x. si pembangkang

3.2K 178 0
                                    

ARGI

"Kamu lagi buru-buru ya?" tanya Dea setelah turun dari motorku.

"Ah, nggak" iya.

"Masa? Tapi kok kayaknya kamu tadi ngebut ya?"

Kalo udah sadar yaudah kek, pamit, malah kepo, ugh

Aku hanya tersenyum tipis lalu buru-buru pamit meninggalkannya.

Motor kujalankan lebih kencang kembali menuju sekolah, berharap cewek pembangkang tadi belum pergi jauh dari sana.

Seperti yang kuduga, dia masih duduk di depan warung tak jauh dari sekolah. Tukang ojek sudah tentu hilang saat maghrib begini.

"Oy," panggilku.

Dia masih setia menatap layar ponselnya.

"Ck, Jihan!"

Dia mendongak dan nampak sangat terkejut.

"Mingkem, woy!" kataku tak tahan melihat mulut terbukanya.

"Apa?" tanyanya sambil membenarkan posisinya.

"Ayo balik," kataku tanpa basa basi.

"Eh? Sama lo?"

Astaga, lihat tampang herannya itu.

"Lo sekarang jadi tukang ojek? Tadi nganterin cewek cantik, sekarang mau nganter gua. Tadi dibayar gak? Kalo gue sih gak akan mau bayar, ya. 'Kan elo yang mau," ocehnya tanpa henti.

"Answer for three second, tuuuttt, one..two...--"

"Ah, gak jelas lo!" potongnya lalu duduk begitu saja di atas motorku.

"Astaga, duduknya miring dong!" teriakku kaget saat dia duduk dengan posisi mengangkang sambil mengangkat rok abunya.

"Apa sih, gue pake legging kok" jawabnya santai.

"Ganti posisi"

"Gak"

"Jihan, astaga." aku menarik napas menahan emosi.

"Kenapa? Lo takut napsu liat kaki gue?" tanyanya menantang.

"Lo itu anak osis, contohin yg baik."

"Blablabla, ribet!" ocehnya namun menuruti apa mauku.

Benar-benar pembangkang!

***

Jihan memintaku berhenti di depan sebuah rumah yang bisa dikatakan lumayan besar. Dia anak orang kaya, ya?

Tapi rumah tersebut nampak gelap, hanya ada beberapa lampu yang menyala dari dalam rumah tersebut.

"Eum.." Jihan menatapku ragu lalu kembali memegangi tasnya, nampak gelisah.

"Mau apa?" tanyaku langsung.

"Tolong anterin masuk," jawabnya menyengir ragu.

"Rumah lo sendiri kok takut?" tanyaku heran sambil melepas helm dan turun dari motor.

"Ih, 'kan udah malem. Cuma sampe lampu pada nyala kok,"

Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah lewat garasinya.

Dia menarik napas lega saat semua lampu sudah menyala. Rumah ini jadi terang benderang, berbeda dari sebelumnya yang lebih mirip seperti rumah bagus berhantu.

"Emang ortu kemana?"

Jihan hanya mengangkat bahu dan menggeleng.

"Udah sana pulang," usirnya.

Aku hanya menggeleng dan mengusap dadaku sendiri menghadapinya.

"Kenapa lo?" tanyanya sambil menahan tawa.

"Gak"

Dia tertawa kencang, "ngarep ditawarin sesuatu? Gua tawarin juga pasti lo sok jaim minta langsung pulang, ya 'kan?"

Bener sih, tapi seenggaknya gitu 'kan.

"Yaudah saya mau langsung pulang, hati-hati di rumah."

"Formal banget masih saya-saya aja, eh emang gak pantes sih ngomng gue-elo," katanya lalu tertawa lagi.

Gila.

"Makasih ya, kang. Jangan kapok bantuin saya," katanya saat aku hendak menggas motorku.

Dia berdiri di balik pagar sambil tersenyum manis sekali.

Aku membalas senyumnya. Ternyata dia bisa bilang makasih juga. Haha

Note :
Lagi-lagi slow update wakakakaka, maapken

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang