ARGI
Puluhan kata brengsek sudah aku terima dari Judan kemarin. Dia marah dan kesal dengan apa yang aku lakukan. Aku juga begitu pada diriku sendiri.
Seharusnya tidak aku katakan saja semuanya sejak awal. Tapi aku sudah benar-benar suka pada Jihan dan tidak bisa ditahan sampai rasanya sakit sekali menerima senyum pura-puranya malam itu.
Maaf, Jihan.
"Kang!"
"A-apa?" tanyaku kaget. Jihan menatapku dengan wajah galaknya, seperti Jihan yang 'normal'.
"Dari tadi dipanggilin juga, mikirin apa sih!?"
Mikirin kamu.
"Kenapa?" Tanyaku lagi.
"Kertas-kertas ini harus saya buang gak?"
Aku menatap tumpukkan kertas yang dia bawa, "isinya apa? Kamu cek aja yang menurut kamu penting tolong dirapihin, sisanya kamu buang."
"Saya emang gak bisa buang-buang sesuatu yang penting kok, Kang." Gumamnya pelan sambil berjalan melewatiku.
Aku tersenyum kecil. Setidaknya dia berhasil menutupi perasaanya dengan baik walaupun aku sudah bersikap sangat egois terhadapnya. Aku jadi merasa tidak layak ditunggu oleh Jihan.
"Sini saya bantu." Tawarku menghampirinya.
"Nggak perlu. Katanya Kang Argi mau pergi buat koordinatorin kebersihan perpus?" Tanyanya tanpa menatapku.
Aku tersenyum menatapnya yang manis seperti biasa bahkan hanya dari sisi sampingnya saja. "Oke, saya pergi dulu.
Dia hanya mengibas tangan mengusirku membuatku terkekeh geli. Oh, Jihan.
.
"Kang Argi bisa bantu aku lepasin tirai di jendela?" Tanya Disha.
Aku mengangguk dengan senang hati dan naik ke atas kursi untuk melepas kaitan tirai sementara Disha membantu memegang kursinya agar tidak bergerak.
"Maaf jadi ngerepotin, Kang." Kata Disha pelan tapi masih bisa kudengar.
"Nggak masalah,perpus kan milik kita bersama jadi gak mungkin saya cuma kasih komando terus duduk manis." Jawabku sambil menarik satu-persatu kaitan tirai pada jendela.
Saat turun dari kursi, Disha menyodorkan sekaleng soda untukku lalu tersenyum.
"Makasih." Kataku menerima kaleng itu dengan senang hati.
"Eum, Kang."
Aku menatapnya dengan wajah bertanya.
"Nggak jadi." Lanjutnya. Aku mengernyit bingung melihat sikapnya yang tiba-tiba canggung.
"Kenapa, Dish?"
"Aku sebenarnya mau minta tolong lagi." Balasnya. Dia menggigit bibir bawahnya, menunjukkan kalau dia ragu.
Aku diam membiarkannya melanjutkan.
"Selesai ini, aku boleh nebeng ikut pulang gak? Ayah gak bisa jemput hari ini."
Aku tersenyum lalu mengangguk. "Iya."
.
Aku menemui Disha di depan pintu gerbang seperti permintaannya siang tadi. Aku tersenyum senang saat melihat Jihan ada di tempat yang sama sedang mengobrol dengan Disha.
"Sekarang, Kang?" Tanya Disha membuatku mengangguk dengan tatapan fokus pada Jihan.
"Kamu pulang sama siapa?" Tanyaku pada Jihan yang tersenyum tipis.
"Sama cowok." Jawabnya singkat membuatku melotot kaget tanpa sadar.
"Pacar?" Tanyaku takut.
"Tukang ojek." Jawabnya lalu terkekeh pelan. Aku merasa bodoh sekali.
"Saya duluan ya, Jihan." Kataku akhirnya ketika Disha sudah duduk sempurna di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS in LOVE
Teen Fiction"Kita tetap pakai prinsip no-relationship di OSIS." -Argi, Ketua OSIS. "Nggak kok, gue gak suka sama Argi." Jihan, anggota BPHOSIS. Keduanya masih tersangkut pada bayangan masa lalu. Dan ketika keduanya sadar, mereka terjebak dalam perasaan yang sam...