xxxix. pertimbangan

1.8K 83 7
                                    

ARGI

"Apa pembelaan kamu, Gema?"

Ruangan dingin ini menggema oleh suara Bu Tati, kalimat pertama yang beliau keluarkan setelah hampir 15 menit dihabiskan hanya dengan menatap kami satu-persatu dengan tajam. Secara alamiah kami berempat langsung menegakkan tubuh dengan kaku.

Gema yang duduk satu sofa dengan Adit menggelengkan kepala dengan lemah sebagai jawaban.

"Tapi Jihan gak salah, bu. Dia gak tahu apa-apa sama rencana saya ini." Lanjutnya buru-buru ketika melihat tatapan guru BK itu beralih pada Jihan.

Aku mendelik semakin tidak suka dengan sikap sok pahlawannya di depan Jihan.

"Mau jadi so sweet gitu ceritanya? Lagian siapa juga yang mau hukum Jihan? Ibu bisa lihat dia sebagai perempuan polos yang selalu digoda sama laki-laki sok sinetron kayak kamu. Kamu nih, belajar dulu yang benar terus cari uang sendiri baru pacaran. Belum punya apa-apa gini belagu mau pacaran, mau dijajanin apa anak orang nant!?" Omel Bu Tati panjang lebar. Aku tidak tahan untuk tidak tersenyum menang.

"Kamu juga Adit, mau aja bantu teman kamu ini untuk buat sinetron." Lanjutnya beralih pada Adit yang menunduk takut.

Meskipun banyak orasi yang bilang agar jangan pernah takut dengan ruang BK dan guru-gurunya yang sebenarnya merupakan tempat curhat para siswa yang sedang gundah, aku rasa hal itu tidak bisa terjadi di mana pun, terutama di sekolah ini. Apa lagi jika paham bagaimana karakter Bu Tati.

"Kamu Argi! Saya gak ngerti kenapa kamu ada di sini? Ini bukan urusan kamu juga."

Aku terlonjak kaget. "Saya... mau hadir sebagai saksi aja, bu."

"Saksi apa!? Ibu gak butuh saksi. Keluar kamu!" Bentaknya membuatku buru-buru pamit keluar ruangan yang sudah bagaikan goa menyeramkan itu.

Sepuluh menit, dua puluh menit. Aku masih di depan ruang BP. Menyender pada tembok sembari menetralkan perasaan panas di dada yang sejak tadi tidak turun juga. Tak lama kemudian Jihan keluar dengan wajah pucat, seperti sebuah penampakan yang biasa terjadi sesaat setelah keluar dari ruangan terkutuk itu.

"Kamu gak apa-apa?" Tanyaku langsung.

Dia menggeleng. "Gak apa-apa. Mereka berdua doang yang dihukum."

"Ya seharusnya begitu, kamu gak salah apa-apa. Mereka kena hukuman apa?"

"Di suruh nulis pernyataan saya menyesal terlalu banyak menonton sinetron di buku tulis sampai penuh satu buku." Jawabnya sambil tertawa. Melupakan wajah pucatnya beberapa saat lalu.

Hatiku mencelos. Sesantai itukah sikapnya setelah ditembak di depan umum? Ya, meskipun acara pernyataan cinta itu digagalkan oleh teriakan marah Bu Tati dari pinggir lapangan. Aku rasa keberuntungan masih bersedia memihakku.

"Biar deh, biar kapok. Dia pasti kebanyakan stalking akun relationship goals." Balasku.

Jihan tertawa lagi. "Bener banget."

"Tapi kasihan, dia kan gak maksud jahat." Lanjutnya.

Aku tersenyum masam. Menurutku niatnya pasti jahat sekali, Jihan. Terutama padaku.

"Kamu... jawaban kamu... apa?" Tanyaku takut. Sepertinya suaraku sendiri gemetar mengucapkannya.

"Nggak tahu."

"Nggak tahu?!" Balasku terkejut. Bisa-bisanya dia menjawab tidak tahu.

"Kenapa?"

Aku tidak menjawab lagi dan pergi begitu saja meninggalkan Jihan. Mungkin tidak masuk akal, tapi aku merasa sangat kecewa mendengar jawabannya. Dia bahkan tidak mau repot mengejarku, tidak juga untuk sekedar memanggil namaku. Sial.

Harusnya Jihan menolak, bukan menjawab tidak tahu. Apa dia merasa kasihan pada Gema atau mungkin aku sedang dijadikan sebuah pertimbangan?

Melihat respon anak OSIS lain yang mendukung hubungan Jihan dan si borokokok itu sesaat setelah Jihan kembali, membuatku semakin tak sabar hilang kendali. Terlebih Jihan bersikap seolah memang jawaban iya yang harus dia katakan dan tidak memperdulikan keberadaanku sama sekali.

"Gema cocok banget lagi sama lo, Han." Komentar Gisel.

"Cocok dari mananya?" Tanya Jihan.

"Ya kayak prince and princess-nya sekolah. Lagian lo kan udah banyak nolak kakak kelas, masa yang ini ditolak juga?"

Aku hampir tersedak mendengar pernyataan yang seperti mengingatkanku pada kepopuleran Jihan belakangan ini. Sialan.

Jihan hanya tertawa kecil. "Nanti jadi bahan gosip kalau yang dengar gak tahu apa-apa." Katanya menanggapi.

Aku masih setia menguping pembicaraan mereka saat Judan mengintrupsi untuk diam karena rapat evalusi akan dimulai. Selama rapat aku hanya diam, beberapa orang membuat lelucon tentang perubahan sikapku itu, termasuk Judan.

"Ternyata patah hati bisa bikin lo bungkam, kan?" Bisik Judan.

"Bacot."

Langit sudah menjingga saat acara benar-benar sudah selesai. Setelah sesi foto, aku memilih langsung pulang karena mood yang sudah sangat buruk sejak siang. Jihan duduk di tempat biasa dia menunggu jemputan. Harusnya aku bertanya dan menawarkan tumpangan seperti yang seharusnya kulakukan, tapi aku terus melajukan motorku tanpa menoleh lagi padanya.

.

"Jadi kalian gak ada kontakan sama sekali?" Tanya Judan. Tubuhnya berbaring dengan kurang ajar menginvasi tempat tidurku.

"Pulang sana!"

"Sewot aja lo, nyet." Balasnya tapi tetap tidak membuat gerakan untuk menyingkir dari tempatku.

"Harusnya liburan gini tuh lo jalan sama dia. Ke bioskop kek, Ciater kek, Tangkuban Perahu kek, Santolo ke, Ancol kalau perlu. Seminggu liburan gue udah dua kali ke ancol sama Fiya, sedangkan lo?"

Aku berdecak. Dia tidak akan pergi dan terus bicara sebelum mendengarku bercerita. "Gue cuma lagi marah sama Jihan, gue mau dia tahu kalau gue kecewa. Biar kali ini dia yang ngerti gue."

Gubrak. Judan jatuh dari atas tempat tidur. Normalnya aku akan tertawa, tapi yang ada aku semakin kesal melihatnya membawa keributan ke sini.

"Pulang sana." Perintahku lagi, entah yang keberapa kali sejak dia menunjukkan batang hidungnya di sini.

"Fine. Gue cuma mau ngingetin satu hal. Dari yang gue lihat, Jihan bukan tipe cewek yang mau susah payah minta maaf sama orang yang sikap dan sifatnya bahkan gak jelas kayak lo. Saran gue sih, ngomong sama dia sekarang. Karena gak ada yang tahu dia udah jalan berapa kali sama Gema selama seminggu liburan ini."

Judan tersenyum seperti setan sebelum akhirnya hilang di balik pintu kamar.

Sialan.










Maaf atas segala kekurangan dan keterlambatan, aku serius lagi sibuk banget ngurusin tugas akhir semester sebelum UAS T^T buat yang kemarin komentar nungguin update, maaf baru bisa dikabulin sekarang T^T
Terima kasih masih mau baca, semoga terpuaskan untuk chapter yang sangat pendek ini T^T Love love muah :*

Maaf atas segala kekurangan dan keterlambatan, aku serius lagi sibuk banget ngurusin tugas akhir semester sebelum UAS T^T buat yang kemarin komentar nungguin update, maaf baru bisa dikabulin sekarang T^T Terima kasih masih mau baca, semoga terpuas...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus Argi yang sedang terkejat+kezal melihat Judan nyungsep dari kasur.

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang