuti di belakang.
Padahal letak warung tersebut ada di depan komplek. Alin hanya perlu jalan kaki melewati belokan. Udah deh, sampai.

UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang