xxv. i li8 u, u li8 me

2.7K 169 14
                                    

JIHAN

Terbangun dan melihat wajah Argi membuat kepalaku semakin terasa pusing. Dasar Fiya pengkhianat, pasti dia yang memberi tahu kondisiku pada Argi.

Tadinya aku ingin pura-pura tidur lagi, tapi dia sudah terlanjur melihatku membuka mata. Melotot sih lebih tepatnya. Ya, mau gimana lagi? Aku kaget melihatnya tiba-tiba ada di sini.

"Kamu baik-baik aja?" Tanyanya datar.

"Tangan diinfus mah gak baik-baik aja lah, Kang." Balas Fiya.

Aku mendengus sebal, menatap penuh dendam pada cewek satu itu. Tapi yang ditatap malah pura-pura tidak sadar.

Judan menjitak Fiya pelan, "gak ngerti banget orang lagi basa-basi. Udah ayo kita cari makan aja ke luar."

Fiya tertawa pelan, "okelah. Enjoy your time, ma bestie."

Enjoy pala lu!

Setelah mereka pergi yang kami lakukan hanya saling diam. Argi sibuk dengan ponselnya, aku sibuk melihat televisi yang menyala. Iya, melihat bukan menonton. Aku memang tidak suka dengan atmosfer saling diam di antara kami, tapi lebih baik diam dan berbicara saat di tanya saja.

Sampai hampir sepuluh menit kita masih diam, Argi belum menunjukkan tanda-tanda akan bicara. Dia ini kenapa sebenarnya?

"Kang," panggilku menyerah dengan sikap diamnya.

Dia hanya menoleh dengan tatapan bertanya.

Aku mendengus kesal sambil menggeleng tidak jadi bicara.

"Saya ke sini lagi nanti malam." Katanya dingin sambil berdiri dari duduknya.

"Dih apa banget sih." Gerutuku agak kencang sengaja biar dia mendengar dan menyadari sikap tidak jelasnya itu.

"Apa?" Tanyanya.

Masih dengan tatapan kesal, aku menggeleng sebagai jawaban.

Sebelum membuka pintu dia menoleh padaku, "saya mau surat pengunduran diri resmi dari kamu dibuat secepatnya."

"Surat pengunduran diri apa?" Tanyaku bingung.

"Surat pengunduran diri dari BPHOsis, saya masih gak mau mecat kamu secara gak hormat." Jawabnya enteng.

Aku mengambil posisi duduk dengan cepat, "tunggu deh," sangkalku sebelum dia berhasil menyentuh gagang pintu.

"Balik lagi sini!" Perintahku menyuruhnya kembali dengan sangat tidak sopan, aku tahu itu. "Maksudnya mecat apa sih? Siapa yang mau ngundurin diri dari BPH?"

"Kamu." Jawabnya singkat.

"Saya!?" Tanyaku tidak percaya.

Dia diam menatapku datar. Aku berpikir.

"Oh, saya ngerti." Kataku akhirnya. "Saya minta maaf karena gagal jalanin amanat untung acara lusa nanti. Tapi masa karena sakit saya jadi dipecat!?"

"Jadi ini yang kamu bilang acara penting banget sampai kamu gak bisa handle amanat?"

"Acara penting apaan sih!? Gue sakit woy, nih lihat nih!" Kataku emosi sambil menunjukkan selang infus yang tertancap di tanganku.

"Ya terus kenapa kamu gak bilang aja kalau kamu sakit? Kenapa pakai alasan ada acara penting? Saya gak ngerti, kamu ini sombong atau apa sih sampai gak mau terima simpati orang lain?" Balasnya tenang walaupun raut emosi kentara di wajahnya.

Sabar, Jihan. sabar.

"Ah, udahlah bodo amat. Saya gak ngerti Kang Argi ngomong apa, bikin tambah pusing." Kataku menyerah pada sakit di kepala.

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang