xiii. Yusuf kena karma mpus

3.2K 170 0
                                    

JIHAN

"Baju pramukanya gak sesuai aturan tuh kang, mana ada baju lengan panjang buat cowok?" kataku akhirnya setelah sekian lama menahan rasa geregetku.

"Hah?" Argi hanya menatapku bodoh.

Aku membungkuk karena posisinya yang duduk dibawah sambil menarik lengan bajunya kesal, "ini nih, potong-potong,"

"Apaan sih ini orang?" seorang cewek yang sejak awal kedatanganku tadi menatapku sinis itu tertawa meremehkan.

Aku balik menatapnya dengan lagak sok heran.

"Argi 'kan ketos kamu, yang sopan dong. Lagian gak ada aturan yang ngelarang cowok buat pakai seragam panjang."

Aku semakin memundurkan kepalaku ke belakang setelah mendengar ucapannya.

"Udah-udah jangan berantem, masa senior BPHosis sama juniornya gak akur," Judan berdiri dan mengambil tempat disebelahku.

Senior? Yakin dia senior? Iya sih mukanya tua, bhak.

Ah, tapi gue gak pernah lihat dia pas MOS.

"Gu-saya cuma ngasih tau, kok." kataku membela diri sendiri.

Anjirrr, malu men.

Yang lain tertawa menganggap ucapan Judan dan pembelaanku sebuah lelucon.

"Iya makasih infonya, Han. Nanti saya potong lengannya," Argi menanggapi ucapanku dengan senyuman miringnya.

Ih, ganteng!

Oh my God, pikiran laknat!!!!!

Ganteng apanyaaaa itu liat aja senyum setannya ituuuuuu.

***

"Ayo naik Jihan!"

"Gak mau!"

"Nanti lo telat!"

"Bomat!"

Yusuf dan motornya berjalan mendahuluiku lalu berhenti tepat di depanku.

Dia menarik lenganku agak kencang, "ayo,"

"Nggak mau, ucup! Ih lepassssss"

"Ayolah, Han. Kita udah telat 5 menit, nih."

"Kita? Lo yang dari tadi kurang kerjaan ngehalangin gue buat jalan, harusnya gue udah sampe rumah Widia dari tadi!"

"Gue ajak lo bareng, kenapa sih gak mau? Jual mahal banget. Dulu biasanya elo yang paling maksa biar gue gonceng."

Aku menatapnya dengan kejengkelan seribu kali lipat dari sebelumnya.

"Si anjir.. Bawa-bawa masa lalu terus sih lo, gagal move on ya?" tanyaku kesal.

Dia diam, terkejut mungkin mendengar ucapanku.

"Iya"

"Rasain! Mangkanya jangーApa? Lu jawab apa?"

Aku mendadak kaku setelah sadar jawabannya.

"Maaf gue cuma bisa kecewain lo selama kita pacaran, maaf banget, gue emang terlalu sering bikin lo kecewa,"

Yusuf menatapku masih tetap menahan tanganku.

"Mungkin ini yang namanya karma. Sejak gue liat lo balik bareng Argi, sampai saat ini lo selalu ganggu pikiran gue."

"Terus? Makin telat nih, Cup!" kataku pura-pura tak acuh mendengar apa yang dia bicarakan.

Padahal mah anjir gak kuat gue pengen meluk wkwk gak ding, biasa aja udah gak bikin deg deg an

"Lo pasti udah kecewa banget 'kan sama gue?" tanyanya.

Aku diam menunduk menatap sepatuku sendiri.

"Maaf dan gue bener-bener nyesel,"

Aku masih diam, bingung mau merespon bagaimana.

"Lo mau maafin gue?" Yusuf bertanya pelan.

"Gue emang kesel dan kecewa abis sama lo belakangan ini, tapi serius deh, gue udah maafin lo jauh sebelum lo sadar kalo lo salah." jawabku laluterkekeh pelan.

"Thanks, Jihan. So, ayo bareng gue sekarang."

Aku sempat ingin protes lagi tapi mengingat waktu yang terus berjalan, bisa abis sama Argi kalau semakin lama terlambat.

"Oke deh"

***

Aku seharusnya senang sekali setelahーakhirnya bisa mendengar permintaan maaf Yusuf plus pengakuan tentang penyesalannya. Apalagi memang itu yang selama ini aku tunggu. Tapi yang aku rasakan sekarang biasa saja.

Seneng sih, tapi dikit...

"Makasih makanannya, Wid!"

Beberapa orang pulang duluan setelah rapat singkat dan acara makan tadi. Sedangkan sisanya masih bertahan di sini karena beberapa alasan, tepatnya karena bosan di rumah masing-masing.

Rumah Widia yang sejuk dan nyaman buat sekedar nongkrong di siang hari memang cocok sebagai pilihan acara homevisit yang diadakan sebulan sekali ini.
Aku juga jadi enggan pulang.

Iyalah, enakkan di sini banyak makanan, apalagi ada si Argi jadi makin kenyang wkwk anjir pikiran gueeeee

"Oh iya, Yusuf sama Jihan belum dapet hukuman karena telat tadi ya?" tanya Judan.

Aku otomatis saling tatap dengan Yusuf yang duduk tidak jauh dariku. Lalu menggeleng bersamaan.

"Sebelum saya kasih hukuman, Kang Argi mau tanya alasan kalian telat dulu," Judan menatap Argi serius.

Yang ditatap malah menatapku dan Yusuf bergantian, "yaudah langsung jawab aja," katanya datar.

Idih amit-amit ya, tembok aja kalah rata ama ekspresi mukanya. Ganteng ganteng jarang senyum buat apa? Gak laku dipasaran. Ih gedeg

"Jadi gini, tadi 'kan saya niat berangkat sendiri terus pas di jalan ketemu Yusuf deh, dia ngajakin bareng tapi sayー"

"Tapi pas setengah jalan saya gonceng dia, ban belakang saya bocor kang. Jadi kita ke tambal ban dulu sebentar,"

Aku menatapnya tajam, menyimpang dari faktahhhhh!

"Kenapa gak ngabarin kalo kalian bakalan telat?" tanya Argi masih dengan ekspresinya.

"Gak kepikiran sampai situ kang, karena kita pikir gak bakalan lama nungguin tukang tambal nya." jawabku.

Judan hanya mengangguk-angguk mengerti dan menerima alasan kami.

"Biar gak ribet saya kasih hukumannya yang bisa dikerjain bareng aja ya?"

"Nah boleh tuh kang!" pekik Yusuf kelewat senang.

"Nggak bisa, enak banget kalo satu tugas berdua." protes Argi dengan ekspresi judes plus nyolotnya.

"Terus apa? Gue bingung ngasih hukuman apa. Cuma fotocopy-in selembaran yang mau disebar besok, doang." balas Judan.

Selang beberapa detik berpikir Argi menarik napas pasrah, "ahelah, yaudah."

Kenapa sih dia?








G ada note, tq

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang