Sudah dua hari ini, semenjak kejadian malam tahun baru Cakka mengacuhkan nya. Dan dua hari ini juga ia dan Ali kembali dekat. Bahkan sangat dekat.
Setelah pengakuan Ali kemarin, Prilly hanya diam, tidak memberi keputusan apapun. Tidak mengucapkan apapun. Ia terlalu takut untuk memberikan jawaban nya.
Dan tanpa memberi keputusan apapun, hubungan mereka menjadi sangat dekat.
Tidak peduli ada Cakka yang kadang-kadang menangkap basah mereka sedang tertawa bersama di dapur.
Tidak peduli ada Cakka yang diam-diam menatap mereka tajam.
Dipikiran nya hanya ada Ali yang terus mewarnai hari-hari nya. Hanya ada Ali yang memberi nya kejutan-kejutan kecil yang membuat perut nya menggelitik.
"Prilly!"
"Iya?" Jawabnya sambil menyimpan piring yang baru saja di cuci. "Ada apa Bang?"
"Selamat Tahun Baru." Ucap Cakka pelan.
Ia menatap Prilly yang sedang menggigit bibir nya sendiri. Tangan perempuan itu terlihat meremas ujung celemek yang ia pakai.
Cakka berjalan menghampiri Prilly yang terpojok di dekat wastafel membuat perempuan itu semakin terpojok. "Gimana malam tahun baru nya?"
Prilly menelan ludah nya sendiri. Suara Cakka terdengar lebih horor daripada biasanya. Dan ia hanya bisa diam tidak bisa bergerak kemana-mana.
"Seru? Tahun baruan bareng doi?"
Cakka mengusap pipi Prilly, menatap mata coklat itu sendu. "Jawab!" Bisik nya pelan namun penuh penekanan.
"Ma--maaf" Hanya itu yang mampu keluar dari mulut manis nya.
Cakka menjauhkan tubuh nya dari tubuh Prilly, memberi celah sedikit, membuat perempuan itu bisa lebih bernapas.
Ia tersenyum kecut, sudah cukup dua hari ini ia melihat gadis nya bersama laki-laki lain.
"Aku ngerti kalo kamu lebih nyaman sama dia. Tapi, apa kamu gak bisa ngehargain posisi aku disini? Sebagai pacar kamu."
Prilly masih menunduk. Iya, dia salah. Benar-benar salah.
"Kenapa sih kamu gak pernah liat aku? Kenapa harus selalu dia? Mama, Papa, bahkan kamu lebih liat dia daripada aku! Bahkan gue bener-bener males buat nyebut nama dia lagi!"
"Sekarang kamu cuma bisa nunduk? Gak bisa jawab apapun? Jawab Prilly!" Cakka mengangkat dagu Prilly kasar, matanya menangkap air mata yang mengalir dari mata perempuan itu.
"Njir nangis. Gak ada cara yang lain? Tangisan kamu gak sama kaya apa yang aku rasain Prill."
Bukan nya berhenti, tangisan nya semakin terdengar. "Maaf bang, aku gak bermaksud buat kaya gitu. Aku cuma ikut diajak Ali pergi. Itu aja." Suaranya terdengar lebih bergetar. Nggak, Prilly nggak lagi berusaha buat nyari simpati Cakka. Nggak sama sekali.
Cakka berdecak, jujur hati nya juga ikut terasa sakit melihat perempuan-nya menangis. Namun, rasa sakit itu lebih memenuhi hatinya.
Cakka bukan orang yang kebal. Dia juga laki-laki yang memiliki rasa. Memiliki hati yang rapuh saat melihat orang yang ia sayangi bersama orang lain. Walaupun adik nya sendiri.
Laki-laki itu mengusap wajah nya sendiri. Capek fisik juga capek hati. Itu yang Cakka rasakan sekarang.
Ia mengusap wajah Prilly lembut, menghapus air mata yang mengalir di pipi chubby perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
FanfictionSemua itu berubah. Semua kisah kita dari awal, semua kisah yang kita ukir di sebuah kertas hilang sudah. Entah, terlupakan oleh sendiri nya atau sengaja di lupakan. Tapi, yang pasti, aku hanya ingin kamu mengingat kisah kita. Mengulang kembali sebua...