ARGI
Aku dengan sigap menangkis lemparan botol mineral dari Judan.
"Lo sadar gak sih udah buat semua orang kesel?" Tanyanya.
"Hm."
"Amit-amit, ya Allah."
Aku mendelik tajam padanya, "apa sih?"
"Gue kesel sama lo, apa-apaan coba nyuruh Jihan kerjain undangan? 'Kan soal itu sepakat lo yang bikin."
"Terserah gue lah, kenapa belain dia terus sih? Lo naksir dia?!"
Oke, aku berusaha santai tapi sepertinya yang tadi itu gagal.
Judan tertawa mengejek, "gue gak ngerti sama lo,"
Aku hanya mengangkat bahu. Masa bodoh.
"Jelas lo suka sama dia, tapi kenapa sikap lo ke dia kayak gini?"
"Gak tau, mungkin gue nggak suka sama dia." Jawabku asal.
Lalu benar-benar kurenungkan. Apa benar iya?
"Terserah lo suka sama dia apa nggak, tapi ini tetap diskriminasi namanya."
Aku menarik napas kesal, "oke!"
"Oke what?"
Tanpa menjawab aku berlalu pergi dari hadapannya.
Sial, kenapa jadi seperti ini?
.
To : JihanBPHOsis
Dmn?Send.
Aku kembali melihat jam tangan. Argh. Kecil kemungkinannya Jihan masih di sekolah saat ini. Aku sudah berkeliling sekolah sejak tadi, tapi dia tidak ada di mana-mana.
From : JihanBPHOsis
Kenapa? Kantin.Tanpa sadar, entah kenapa aku berlari hingga sampai di depan Jihan dengan napas menderu. Dia sendirian dan semua warung sudah tutup, untung saja. Mungkin akan lain cerita jika dia sedang bersama orang lain.
Buat apa si ketos annoying lari sampai ngos-ngosan? Mungkin itu yang akan orang lain pikirkan dan entah akan aku letakkan di mana wajahku saking malunya.
"Ada apa, Kang?" tanyanya terlihat sekali kaget karena kehadiranku.
"Nggakpa-pa." jawabku.
Lalu aku memilih untuk mengambil duduk di depannya. Wajahnya terhalang layar laptop karena postur tubuhnya itu.
"Kamu kenapa masih di sini sendirian?"
Jihan menurunkan layar laptopnya, "kok kepo?"
Astaga.
"Apa susahnya sih jawab?" Tanyaku dengan segala emosi yang kutahan.
"Apa untungnya kalau saya jawab? Tujuan Akang tiba-tiba datang ke sini aja saya gak tau." Jawabnya dengan tatapan menantang.
Aku menarik napas, "saya mau min─bantuin kamu buat undangan."
Dia diam dengan salah satu alis naik ke atas.
"Kamu udah mulai buat undangannya?" Tanyaku.
"Belum." Jawabnya dingin, kembali fokus dengan laptopnya.
"Terus kamu lagi kerjain apa?"
"Proposal." Jawabnya lagi-lagi dengan nada yang sama.
"Mau saya bantu?"
"Nggak."
Oke-oke, sabar.
"Kamu udah makan? Mending kamu isi perut dulu, biar saya lanjutin ngetiknya."
Dia mendongak, menatapku dengan tatapan menusuknya.
"Kalau mau minta maaf, ya minta maaf aja. Saya bakalan terima bantuan kalau Akang mau jujur." Katanya.
"Jujur apa maksudnya?" Tanyaku bingung.
Dia mengangkat bahu tak peduli. Oh, oke.
"Saya mau minta maaf sama kamu, puas?" Tanyaku kesal.
Dia menggeleng, "nggak."
Aku kembali menarik napas kesal, "Maaf, please?" ulangku lalu tersenyum selebar mungkin.
"Oke." katanya.
Sial. Aku kembali menekuk wajah kesal.
Jihan berjalan memutar meja lalu duduk di sebelahku dengan laptopnya.
"Bantuin! Dasar orang jahat! Gue tuh pusing dari tadi gak ngerti dikasih mentahan proposal gini!" geramnya lalu mencubit lenganku secara brutal.
"Sakit!" teriakku membuatnya diam. Tapi ternyata tidak lama.
"Sakit? Lebih sakit gue yang lo diskriminasi! Acara dua minggu lagi dan lo baru nyuruh gue ini dan itu, lo pikir gue gak punya tugas rumah dari guru!?"
Astaga, dia menggila.
"Calm down.." kataku berusaha membuatnya tenang.
"Kalem don, endasmu! Udah ah tuh kerjain, saya mau jajan dulu di luar. Laper!" katanya lalu pergi.
Aku menggeleng. Lagi-lagi perasaanku dibuat kacau olehnya. Tadi kesal, lalu merasa bersalah mendengar amarahnya, dan sekarang aku bahagia melihat wajah merengutnya itu.
Note :
Dikit ya kan iya biarin, Argi kan orgnya serba irit gt (;ω;)Bonus nih, semoga cocok sama karakter Argi :3
Mao tao sp dia? Username ig? Mao? Mao? Apa udah ada yg tao? :3 huahh cogan anyeng :'3 nanti yha next chapter :*
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS in LOVE
Roman pour Adolescents"Kita tetap pakai prinsip no-relationship di OSIS." -Argi, Ketua OSIS. "Nggak kok, gue gak suka sama Argi." Jihan, anggota BPHOSIS. Keduanya masih tersangkut pada bayangan masa lalu. Dan ketika keduanya sadar, mereka terjebak dalam perasaan yang sam...