iv. Yang lalu (1)

5K 231 0
                                    

ARGI

"Yakin masih mau lanjutin rapat? Cuma segini yang dateng?" tanyaku heran menatap masing-masing dari mereka.

"Emang rencananya cuma kita-kita aja kok, Gi." jawab Tasya.

"Iya, pasukan inti doang." jawab yang lain.

"Sebelumnya gak ada yang konfirmasi dulu sama gue, kita mau rapatin masalah penting nih. Egois kalo cuma kita doang," kataku agak sedikit kesal.

Masa iya rapat cuma 6 orang gini. Iya sih mereka semua yang pegang tanggung jawab tinggi. Mana di cafe begini, lagi.

"Osis itu organisani intra sekolah, ya rapat harusnya sih di sekolah. Terus ini..." Aku melirik Dea yang berada di sebelahku.

"Anggap aja sekalian nongkrong. Dan lo jangan galak-galak banget, sih. Gak pantes tau, lagian ini bukan di sekolah jadi jangan make topeng." Jelas Judan.

"Aku cuma ikut nongkrong doang kok, Gi. Janji deh gak akan ikut campur." Kata Dea mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya.

Aku menarik napas pasrah, "terserah, deh"

Yang lain menatapku dengan smirk mereka.

"Kenapa?"

"Lo masih mau lanjutin prinsip no relationship dari ketos yang lama, Gi?" tanya Tasya.

Aku mengangguk, "pastinya, kenapa emang?" tanyaku makin bingung.

"Yakin gak akan nyesel?" tanyanya balik.

Judan juga menatapku, "lo tau sekarang semua peraturan ada di tangan lo,"

"Apaan sih kalian?" tanyaku jengkel.

Tasya menggebrak meja kesal, "ah dasar gak peka!"

Yang lain tertawa geli.

Aku melirik ke arah Dea yang sejak tadi diam. Pipinya memerah dan akupun mengerti maksud yang lain tadi.

"Ck, udah-udah. Kita mau ngomongin rencana classmeet, bukan peraturan dan tata tertib" balasku, sadar kalau aku sendiri malah salah tingkah.

***

"Kalo bisa hari senin proposal udah beres ya, Sya" kataku saat berjalan keluar cafe.

"Siap, kirimin aja data-datanya ke e-mail." Balasnya.

"Judan, lo yang kirim ya." Perintahku.

"Jihan masih belum dapet posisi," Judan membalas sambil menghabiskan milkshake-nya.

"Siapa?" Tanyaku.

"Jihan. Yang waktu itu telat, terus lo ketawain."

"Oh," Jihan, ya. Hm "biar nanti dia di mc aja,"

Judan mengangguk patuh.

"Lo anter Dea ya, Gi" kata Tasya menatapku.

"Lah? Emang lo kenapa?" tanyku heran.

Tasya mendelik sebal, "udah sih anter aja,"

"Ih gak usah, Sya. Apaan sih lagian, gue mau bareng lo aja." sanggah Dea.

"Eh eh gakpapa, teh. Bareng aku aja, ayo" kataku setelah sadar kalau rezeki gak boleh ditolak.

Judan, Tasya, dan yang lain hanya berdehem iseng.

***

"Harusnya gak usah sampe depan rumah juga, Gi. Biasanya 'kan cuma di depan gang" Dea tersenyum setelah turun dari motorku.

"Gak masalah kok, teh. Itu 'kan biasanya, sekarang udah gak biasa."

"Kenapa jadi manggil teteh lagi, sih? Canggung tau, kesannya aku beneran tua. Kayak dulu aja deh"

"Kayak dulu gimana?"

"Manggil nama, Argi." jawabnya sedikit gemas.

Aku tertawa pelan, "oh, kirain manggil sayang kayak dulu"

Dea terdiam.

"Dea?" aku melambaikan tangan tepat di depan wajah cantiknya.

Dia terlonjak, dan aku baru sadar apa yang aku katakan sebelumnya.

"Udah malem, pulang sana" katanya pelan.

Aku mengangguk patuh saat sadar suasananya mulai terasa tidak nyaman.

"Pulang ya," aku mulai menjalankan motorku menjauh dari rumahnya.

Note:
Vomment jan lupa, hiks

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang