xxxiv. masih rapat aja

1.7K 96 8
                                    

Masih point of view-nya Jihan ya^^

- - - - - - - - - - - - - - - - - - -

JIHAN

"Jadi kamu cemburu dan karena itu kamu deketin Gema buat balas dendam ke saya?" Kata Argi penasaran.

Mataku melebar mendengar pertanyaannya. Dia menuduhku!?

"Jangan terlalu percaya diri, Kang."

"Terus apa?"

Aku menggeleng, kehabisan kata-kata menanggapinya. Kekesalanku sudah diambang batas toleransi. Karena harusnya aku marah saat ini, meluapkan semua rasa cemburu yang sialannya, ternyata tidak terarah sama sekali. Aku malu setengah mati dan dia malah menuduhku saat ini.

Apa dia pikir aku sepicik kebanyakan cewek di sinetron atau FTV?

"Kalau boleh tahu, udah sejauh mana hubungan kamu sama Gema?" Tanyanya lagi.

Aku menaikkan salah satu alis. "Hubungan apa maksudnya?"

"Entah."

"Saya gak ada hubungan apa-apa sama dia."

"Kamu suka sama dia?"

"Nggak."

"Kenapa nggak?"

Aku menatapnya jengkel. "Ya udah, suka."

Dia melotot padaku dengan bingung. "Kok berubah?"

"Ya udah sih kenapa nanya mulu!?" Bentakku, akhirnya keluar juga.

"Jadi kamu suka sama dia apa nggak?"

Ya, ampun. Alien, tolong culik aku sekarang.

Aku menarik napas dan membuangnya pelan. "Nggak, Kang."

"Pernah mikir kalau lebih nyaman kita yang dulu gak, Kang?" Tanyaku saat Argi hanya diam dengan pikirkannya yang entah apa.

"Maksudnya?"

"Saya lebih suka saat diam-diam punya perasaan sama Kang Argi kayak dulu. Sebenarnya saya tuh gak suka kalau orang yang saya taksir tahu perasaan saya, karena resiko sakit hatinya pasti akan lebih tinggi. Bukan cuma takut perasaan saya ditolak, gimana kalau dia juga judge saya apalagi sampai merasa risih?"

"Tapi saya terima perasaan kamu, Jihan." Balasnya.

"Saya kira juga itu hal yang bagus, tetapi ternyata nggak juga."

Dengan kamu yang seakan terima perasaan aku dan kasih aku perasaan kamu juga, aku jadi merasa dibutuhkan dan dianggap ada. Tapi kalau kenyataannya aku ini masih belum cukup di mata kamu gimana?

"Kenapa?" Tanyanya menatapku dengan sinar mata penasarannya.

"Menurut Kang Argi, saya ini terlalu banyak nuntut gak sih?" Tanyaku balik dengan memberanikan diri menatapnya tepat di manik hitam itu.

Dia mengangguk seperti mengiyakan, membuatku menahan napas. "Saya pikir kenapa kita gak bisa santai aja sih ngejalanin ini semua? Kenapa banyak banget hal yang kamu permasalahin? Kenapa kamu gak mau sabar? Apa perempuan emang selalu gini?"

Dia melepas tatapannya antara kita kemudian menghela napas dan menatap lurus ke halaman rumah.

"Tapi pertanyaan itu cuma perlu saya jawab sendiri. Karena mungkin di sini saya yang egois membatasi perasaan kamu cuma buat saya, sedangkan saya masih belum bisa jaga perasaan kamu dan berbuat sesuatu untuk itu."

Iya bener, peka juga lo, Mas. Gumam salah satu suara dalam hatiku, sedangkan yang lain menangis dan terharu mendengar ucapan Argi.

Makin dalam aku terjatuh padamu, Mas.

"Saya cuma terjebak peraturan saya sendiri, Jihan. Saya harus apa?" Dia menarik rambutnya sendiri dengan frustasi. "Dan saya tetap gak mau lepasin kamu, pokoknya gak mau." Lanjutnya.

Aku mengerti keadaan Argi yang sekarang. Dia pasti kebingungan dan tidak nyaman dengan posisinya. Apa sebegitu inginnya dia denganku? Tapi kenapa? Setelah dipikir-pikir aku memang belum pernah menanyakan hal ini padanya. Apa yang membuatnya rela berada di posisi paling tidak menyenangkan ini?

Untuk pikiran dan ekspetasiku, maafkan hati ini yang membuat realita jadi menyimpang dari harapan. Niat ingin menjauh tapi malah aku termakan lagi dengan kata-kata manisnya. Lagi pula, kalau dia sudah begini siapa yang bisa pergi? Hiks.

"Kalau saya mau kita selesai--entah apa kita sebenarnya, gimana Kang?"






Gimana ya? Hm.

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang