Jungkook berdiri di depan pintu berwarna putih dengan tulisan angka 200. Jungkook mengatur detak jantungnya yang sudah lebih dari dua puluh menit tidak beraturan.
Jungkook memencet bel dengan tangan yang sedikit bergetar. Tidak perlu waktu lama bagi Jungkook menunggu karena tidak berapa lama pintu putih itu terbuka. Wanita yang membukakan pintu itu hanya diam dan berlalu masuk, Jungkook hanya mengikuti wanita itu berjalan.
Jungkook hanya diam setelah menutup pintu, wanita yang ada jauh di depannya itu tiba-tiba menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Jungkook dan tersenyum menyedihkan.
"Bagaimana?"
"Aku..."
"Sudah tidak berguna lagi Jeon Jungkook, kau tahu, kau semakin membuatku percaya bahwa tidak ada pria yang bisa kita percayai. Bahkan suami kita sendiri."
"Suhyun kau bisa mendengarkanku dulu kan."
"Apa yang harus kudengarkan lagi, aku melihatnya sendiri Jeon Jungkook, kau dan wanita itu. Aku tahu kau tidak menerimaku sebagai istrimu, aku hanya seorang anak-anak yang terpaksa kau nikahi, tapi semua orang tahu kalau aku istrimu dan begitu juga sebaliknya. Kau bisa mempunyai hubungan dengan wanita manapun dan aku tidak akan memberi tahu siapapun, tapi kumohon, bicara padaku."
Suhyun hanya berbicara dengan nada datar dan teratur, sangat tenang. Jungkook perlahan mendekat ke tempat Suhyun berdiri, melihat mata Suhyun yang juga melihatnya, atau hanya menghadapnya, karena yang bisa dilihat Jungkook sekarang hanya tatapan kosong seorang Lee Suhyun.
"Aku sudah memecatnya."
"Oh benarkah, apa kau tidak akan menyesal melepas wanita seeprti dia, dia sempurna Jungkook, cantik, kaya, dan bisa memenuhi semua yang kau inginkan."
"Dan untuk apa aku mempertahankan orang yang sudah membuat hidupku hancur."
"Hancur? Kau tahu apa dengan kehancuran Jeon Jungkook? Apa kau tahu bagaimana rasanya meninggalkan kehidupanmu untuk sesuatu yang paling kau benci? Kau tahu bagaimana rasanya saat kau berada di antara dua pilihan yang sulit? Dan apa kau tahu bagaimana rasanya dihancurkan oleh orang yang mulai kau percayai? Kau tahu Jeon Jungkook?"
"Kau pikir aku menginginkan pernikahan ini? Tidak. Kau tahu bagaimana rasanya harus memilih menjalani hidup sesuai keinginan atau untuk membahagiakan orang tua? Aku memang tidak pernah dihancurkan oleh orang yang mulai kupercayai, tapi membuat orang yang mempercayaiku menjadi membenciku karena kesalahan yang tidak sengaja kau buat."
Jungkook menahan dirinya dan mencoba mengontrol emosinya, sedangkan wanita di depannya masih menatapnya dengan tatapan kosong.
"Semuanya sudah berakhir, ini permainan dan tidak ada permainan yang tidak memiliki akhir."
"Ok, kita akan mengakhiri ini."
"Terima kasih untuk hadiah natalnya Jeon Jungkook, ini hadiah paling indah yang pernah kuterima."
Suhyun melangkah ke arah tangga, meninggalkan Jungkook yang duduk di sofa.
~~~
Udara dingin menembus jaket tebal Jungkook, membuat pria itu terpaksa mengurungkan niatnya berjalan-jalan.
Suara bel terdengar mengisi seluruh bagian kafe saat Jungkook membuka pintu.
Seorang pelayan mendatangi Jungkook saat dirinya baru mendudukkan badannya di kursi. Dia hanya melihat daftar menu dengan bingung.
"Saya pesan black coffee dua", Jungkook melihat ke arah sumber suara dan menemukan Seokjin yang sedang membisikkan sesuatu ke pelayan tersebut.
Hembusan nafas panjang keluar dari mulut Seokjin saat pria itu baru duduk, Jungkook hanya melihatnya sekilas dan kembali memandang ke arah luar.